Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta Kupang - Mantan anggota Polri, Rudy Soik, menolak penjemputan paksa oleh Propam Polda NTT. Rudy Soik mengungkapkan kekhawatirannya bahwa nasibnya akan berakhir seperti Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang tewas tragis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya meminta Kapolda untuk memahami aturan sebelum mengambil tindakan. Selama 21 tahun menjadi anggota Polri, baru kali ini saya melihat anggota Propam menjemput anggota Polri dengan cara seperti ini," ujar Rudy dalam keterangannya, Selasa, 22 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rudy Soik menegaskan siap mengikuti prosedur hukum yang benar, tetapi menolak penjemputan yang ia sebut sebagai tindakan arogansi. Rudy menyinggung peristiwa tragis yang menimpa Brigadir Yosua, yang ditembak mati setelah diperintahkan ke Magelang, sebagai alasan di balik ketakutannya.
“Anak-anak saya masih kecil. Jika arogansi kewenangan ini berdampak kepada mereka, kasihan anak-anak saya. Siapa pun yang marah kepada saya, seharusnya tidak bertindak seperti ini,” ujarnya.
Rudy Soik menyatakan siap menghadapi konsekuensi, namun meminta agar pendekatan yang dilakukan lebih bijaksana dan berdasarkan hukum. Menurutnya, institusi Polri akan tetap berdiri meski ada dampak negatif terhadap citra Polri di mata masyarakat jika tindakan tidak diambil dengan bijak.
"Saya, Kapolda, Kabid Humas, Kabid Propam bisa dipecat hari ini, tapi institusi Polri tetap ada. Namun, cara-cara yang seperti ini bisa berdampak buruk pada citra Polri di mata publik," ujarnya.