Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Rumah Prajurit TNI AD Memang Complicated

Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsekal Muda TNI N. Ponang Djawoto menjelaskan soal aturan rumah negara bagi prajurit. Pemerintah memprioritaskan para prajurit muda.

29 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hanya tentara dan purnawirawan serta istrinya yang berhak menempati rumah negara.

  • Penghuni rumah negara membayar air, listrik, dan pajak sendiri.

  • Eksekusi pengosongan rumah ada di tangan tiap matra.

KOMANDO Daerah Militer Jakarta Raya terus mengosongkan rumah negara khusus tentara dalam lima tahun terakhir. Salah satu landasannya adalah Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 39 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan Rumah Negara di Lingkungan Departemen Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia. Lewat peraturan ini, Kodam Jaya menganggap anak purnawirawan tidak berhak menghuni rumah yang pernah ditinggali orang tuanya. Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan Marsekal Muda TNI N. Ponang Djawoto mengatakan pemerintah tengah kekurangan rumah negara khusus prajurit. “Rumah itu untuk prajurit yang masih muda dan paling membutuhkan,” katanya kepada Tempo pada Kamis, 27 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengapa TNI gencar mengosongkan rumah-rumah negara akhir-akhir ini?

Tiap matra memang mempunyai kewenangan eksekusi. Pelaksanaan diserahkan kepada mereka selaku kuasa pengguna barang angkatan.

Bagaimana aturan mengenai penggunaan rumah dinas dan negara?

Rumah dinas ini di lingkungan kesatrian. Dapat dimiliki prajurit. Biasanya konsepnya lewat koperasi, juga didukung tunjangan wajib perumahan, dipotong gaji selama sekian tahun. Itu dikoordinasikan tiap angkatan. Kalau rumah negara di bawah staf logistik. Pasti masuk daftar kekayaan negara sebagai aset.

Lalu status rumah-rumah prajurit TNI Angkatan Darat seperti di Cijantung dan Jatiwaringin itu punya negara?

Di Angkatan Darat memang complicated. Para senior di TNI Angkatan Udara pernah mengalami hal serupa, di Kompleks Trikora dan Halim Perdanakusuma. Tapi akhirnya ada salah satu kepala staf kami yang sangat tegas dan solusinya bagus. Kami menyelidiki pemilik rumah yang tidak mau kooperatif meninggalkan rumah dinas. Kami mendata lewat intelijen kami untuk mengetahui berapa rumah mereka dan ada di mana saja, akhirnya ketahuan. Mereka ternyata punya kontrakan di mana-mana, apartemen, rumahnya lebih dari satu.


Bagaimana cara memaksa mereka pergi?

Solusinya dengan mematikan listrik di rumah mereka. Kami bekerja sama dengan PLN. Dengan begitu, mereka keluar sendiri.

Mereka tetap dikasih kompensasi?

Iya, tetap ada kompensasi. Sebenarnya mereka bisa tinggal meski purnawirawan sudah meninggal, selama masih ada warakawurinya (istri).


Kami menemukan praktik oper VB (verhuis besluit) alias pengalihan surat izin penghunian kepada tentara yang masih aktif dengan biaya Rp 400-800 juta. Apakah ini legal?

Oper VB tidak ada aturannya. Karena ada demand dan supply, akhirnya ya begitu.

Penghuni rumah negara membayar pajak, listrik, dan air sendiri?

Kami memang membayar sendiri pajak, listrik, biaya perawatan. Kalau dibayari negara, ya, enak banget, he-he-he.... Meski bayar sendiri, kami harus tetap angkat kaki jika masa menempati sudah habis. Misalkan saja saya di Kompleks Halim Perdanakusuma. Kami mempunyai aturan bahwa tiga tahun setelah purnatugas harus pergi dari sana. Setelah pensiun, tahun pertama rumah ditempeli stiker hijau, tahun kedua stiker kuning atau oranye, tahun ketiga stiker merah.

Stiker merah berarti harus angkat kaki?

Jika sudah stiker merah tidak mau pergi, siap-siap saja Pom (Polisi Militer) datang bersama truk dan pasukannya. Kepala staf kami tegas. Rumah itu untuk prajurit yang masih muda dan paling membutuhkan.

Di Cijantung, ada jenderal yang memiliki rumah lebih dari satu kaveling. Mereka juga mempunyai beberapa rumah di tempat lain.…

Itu di luar kewenangan saya.

Bukankah Kementerian Pertahanan juga mengurusi soal rumah-rumah negara?

Kami mengurus pembuatan kebijakan dan aturannya. Kami membuatkan roadmap. Perwira-perwira muda pasti ingin menempati rumah. Dalam perhitungan kami, sampai saat ini, rumah prajurit masih kurang banyak. Saya tidak ingat pasti jumlahnya, tapi kalau dihitung normal dengan anggaran yang kami miliki, rumah prajurit itu baru terpenuhi semuanya dalam waktu 65 tahun ke depan. Kami punya terobosan dengan minta ke pemerintah melalui rencana strategis lima tahun hingga 15 tahun ke depan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus