Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Akhir Lakon Trio Bunda

Pura-pura menjadi penyewa, tiga perempuan menggarong belasan mobil. Sopir mereka lumpuhkan dengan obat bius.

16 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUDUK di kursi panjang di ruang penyidik kepolisian, tiga perempuan itu sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda gugup atau takut. Bergiliran, mereka bercerita dengan santainya. "Kami telah lama berteman," kata Mia, 47 tahun, sewaktu ditemui Tempo di Kepolisian Sektor Kedawung, Cirebon, Jawa Barat, Jumat pekan lalu.

Dua perempuan lain, Fani dan Mira Sinaga, keduanya berusia 40 tahun, berkali-kali menimpali cerita temannya. Kisah tentang kebiasaan ibu-ibu rumah tangga pun mengalir lancar. Mereka mengaku sering melewatkan waktu bersama, misalnya dengan pergi berbelanja atau ikut arisan. Kata mereka, karena punya nasib yang sama, lama menjanda, kekerabatan mereka makin lengket saja.

Dari penampilannya sekilas, orang akan menyangka perempuan yang masing-masing beranak dua itu memang ibu rumah tangga biasa. Tapi bukan karena urusan dana arisan atau sengketa ketiga bunda itu akhirnya meringkuk di tahanan polisi. Warga Depok dan Tangerang itu dicokok aparat karena terlibat rentetan pencurian mobil.

Kepada polisi, Fani dan kawan-kawan mengaku telah mencuri delapan mobil sewaan dalam tiga bulan terakhir. Tapi, kepada Tempo, mereka bilang sudah merampok 12 mobil. Termasuk pengusaha rental yang jadi korban mereka adalah seorang polisi anggota Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok.

Fani, kelahiran Kecamatan Pabuaran, Cirebon, menuturkan awal mula mereka bersentuhan dengan jaringan pencuri kendaraan. Beberapa bulan lalu, mereka berkenalan dengan seorang pria bernama Towo. Si lelaki menawari mereka pekerjaan yang bisa mendatangkan uang dengan cepat. "Kerjanya mudah, kok. Dapat uang cepat, banyak lagi," kata Mira, warga Tangerang, menirukan tawaran Towo.

Ternyata pekerjaan yang ditawarkan bukan main-main: menipu dan merampok mobil sewaan dengan cara halus. Jika mereka apes dan tertangkap, Towo pun menjamin jaringan mereka akan dengan mudah mengeluarkan tiga perempuan itu dari tahanan polisi. Singkat kata, ketiga perempuan itu sepakat bergabung dan berbagi tugas.

Bermodal tampang keibuan, Fani bertugas mencari tempat penyewaan mobil di Jakarta dan sekitarnya. Dia pula yang bertugas memesan mobil dan meyakinkan pemiliknya. Biasanya, Fani pura-pura menyewa mobil untuk perjalanan ke luar kota. Waktu sewanya dari satu hingga dua pekan. Alasan menyewa pun dibuat-buat agar sangat meyakinkan. Misalnya, hendak menjenguk orang tua yang sakit atau menengok anak di pesantren.

Untuk mengelabui pemilik rental, Fani biasanya membayar tunai uang sewa. Agar pemilik mobil tak curiga, Fani tak hanya menyerahkan kartu pengenal. Dia pun meminta pemilik rental menyediakan sopir. "Biar mereka percaya," ujar Fani.

Selanjutnya, bukan Fani yang menaiki­ mobil sewaan. Biasanya, sopir diminta menjemput Mira dan Mia di tempat tertentu. Fani sendiri tak ikut dalam mobil rombongan. Tapi, lewat telepon seluler, dia terus memantau pergerakan teman-teman dan calon korbannya.

Tugas pun beralih ke pundak Mira dan Mia. Bila sudah berada di satu kota, dengan alasan lelah dan ingin beristirahat, mereka mengajak sang sopir singgah di hotel. Biasanya mereka menyewa hotel kelas melati. Terakhir, mereka menyewa kamar sebuah hotel melati di Cirebon.

Setelah beristirahat dan tiba waktu makan, Mira dan Mia menawari sang sopir makan di kamar hotel. Menu makanannya sih tak ada yang spesial. Bisa nasi goreng, sup, soto, atau sate. Yang pasti, makanan dalam bungkusan itu mereka yang beli. Soalnya, pada makanan itulah kunci kejahatan mereka. Sebelum diberikan kepada sang sopir, makanan dibubuhi racikan obat bius yang mereka beli di sebuah toko kimia di Jakarta.

Berselang satu jam, si sopir sudah pasti teler, lalu pingsan. Setelah sopir sudah tak sadar, Mira dan Mia meninggalkannya di kamar hotel. Tapi kunci dan surat tanda nomor kendaraan mereka ambil.

Tugas Mira dan Mia pun segera berakhir. Mereka tinggal menyerahkan kunci mobil kepada seseorang bernama Mustain, warga Secang, Magelang, Jawa Tengah. Saat Mira dan Mia memperdaya dan membius sopir, Mustain pun sudah ada di hotel. Dari jauh, Fani yang bertugas menghubungi Mustain dan mengarahkan dia ke hotel tempat Mira dan Mia singgah.

Bila kunci dan surat mobil sudah di tangan Mustain, Mira dan Mia tinggal menerima bayaran. Mustain lalu membawa kabur mobil lalu menjualnya melalui sindikat pencurian mobil. Imbalan untuk trio ibu-ibu itu tergantung kondisi mobil. Rata-rata, mereka masing-masing menerima Rp 3 juta per mobil.

Sampai mobil kesebelas, menurut Fani, aksi mereka lancar-lancar saja. Tapi, pada 28 Juli lalu, mereka kena batunya. Doni, sopir yang mereka bius di Hotel Roslita, Kedawung, pada malam keesokan harinya siuman. Sang sopir pun melapor ke kantor polisi terdekat.

Sepintar-pintarnya Fani dan kawan-kawan menyembunyikan diri, kejahatan tetap meninggalkan jejak. Sopir, pemilik rental, dan petugas hotel masih mengingat ciri-ciri mereka. Polisi pun akhirnya menangkap Fani di Bogor. Berdasarkan pengakuan Fani, polisi menangkap Mustain di Magelang. Adapun Mia dan Mira ditangkap belakangan di Jakarta.

Fani, Mia, dan Mira ditangkap tanpa perlawanan. Lain ceritanya dengan Mustain. Menurut Kepala Kepolisian Resor Cirebon Ajun Komisaris Besar Hero Henrianto Bachtiar, penangkapan Mustain diwarnai kejar-kejaran dan penembakan. Sewaktu hendak disergap, Mustain mencoba kabur dengan mobil Avanza hitam hasil curiannya. Menurut cerita versi polisi, Mustain bahkan sempat menembak aparat. Mustain akhirnya dibekuk setelah polisi menembak ban mobil curian itu. Bagian kanan kepala Mustain pun terluka.

Polisi menduga, sindikat pencurian mobil berada di balik aksi para tersangka yang sudah tertangkap. "Kami masih memburu mereka," kata Hero, akhir pekan lalu. Termasuk yang diburu polisi, di samping Towo, ada perempuan lain bernama Ida.

Ihwal seberapa besar dan kuat jaringan Towo dan Mustain, Fani dan kawan-kawan memilih bungkam. "Kamu kan wartawan, ngapain pakai wawancara segala," kata Mira. Kali ini nada suara Mira meninggi.

Jajang Jamaludin, Ivansyah (Cirebon)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus