Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jangan ragu meminum obat generik karena anggapan kualitasnya lebih rendah dari obat paten. Ketua Program Studi Profesi Apoteker Universitas Pancasila Jakarta, Hesty Utami Ramadaniati, menyatakan obat generik memiliki kualitas setara obat paten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Obat ketika pertama kali muncul disebut obat paten dan saat patennya habis, semua berubah namanya menjadi obat generik. Jadi, selama ini kalau anggapan masyarakat obat paten lebih bagus, itu salah. Padahal, selama ini itu hanya obat generik bermerek," kata Hesty.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menegaskan produksi obat memerlukan upaya riset dan pengembangan sekitar lima tahun dan masa paten suatu obat akan bertahan selama 15-20 tahun, sampai kemudian bisa diproduksi secara massal menjadi obat generik dengan harga yang lebih murah.
"Obat generik bermerek itu menjadi mahal karena ada pemasaran dan iklan. Kalau obat generik pangsa pasarnya lewat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan, tetapi kandungannya sama saja, tidak ada beda kualitas," ujar Hesty.
Ia mengatakan masyarakat mesti sadar untuk bertanya kandungan di dalam obat dan berhak untuk meminta resep obat generik apabila merasa obat yang diresepkan dokter terlalu mahal.
"Ada namanya efek plasebo, jadi orang sebelum minum itu ada efek tambahan di dalam tubuhnya (menganggap obat paten) itu lebih baik, padahal sama saja kandungannya. Misalnya parasetamol, ada merek lain, kandungan zat aktif di dalamnya tetap sama, parasetamol," jelasnya. "Silakan kalau mampu beli yang mahal tapi isinya sama saja. Dan kalau diresepkan dokter mahal, kita bisa meminta obat generik."
Resep dokter
Ia juga mengimbau masyarakat membeli obat berdasarkan resep dokter atau di apotek-apotek resmi. "Kalau bisa beli di apotek yang resmi. Kemudian kalau pun harus beli secara daring, di toko-toko itu kita bisa lihat yang sudah terverifikasi yang mana. Tetapi sebisa mungkin jangan ke toko daring karena kalau beli secara langsung di apotek resmi lebih teregulasi," paparnya.
Ia menjelaskan proses hingga obat generik setara obat paten juga perlu waktu dua tahun setelah masa paten berakhir. "Harus menunjukkan dulu bioekivalen untuk dapat izin edar dari BPOM. Kalau obat paten misalnya butuh proses uji hewan, uji manusia, evaluasi dari lembaga farmasi, riset, dan lain sebagainya selama 20 tahun. Ketika patennya habis, maka industri lain hanya perlu menunjukkan kandungan obat generik sama dengan obat paten," ucapnya.
Setelah kandungannya dipastikan sama, obat generik tersebut juga harus dibandingkan terlebih dulu dengan obat inovatornya (paten) dengan beberapa aspek penilaian, seperti mutu, keamanan, dan ketersediaan. Kementerian Kesehatan sendiri telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Pada Bab II Pasal 2 disebutkan, "Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, pemerintah daerah, wajib menyediakan obat generik untuk kebutuhan rawat jalan dan rawat inap dalam bentuk formularium."
Pilihan Editor: Obat Generik Kurang Cespleng? Ini Fakta Sesungguhnya