Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Persekutuan Gereja Indonesia meminta Kapolri, Listyo Sigit Prabowo melakukan peninjauan kembali terhadap keputusan pemecatan Ipda Rudy Soik. “Kami memohon kepada Bapak Kapolri untuk meninjau kembali pemecatan Ipda Rudy Soik karena menyangkut soal prosedural yang tentu dapat diperdebatkan,” kata Sekretaris Eksekutif PGI Henrek Lokra ketika dikonfirmasi di Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Selasa.
Ia menyampaikan bahwa masyarakat merasa heran dengan pemecatan Ipda Rudy yang berhasil membongkar kasus mafia BBM dan mengatakan bahwa hal tersebut akan melemahkan semangat aparat dalam memperjuangkan penegakan hukum dan keadilan ke depan. “Pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik sangat mengusik rasa keadilan masyarakat,” ucapnya. Oleh karena itu, pihaknya berharap agar Kapolri dapat meninjau kembali putusan pemecatan Ipda Rudy Soik.
Ihwal pemecatan itu, Mabes Polri angkat bicara. Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri mengatakan telah melakukan asistensi dalam proses hukum yang berada di lembaganya tersebut. “Kita asistensi saja, tapi masalah itu ditangani Polda,” kata Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Abdul Karim dalam keterangannya, dikutip dari Antara, Selasa, 15 Oktober 2024.
Abdul Karim menegaskan bahwa proses hukum terhadap IPDA Rudy Soik merupakan kewenangan Kepolisian Daerah NTT. “Itu wewenang Polda NTT ," kata dia.
Melansir dari website resmi Polri, Kabid Propam Polda NTT menegaskan bahwa proses hukum sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) yang melibatkan Rudi Soik juga karena adanya tindakan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus.
Salah satu polisi di Kupang, IPDA Rudy Soik resmi dipecat oleh Polisi Daerah Nusa Tenggara Timur melalui sidang yang diselenggarakan pada 10-11 Oktober 2024. Dalam sidang tersebut, Rudy dinilai telah melakukan beberapa kesalahan yang menyebabkan ia dipecat tidak hormat.
Melansir dari Antara, Rudy Soik disebut melanggar dalam kasus penyelidikan kelangkaan BBM bagi nelayan di Kota Kupang. Dalam penyelidikan tersebut, Rudy Soik disebut melanggar kode etik profesi Polri. Adapun tindakan yang dianggap melanggar tersebut ialah memasang garis polisi tanpa prosedur dan izin serta melakukan penyidikkan tidak sesuai dengan proses administrasi. Kemudian, ia juga dihukum karena meninggalkan tempat tugas tanpa izin serta melakukan pencemaran nama baik anggota Polri.
Ihwal pemecatan tersebut, Rudy Soik menyatakan kecewa. Rudy mengatakan bahwa kehadirannya di tempat kejadian perkara sudah beradasarkan prosedur peneyelidikan dengan surat tugas yang sah.
"Saya datang ke TKP bukan atas kemauan pribadi, saya memiliki surat tugas. Jika saya dianggap salah dalam memasang police line, contoh SOP yang benar. Kenapa hanya saya yang dipersoalkan sementara banyak pelanggaran yang lebih berat dibiarkan?" Ujar Rudy.
Selain itu, Rudy juga menyatakan adanya kejanggalan terkait proses hukum yang ia jalani. Menurutnya ada hal lain yang lebih penting dalam kasus tersebut, namun tidak coba diungkap. Bahkan ketika ia ingin mengungkapkan hasil temuannya ia merasa dihalangi. Rudy juga menyatakan akan melakukan proses hukum lanjutan terkait dengan putusan pemecatan yang diterimanya. Ia akan mengajukan banding dan peninjauan kembali.
TIARA JUWITA | YOHANNES SEO | TRIBRATA NEWS
Pilihan Editor: Ipda Rudy Soik Ajukan Banding Atas PTDH, Polda NTT Siap Fasilitasi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini