Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan mengungkap prevalensi perokok pada usia 10-18 tahun naik menjadi 9,1 persen dari 7,2 persen pada 2018. Sementara Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat 24-28 persen dari 3,6 juta penyalahgunaan narkoba di Indonesia adalah usia remaja pada 2022. Pakar Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut Pertanian Bogor (IPB), Yulina Eva Riany, menjelaskan komunikasi terbuka adalah kunci utama orang tua untuk mengatasi atau mencegah masalah remaja agar tak kecanduan rokok, gawai, game, dan narkoba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan pada masa remaja (10-19 tahun) banyak perubahan karakter yang membuat mereka berbeda dari sebelumnya. Bahkan, banyak ahli parenting menyebut masa remaja adalah masa badai dan stres karena emosi diri masih fluktuatif menuju kedewasaan awal. Hal itu terjadi karena remaja akan mulai mencoba segala hal hasil interaksi dengan lingkungan tanpa tahu dampak baik atau buruknya sehingga orang tua harus memperlakukan secara berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Orang tua jangan kaget ketika kita kritik dan keras, mereka akan marah, karena remaja saat ini berbeda sekali keinginannya untuk eksis atau sering disebut fenomena fomo imbas media sosial juga. Maka tidak ada yang lain, berkomunikasi terbuka layaknya sahabat adalah kunci untuk meluluhkan mereka,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk “Kelas Orang Tua Bersahaja (Bersahabat dengan Remaja)” Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kamis, 25 Juli 2024.
Peran komunikasi orang tua
Dosen Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak IPB ini memaparkan tidak ada yang lebih baik untuk menggantikan peran komunikasi orang tua karena dengan begitu mereka membangun kepercayaan, dukungan emosional, menghargai privasi, dan otonomi pada remaja. Kepercayaan itu sangat dibutuhkan anak yang sedang beranjak dewasa. Namun orang tua harus tetap memberi batasan secara jelas dengan cara memberi tahu dampak merokok, bermain game berlebihan, dan bahaya narkoba, bila perlu libatkan profesional.
Dia mengakui belum ada penelitian yang menjelaskan secara komprehensif terkait hal ini. Namun, umumnya dalam diskursus keilmuan parenting mispersepsi antara orang tua dan remaja tentang arti kenakalan, kurang pemahaman tentang perkembangan, stereotipe buruk teknologi, dan harapan yang tidak realistis dalam akademik jadi faktor pemicu anak usia remaja terjebak dampak buruk rokok, gawai, game, dan narkoba.
“Maka, akan lebih baik energi orang tua itu difokuskan untuk mendukung dan kontrol terhadap hal positif yang anak remaja lakukan. Misal, berorganisasi di sekolah atau kampus sampai jadi prestasi bagi mereka di luar bidang akademik,” paparnya.
Pentingnya komunikasi orang tua juga mulai digencarkan Direktorat Bina Ketahanan Remaja BKKBN melalui program Orang Tua Hebat (Kerabat) Kelas Orang Tua Bersahabat dengan Remaja (Bersahaja), yang menggandeng pakar dan akademisi pendidikan anak seluruh Indonesia. Data inventaris BKKBN mencatat pada MaretJuni 2024, lebih dari 1.500 orang tua sudah menjadi peserta Kerabat Bersahaja. Mereka mayoritas dari Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Aceh, dan Jawa Timur.
Direktur Bina Ketahanan Remaja BKKBN, Edi Setiawan, mengatakan orang tua tersebut setiap pekan diberikan pendampingan edukasi seputar parenting secara daring dan luring untuk menjaga remaja terhindar dari bahaya kecanduan, terutama rokok dan narkoba.
“Karena itu, semua pihak harus berkolaborasi untuk mewujudkan tugas mulia terkait pembangunan kualitas sumber daya manusia, khususnya remaja yang menjadi tulang punggung dalam menyongsong pembangunan berkelanjutan atau SDGS pada 2030,” ujarnya.