Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELEPAS menandatangani kontrak dengan PT Adhi Karya pada awal 2022, Direktur PT Fajar Abadi Putra, A. Faisal, mulai memburu pasokan material di sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta. Kerja sama itu mewajibkan PT Fajar Abadi memasok tanah uruk ke pembangunan seksi 1 dan 6 proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen dengan harga Rp 81 ribu per kubik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT Fajar Abadi sebenarnya sudah memiliki lahan seluas 1,7 hektare di Dusun Kandangan, Kalurahan Margodadi, Kapanewon Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Masalahnya, PT Fajar Abadi belum mengantongi dokumen dan izin apa pun untuk mengeruk dan mengangkut tanah di lahan mereka. “Kami tidak bisa menambang di sana,” kata Faisal kepada Tempo pada 26 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Faisal sempat memburu pasokan tanah hingga Kulon Progo, tapi tak berhasil. Ia lantas melirik perusahaan tambang yang selama ini sudah mengeruk tanah di lahan persis di sebelah milik PT Fajar Abadi, yaitu PT Karya Indah Putra. Titik tambang pun dekat dengan proyek jalan tol. Lokasi tambang PT Karya Indah berada di Dusun Kwagon, Kalurahan Sidorejo, Kapanewon Godean, Kabupaten Sleman, bersebelahan dengan lahan PT Fajar Abadi.
Kedua perusahaan bersepakat menjalin kerja sama. Faisal membeli tanah yang diuruk PT Karya Indah dan mengangkutnya ke proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen menggunakan truk PT Fajar Abadi.
PT Karya Indah Putra mulanya perusahaan pengembang perumahan. Mereka menambang di lahan seluas 5 hektare milik mereka di Dusun Kwagon sejak 2017. Sebelumnya mereka mengantongi izin prinsip untuk pembangunan perumahan dan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus (IUP-OPK) pengangkutan dan penjualan. Masalahnya, izin menambang PT Karya kedaluwarsa sejak 2020.
Kala itu mereka tetap menambang. Sebagian tanah uruk tetap diangkut ke proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen yang groundbreaking-nya dilakukan pada 30 Maret 2022. Faisal mengatakan sebagian bidang tanah lain dijual secara ketengan kepada berbagai pembeli. “Jadi, kalaupun ada tanah uruk kami yang masuk proyek jalan tol, jumlahnya enggak banyak,” Faisal berkilah.
PT Fajar Abadi pernah membantu memperpanjang izin milik PT Karya Indah dengan membantu pengurusan IUP-OPK pengangkutan dan penjualan ke pemerintah setempat. Upaya itu gagal.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral Daerah Istimewa Yogyakarta Anna Rina Herbranti mengatakan pihaknya sudah mengetahui masa berlaku IUP milik PT Karya berakhir pada 2020. Ia menegaskan, PT Karya adalah pengembang perumahan, bukan pertambangan.
Tapi, sejak lahan di Dusun Kwagon digarap pada 2017, kompleks perumahan yang dicanangkan tak kunjung dibangun. “Jadi enggak ada lagi izin dari kami setelah IUP-nya habis,” tutur Anna.
Meski tak mengantongi izin, PT Karya Indah terus mengeruk tanah di Desa Kwagon. Dinas Pekerjaan Umum DIY juga mengetahui PT Fajar Abadi ikut serta. Maka, pada 15 Mei 2023, Dinas Pekerjaan Umum melayangkan surat kepada PT Fajar Abadi dan PT Karya Indah agar berhenti menambang. “Tapi malah lanjut terus,” ucap Anna. Surat kedua lantas dikirimkan pada 23 November 2023. Tapi peringatan itu lagi-lagi diabaikan.
Anna akhirnya mengadukan dugaan penambangan ilegal itu ke Kepolisian Daerah DIY dan Kejaksaan Tinggi DIY. Ia berharap penegak hukum menindak sejumlah tambang ilegal, termasuk PT Karya Indah dan PT Fajar Abadi. Lahan PT Fajar Abadi di Dusun Kwagon ikut terseret dan masuk kategori pertambangan tanpa izin.
Anna tidak mengetahui berapa volume tanah uruk ilegal yang sudah diambil dan dikirim ke proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen. Ia memastikan tak ada izin penambangan di Dusun Kandangan, Sleman. Ia mengatakan PT Fajar Abadi menambang di sana untuk menata dan menyiapkan perumahan. Tapi alasan itu diduga akal-akalan. “Penambangan PT Fajar ilegal,” tuturnya.
Tempo mendatangi kantor PT Karya Indah Putra di Kota Yogyakarta untuk mengirimkan surat wawancara mengenai pengurukan tanah di Dusun Kwagon. Surat yang sama juga dikirim ke alamat e-mail perusahaan. Tapi, hingga 27 Januari 2024, surat itu tak kunjung berbalas.
Direktur PT Fajar Abadi Putra, A. Faisal, mengaku pihaknya pernah menguruk tanah di Dusun Kwagon. Tapi ia mengklaim sudah memutus kerja sama dengan PT Karya Indah setelah izin tak kunjung turun dari pemerintah daerah. “Butuh waktu lama. Akhirnya enggak jadi kerja sama,” katanya.
Untuk membuktikan pernyataan Faisal, Tempo menelusuri lokasi tambang PT Fajar Abadi di Dusun Kandangan dan PT Karya Indah di Dusun Kwagon. Warga sekitar memastikan kedua lokasi itu pernah ditambang secara besar-besaran.
Kedua lokasi tambang itu berada di perbukitan yang memanjang 2 kilometer di zona inti geoheritage Sleman. Warga setempat mengenalnya sebagai Gunung Wungkal karena banyak mengandung batu wungkal yang biasa dipakai mengasah pisau.
Kawasan geoheritage Sleman terdiri atas zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan. Khusus untuk zona inti, ada aturan yang melarang eksploitasi. “Kalau dibiarkan, lama-lama bisa habis,” kata dosen geologi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta yang juga anggota tim pengusul geoheritage Sleman, Jatmika Setiawan.
Setelah diadukan ke kepolisian dan kejaksaan, penambangan PT Fajar Abadi dan PT Karya Indah akhirnya berhenti. Ketika Tempo meninjau lokasi tersebut pada 23 Januari 2024, hanya terlihat sisa-sisa aset perusahaan di lokasi bekas penambangan. Ruang perkantoran milik PT Karya Indah juga terlihat kosong. “Dulu sempat dijanjikan PT Karya Indah jadi lokasi perumahan berbasis wisata,” ujar Sugimin, ketua rukun tetangga setempat.
Pekerja menyelesaikan pembangunan jalan tol Yogyakarta-Bawen di Seyegan, Sleman, DI Yogyakarta, 12 Januari 2024. Antara/ Andreas Fitri Atmoko
Meski dicap ilegal oleh pemerintah daerah, PT Fajar Abadi tetap memasok tanah uruk untuk proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen. Mereka mengambil tanah dari lahan di samping taman permakaman umum dan belakang proyek perumahan Panorama Resort di Sleman. Lokasinya tak jauh dari tambang di Dusun Kwagon dan Kandangan yang sudah ditutup.
Tempo menyaksikan puluhan truk hilir-mudik setiap jam mengangkut tanah uruk menuju proyek jalan tol di daerah Mlati, Sleman. “Kalau ini sudah berizin,” Faisal berkilah.
Corporate Secretary PT Adhi Karya, Farid Budiyanto, mengaku sudah mendengar kabar mengenai pasokan tanah uruk ke proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen yang dituding ilegal. Tapi, setelah ditelusuri, kabar itu muncul lantaran ada persaingan antar-subkontraktor. Ia mengklaim tanah uruk yang masuk ke proyek sudah berizin. “Karena proyek besar, prosedur perizinan harus dipatuhi,” tuturnya.
Dari penelusuran Tempo, pasokan tanah uruk ilegal ke proyek jalan tol Yogyakarta-Bawen masih berlangsung. Warga Desa Banjaroyo, Kalibawang, Kulon Progo, misalnya, sudah lama mengetahui dua lokasi tambang ilegal di daerah tetangga mereka, Desa Bigaran, yang masuk wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Mereka tahu karena truk pengangkut tanah uruk dari Desa Bigaran melintasi kantor Kepala Desa Banjaroyo untuk menuju proyek jalan tol. Tempo turut menyaksikan hilir-mudik truk bermuatan tanah uruk melintasi Desa Banjaroyo hingga malam. “Padahal warga desa sudah memberi batas operasi sampai jam 6 sore,” kata Suroto, warga Desa Banjaroyo.
Sejak Januari 2022, pemerintah pusat sebenarnya sudah menyadari adanya persoalan izin penambangan quarry yang salah satunya tanah uruk di berbagai proyek nasional. Modus yang sama diduga terjadi dalam pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo. “Proyek tersebut mengalami kesulitan suplai material yang memadai,” ucap Tenaga Ahli Deputi I Kantor Staf Presiden Mas Muhammad Gibran Sesunan.
Material dikatakan memadai jika sesuai dengan izin dan spesifikasi serta lokasi pengambilannya dekat dengan lokasi proyek. Kesulitan suplai material ini terjadi seiring dengan munculnya banyak aktivitas tambang baru yang legal dan ilegal di sekitar lokasi proyek.
Beberapa hari menjelang groundbreaking jalan tol Yogyakarta-Bawen, Kepala Badan Pengelola Jalan Tol Danang Parikesit menerbitkan surat yang ditujukan kepada semua badan usaha jalan tol—sebutan bagi pemilik jalan tol. Mereka diminta memastikan semua lokasi quarry yang digunakan berizin. “Surat itu meneruskan surat Deputi Kepala Staf Presiden,” ujar Danang.
Informasi mengenai keberadaan tambang ilegal itu rupanya sudah lama mendarat di meja Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi antirasuah juga menemukan pola yang sama dalam proyek nasional di Jawa Tengah. “Memang ada info seperti itu untuk proyek strategis nasional,” kata anggota tim Satuan Tugas Pencegahan Korupsi KPK, Azril Zah.
KPK pernah mengubek-ubek rencana kerja dan anggaran biaya beberapa perusahaan tambang galian C atau mineral bukan logam dan batuan yang berizin. Hasilnya, proyeksi tanah yang dikeruk semua perusahaan ini dianggap terlalu kecil dibandingkan dengan kebutuhan proyek strategis nasional di DIY dan Jawa Tengah. Sementara itu, lokasi yang kaya dengan galian ini adalah Sleman di DIY serta Klaten dan Magelang di Jawa Tengah. “Tiga daerah itu memang banyak yang ilegal,” tutur Azril.
Dari temuan itu, KPK menerbitkan surat imbauan kepada para kepala daerah untuk menyetop penambangan ilegal. Imbauan dari KPK inilah yang menjadi dasar laporan Dinas Pekerjaan Umum DIY ke kepolisian dan kejaksaan. Dalam surat aduannya pada 23 November 2023, Anna Rina Herbranti menuliskan ada 22 titik tambang tak berizin, termasuk lokasi tambang PT Fajar Abadi Putra. Belakangan, angka itu bertambah menjadi 26 titik.
Baca Juga:
Penambangan ilegal itu juga menjadi sorotan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta. Mereka menemukan hal yang sama dalam pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo. Modusnya pun serupa.
Selain menggunakan izin tak sesuai dengan peruntukan, penambangan tanah uruk di DIY menggunakan modus “dokumen terbang”. Istilah ini digunakan untuk “memutihkan” hasil tambang yang diambil dari kawasan ilegal dengan menggunakan dokumen dari perusahaan yang berizin. “Dengan modus itu, material yang ditambang dibawa ke luar dan menuju proyek jalan tol,” ucap Deputi Walhi Yogyakarta Dimas R. Perdana.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lani Diana, M. Khoiry Alfarizi, dan Shinta Maharani dari Yogyakarta berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tambang Terlarang Tol Yogyakarta"