Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun obat generik kerap diartikan atau dianggap memiliki kesamaan dengan obat paten, tetapi keduanya memiliki perbedaan. Lantas, apa perbedaan dari kedua obat tersebut?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan Permenkes Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010, obat generik adalah obat yang namanya sama dengan nama kimia sehingga tidak memiliki merek. Obat generik juga dapat diartikan sebagai obat yang sudah habis masa patennya. Akibatnya, jenis obat ini dapat diproduksi hampir semua perusahaan farmasi tanpa harus membayar royalti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari dinkes.kalbarprov.go.id, manfaat dalam obat generik tidak kalah bagus dari obat paten. Sebab, obat generik memiliki kandungan zat aktif serta tingkat efektivitas yang sama dengan obat paten.
Namun, obat ini dapat dijual dengan kisaran harga relatif lebih murah karena dipengaruhi dua faktor, yaitu tidak membutuhkan biaya produksi untuk melakukan penelitian dan tidak membutuhkan biaya pematenan obat. Obat generik juga dibagi menjadi dua jenis, yakni obat generik bermerek dan obat generik berlogo (OGB).
Obat generik bermerek merupakan obat generik yang diberikan nama sesuai keinginan dari produsen farmasi. Sementara itu, OGB merupakan jenis obat generik yang dinamai sesuai kandungan zat aktif tanpa ada nama lain di bagian belakang. Kedua jenis obat generik ini mempunyai kandungan zat aktif dan tingkat efektivitas yang sama. Namun, keduanya memiliki kemasan obat yang berbeda.
Biasanya, OGB hanya menggunakan kemasan sederhana, sedangkan obat generik bermerek menggunakan kemasan yang lebih baik sesuai keinginan produsen. Zat tambah dan zat pelarut dalam racikan kedua jenis obat genetik tersebut juga berbeda.
Di sisi lain, obat paten merupakan obat baru yang diproduksi dan dipasarkan perusahaan farmasi dengan adanya hak paten. Kepemilikan hak paten terhadap obat dilakukan sesuai rangkaian uji klinis yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan farmasi sesuai aturan internasional. Akibatnya, obat yang telah diberikan hak paten tersebut tidak dapat diproduksi sampai dipasarkan berbagai perusahaan farmasi lainnya tanpa seizin perusahaan farmasi pemilik hak paten.
Melansir uad.ac.id, hak paten dalam obat diketahui berlaku hingga 20 tahun. Saat masa hak paten habis, pihak perusahaan farmasi tidak dapat memperpanjang produksi dan distribusi. Namun, jenis obat tersebut dapat diproduksi kembali oleh perusahaan farmasi lain dalam bentuk obat generik bermerek atau OGB.
Nantinya, semua obat yang beredar harus lolos uji bioekivalensi. Uji ini membandingkan beberapa parameter kemanjuran obat suatu produk baru dengan produk inovator (pernah paten) dan dibuat persyaratan tertentu untuk menganggap bahwa produk baru kemanjurannya sama dengan produk bioekivalensi.
Perlu diperhatikan bahwa suatu produk baru tidak harus mempunyai parameter kemanjuran yang 100 persen sama dengan produk inovator sehingga dapat dianggap sebagai bioekivalensi.
Obat generik dan obat paten terlihat jelas memiliki perbedaan signifikan. Namun, obat dengan harga relatif murah belum tentu mempunyai kualitas rendah sehingga penting untuk bijak dalam memilih jenis obat yang akan dikonsumsi.
Pilihan Editor: Obat Generik Kurang Cespleng? Ini Fakta Sesungguhnya