Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai proses hukum mengenai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat seperti Tragedi Semanggi I, Semanggi II, dan Peristiwa Trisakti masih terhambat dan mengalami stagnasi, meski sudah puluhan tahun lamanya penelusuran kasus berjalan. KontraS utamanya menyoroti tragedi Semanggi I, yang pada 13 November ini tepat 26 tahun lalu terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Berkas kasus ini terus bergulir bolak-balik antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung tanpa ada kemajuan yang berarti,” demikian tertulis dalam keterangan resmi KontraS, dikutip Rabu, 13 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perolehan data lewat mekanisme keterbukaan informasi publik melalui Komnas HAM dan Kejaksaan Agung menunjukkan bahwa pada 30 September 2024, Kejaksaan Agung menyatakan tidak ada penyidikan soal pelanggaran HAM berat yang sedang ditangani. Sementara itu, pada 7 Oktober 2024, Komnas HAM mengungkapkan bahwa berkas penyelidikan terakhir kali dikembalikan ke Kejaksaan Agung pada 21 Desember 2018. “Keadaan ini tentu menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen dan tanggung jawab lembaga-lembaga negara dalam menyelesaikan kasus Semanggi I sebagai pelanggaran berat HAM,” kata KontraS.
Menurut mereka, proses hukum yang lamban tak hanya memperburuk citra sistem peradilan. “Tetapi juga semakin memperpanjang penderitaan para korban dan keluarga mereka yang masih menunggu keadilan.”
Terlebih, dalam Rapat Kerja bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 16 Januari 2020, Jaksa Agung menyatakan bahwa peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran berat HAM berdasarkan keputusan Panitia Khusus (Pansus) DPR pada 2001.
KontraS menyebut, Jaksa Agung tak memiliki wewenang untuk menetapkan kedua kasus itu bukan sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat. Kewenangan tersebut, tutur KontraS, hanya dimiliki oleh Komnas HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Pengadilan HAM. Adapun Komnas HAM juga sudah menetapkan peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II sebagai pelanggaran HAM berat pada 2002.
KontraS pun mendesak Komnas HAM dan Jaksa Agung untuk meningkatkan koordinasinya dalam melanjutkan proses hukum tragedi Semanggi I. “Dengan melanjutkan berkas penyelidikan ke tahapan penyidikan maupun penuntutan sebagaimana dinyatakan dalam Laporan Penyelidikan Komnas HAM sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata mereka.
Organisasi itu mengingatkan bahwa tanggung jawab negara untuk menuntaskan peristiwa Semanggi I turut tertuang dalam Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. “Bahwa negara bertanggung jawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia,” tutur KontraS.