Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Jalur Internet Kosong Pulau Burung

Empat bulan setelah diresmikan Presiden Joko Widodo, Palapa Ring belum bisa menyediakan Internet di Papua dan Papua Barat. Ibarat membangun rel tanpa kereta.

29 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROYEK ini tidak berjalan seperti yang digembar-gemborkan: Palapa Ring. Diberi nama seperti sumpah Patih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, untuk menyatukan Nusantara, pembangunan 12 ribu kilometer serat optik oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika itu diklaim bakal menghubungkan Internet semua kabupaten/kota di Indonesia. Kenyataannya, “Sumpah Palapa” belum menaklukkan sebagian besar wilayah di Papua dan Papua Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Empat bulan telah lewat sejak Palapa Ring Timur—porsi terakhir dari proyek yang dimulai pada 2016 ini—rampung. Saat meresmikannya pada pertengahan Oktober 2019, Presiden Joko Widodo menyatakan setiap warga Indonesia dari Sabang sampai Merauke memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses Internet. Jokowi menyebut proyek ini dengan istilah “Tol Langit”. Toh, di kebanyakan daerah di Papua dan Papua Barat, yang tersedia hanyalah bentangan serat optik tanpa sambungan Internet. Ibaratnya, pemerintah hanya menyediakan rel tanpa kereta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak ada operator telekomunikasi yang tertarik menyediakan layanan di luar kota-kota besar di sana. Sebab, mereka perlu membayar sewa ke PT Telkom sebagai pemilik jalur koneksi. Hitung-hitungan mereka menyatakan bakal merugi jika memaksakan diri beroperasi di wilayah yang pengguna Internetnya tidak sampai 3 juta orang dan tersebar di 786 ribu kilometer persegi itu. Bandingkan, misalnya, dengan Maluku dan Maluku Utara, yang dihuni 1,8 juta warganet dan terkonsentrasi di 78 ribu kilometer persegi daratan.

Menunggu datang permintaan atau menyediakan penawaran di wilayah berpenduduk kecil memang ibarat ayam dan telur. Pemerintah memilih membangun infrastruktur meski penggunanya masih minim. Negara membangun proyek Rp 7,71 triliun—Rp 5,13 triliun di antaranya untuk Palapa Ring Timur—itu dari dana universal service obligation (USO) operator telekomunikasi. Namun, untuk membuat prasarana tersebut berfungsi, masih ada satu langkah yang di luar perhitungan pemerintah, yaitu peran operator. Melepas fungsi tersebut ke mekanisme pasar sama dengan menjadikan Tol Langit melayang-layang tanpa makna.

Dampaknya sudah dirasakan masyarakat Papua dan Papua Barat. Alih-alih menikmati teknologi seperti janji Jokowi, mereka kesusahan. Untuk mendaftarkan diri sebagai calon pegawai negeri, yang wajib dilakukan secara online, misalnya, mereka harus berduyun-duyun meninggalkan distrik ke kota besar, seperti Sorong. Sekolah-sekolah mengeluarkan biaya ekstra untuk menyewa server supaya bisa terhubung dengan Internet via satelit untuk menjalankan Ujian Nasional Berbasis Komputer. Sedangkan pemerintah daerah kelimpungan saat Kementerian Dalam Negeri mengajak rapat bulanan lewat telekonferensi. Warga Papua dan Papua Barat justru menjadi korban Tol Langit.

Presiden Jokowi hendaknya tidak memaksakan diri atau bawahannya meresmikan suatu proyek yang belum sepenuhnya rampung. Seremoni Palapa Ring berlangsung enam hari sebelum pelantikannya sebagai presiden periode 2019-2024. Di periode kedua, dia mengganti Menteri Komunikasi dan Informatika dari Rudiantara ke Johnny G. Plate. Ia semestinya memastikan jaringan yang telah terbangun tidak sia-sia.

Ada sejumlah opsi untuk memenuhi janji Jokowi. Pertama, mendorong Telkom menyediakan layanan hingga kabupaten dan kota. Badan usaha milik negara ini memang hampir pasti merugi—seperti Pertamina yang tertekan kebijakan bahan bakar minyak satu harga. Kedua, pemerintah mengisi jaringan kosong tersebut, sehingga operator yang ingin menyewa jalur koneksi berhubungan dengan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika di Kementerian Komunikasi dan meninggalkan mekanisme bisnis. Mahal, tapi itulah harga yang harus dibayar untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan tanggung-tanggung.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus