Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mun'im Sirry menerbitkan buku terbarunya, Think Outside The Box: Membebaskan Agama dari Penjara Konservatisme. Seperti karya-karya terdahulunya, pemikiran revisionis Islam ini kerap memancing kontroversi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Think Outside The Box menyuguhkan premis bahwa Al Quran merupakan kalam Allah sekaligus perkataan Nabi Muhammad SAW. Cara pandang ini bertentangan dengan keyakinan kebanyakan pemeluk Islam yang meyakini bahwa Al Quran sepenuhnya turun dari Ilahi lewat nabi pilihan-Nya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemikiran yang berbeda itu seperti jadi menu utama dalam buku Mun'im. Misalnya, soal Islam menjadi agama yang sempurna setelah Allah menurunkan surat Al-Maidah ayat 3 kepada Nabi Muhammad. Menurut Mun'im, dokumen sejarah menunjukkan Islam tidak berbeda dari Yahudi dan Kristen yang butuh ratusan tahun untuk menjelma dari kultus menjadi agama.
Namun, dia mengatakan perbedaan pandangan tersebut bukan untuk dipertentangkan. "Harus kita bedakan antara Islam teologis dan Islam historis," kata Mun'im.
Siapakah Mun'im Sirry? Mun'im, 53 tahun, merupakan akademisi asal Madura yang menetap di Indiana, Amerika Serikat, sebagai sejarah agama di kampus Katolik terkemuka, University of Notre Dame. Semasa kecil dan remaja dia nyantri di Pondok Pesantren Al Amien Prenduan, Madura.
Mun'im mendalami berbagai orientasi pemikiran Islam. Dia pernah aktif di pengajian Al-Ikhwan al-Muslimun, Wahabi, serta jihadis selama enam tahun di Pakistan. Namun, dia tidak merasa terpuaskan soal ketuhanan serta memilih menjadi agnostik dan liberal saat pulang kampung ke Indonesia pada 1998. "Saat itu, semua yang haram saya anggap mubah (boleh), ha-ha-ha," kata Mun'im Sirry.
Setelah menempuh pendidikan lanjutan di Amerika Serikat, doktor studi Islam dari University of Chicago Divinity School itu meninggalkan titik liberal dan jadi lebih moderat. Meski pandangan keislamannya berbeda, Mun'im tetap menegakkan salat lima waktu--seperti yang Tempo saksikan dalam beberapa kesempatan. "Orang Madura, seliberal apa pun dia, tetap cium tangan orang tua dan salat," ujar dia. "Islam yang saya yakini pasti berbeda dengan pandangan tradisional. Tapi itu tidak mengurangi keyakinan bahwa saya muslim."
Simak wawancara eksklusif Tempo dengan Mun'im Sirry soal konservatisme beragama dan fatwa Majelis Ulama Indonesia, MUI, di sini.
REZA MAULANA