Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAAT menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian, Bambang Kayun Panji Sugiharto adalah salah seorang taruna yang cukup disegani. Pria yang kini berusia 52 tahun itu pernah menjadi komandan kompi korps di angkatannya. Ia lulus pada 24 Juni 1993 bersama 234 taruna lain. Mereka menamai angkatan 1993 itu Pesat Gatra.
Rekan seangkatannya di Akademi Kepolisian, Brigadir Jenderal Mardiaz Kusin Dwihananto, mengenal Bambang sebagai taruna yang baik, bertanggung jawab, dan pintar. Tapi Mardiaz tak mengetahui rekam jejak Bambang saat di lapangan. “Sejak lulus saya tidak pernah tugas bareng,” kata mantan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara itu.
Setelah upacara kelulusan di Istana Negara, mereka berpisah dan bertugas di segala penjuru Tanah Air. Sebagai salah seorang jebolan Akademi Kepolisian yang berprestasi, Bambang Kayun ditempatkan di Jakarta. Perwira muda kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, itu langsung menerima jabatan mentereng: Komandan Tim Walet Direktorat Samapta Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.
Pada 1996, ia menerima promosi sebagai Kepala Unit Intelijen Kepolisian Sektor Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dua tahun kemudian ia bertugas dengan jabatan serupa di Polsek Pademangan, Jakarta Utara. Sepuluh tahun kemudian, ia terbang ke Kalimantan barat karena dipromosikan sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Pontianak.
Tak ditemukan catatan khusus saat Bambang menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal. Tapi, sejak saat itu, ia tak lagi bertugas di bidang reserse. Ia kembali ke Jakarta dan menjabat Kepala Subbagian Pengkajian dan Pengembangan Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepolisian RI. Pada akhir 2000-an, karier Bambang mulai meredup. Hingga kini Bambang tak pernah menjadi pemimpin wilayah yang setara dengan kepala kepolisian resor.
Kariernya tak semoncer Mardiaz yang pernah menjabat Kepala Kepolisian Resor Medan dan Jakarta Selatan serta teman seangkatan lain. Meski masih banyak yang berpangkat komisaris besar, lulusan Akademi Kepolisian 1993 sudah banyak yang menyandang tanda bintang. Di antaranya Kepala Polda Gorontalo Inspektur Jenderal Helmy Santika dan Kepala Polda Banten Inspektur Jenderal Rudy Heriyanto Adi Nugroho. Ada pula Kepala Polda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa yang akhirnya dicopot karena terseret kasus penyelundupan barang bukti sabu.
Ketua Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso menilai Bambang bukan satu-satunya perwira yang lambat meniti karier. Di luar urusan prestasi, menurut dia, promosi jabatan di tubuh Polri ikut dipengaruhi peran senior sebagai pengatrol dengan memberi rekomendasi kepada junior.
Rekomendasi seorang senior terbentuk karena kultur kerja, ketaatan, dan kinerja baik formal maupun nonformal. “Mereka juga harus memegang kerahasiaan jejaring masing-masing. Siapa pun yang melanggar prinsip itu pasti tersingkir,” tutur Sugeng.
Bambang Kayun saat masih belajar di Akademi Kepolisian angkatan 1993. (http://pesatgatra.com/)
Penugasan terakhir Bambang Kayun adalah Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan Hak Asasi Manusia Divisi Hukum Polri. Ia mengemban jabatan tersebut sejak 2013. Menurut beberapa polisi yang bertugas di Polri, sosok Bambang Kayun tak terlalu menonjol. Ia kerap berpenampilan sederhana dan tak terlihat kaya.
Jabatan terakhir itulah yang menyeret Bambang ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia disangka menerima suap berupa mobil mewah dan uang tunai sebesar Rp 56 miliar. Ia sempat melawan penetapan status tersangka itu lewat gugatan praperadilan, tapi ditolak hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK menahan Bambang sejak Selasa, 3 Januari lalu.
Bambang diduga menjadi makelar dan membocorkan penyidikan kasus sengketa ahli waris Mochammad Said Abdulrahman Kapi yang ditangani Badan Reserse Kriminal Polri. “Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri.
Bambang tak menjawab pertanyaan wartawan saat keluar dari gedung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan, pada Selasa, 3 Januari lalu. Pengacaranya saat pengajuan gugatan praperadilan, Jiffy Ngawiat Prananto, tak merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 14 Januari lalu.
Markas Besar Kepolisian RI belum memberi sanksi administratif selepas penahanan Bambang Kayun. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan kasus itu sudah ditangani Divisi Profesi dan Pengamanan lewat mekanisme sidang etik. “Masih menunggu keputusan,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo