Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Malam Kelam di Markas Prajurit

Sejumlah anggota Tentara Nasional Indonesia diduga menganiaya sopir angkutan berbasis aplikasi di dalam markas Komando Resor Militer 042 Garuda Putih, Jambi. Menjadi korban penipuan, sang sopir justru ditetapkan sebagai tersangka.

21 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sopir taksi online di Jambi disekap tentara.

  • Polisi menjerat sopir itu dengan pasal penggelapan.

  • Sopir itu ditipu penumpang yang menyewa mobilnya.

WAHYUDI Eka Putra menjadi pendiam sejak sebulan lalu. Pria yang dulu periang itu kini irit bicara. “Ia bahkan selalu menunduk karena tak berani menatap lawan bicara,” kata Sarbaini, pengacara Wahyudi, kepada Tempo, Kamis, 19 Desember lalu.

Hari itu pria 40 tahun tersebut rencananya menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jambi. Agenda berubah. Sarbaini tak mengetahui alasan penundaan sidang tersebut. Ia khawatir terhadap kondisi psikologis kliennya yang memburuk menjelang persidangan.

Wahyudi meringkuk di tahanan Kejaksaan Negeri Jambi sejak Senin, 25 November lalu. Kepolisian Resor Jambi menuduh bapak lima anak itu menggelapkan sebuah mobil milik Ningsih Susilawati.

Sebelum menjalani pemeriksaan di Polres Jambi, Wahyudi diduga diinterogasi dan dianiaya di markas Komando Resor Militer 042 Garuda Putih, Jambi. “Kami menyayangkan pemeriksaan dan dugaan penganiayaan di markas tentara itu,” ujar Sarbaini.

Ia menunjukkan foto-foto Wahyudi saat berobat di Rumah Sakit Santa Theresia, Jambi, Senin, 19 Maret 2018. Kedua bola matanya terlihat berwarna merah. Pelipis serta kantong matanya bengkak dan lebam. Dadanya memar. Kepada Sarbaini, Wahyudi mengaku dianiaya selama berada di Korem Garuda Putih.

Sekitar sebulan sebelum “menginap” satu malam di markas tentara itu, Wahyudi mengantar penumpang bernama Netti Herawati dari Bandar Udara Sultan Thaha, Jambi. Wahyudi bekerja sebagai sopir angkutan berbasis aplikasi. Dalam perjalanan, Netti meminta Wahyudi menyediakan tiga mobil rental untuk sepuluh hari.

Wahyudi menyanggupi permintaan itu. Selain menyewakan kendaraan miliknya, ia menggandeng temannya, Ali Usman Siregar, untuk menyediakan dua mobil lain. Netti membayar Rp 450 ribu per hari untuk tiap mobil. Beberapa hari kemudian, Netti meminta tambahan satu mobil. Wahyudi lantas menawarkan mobil kenalannya, Ningsih Susilawati, untuk memenuhi permintaan Netti.

Kejanggalan mulai terjadi pada 26 Februari 2018. Netti mulai sulit dihubungi. Setelah itu, ia tak bisa dikontak sama sekali. Netti menghilang bersama empat mobil rental itu. Kerja sama antara Wahyudi, Ali, dan Ningsih mulai retak. Ali melaporkan Netti ke Polres Jambi atas tuduhan penggelapan mobil. Sedangkan Ningsih melaporkan Wahyudi karena menyangkanya bagian dari sindikat penggelapan mobil.

Wahyudi mulai menerima teror sejak pertengahan Maret 2018. Sejumlah pria menginterogasi Wahyudi di dalam mobil di kawasan Jelutung, sebuah kecamatan di Kota Jambi. Dia mengaku dipaksa membuat surat pengakuan bahwa ia bagian dari sindikat penggelapan mobil. Seseorang yang mengaku polisi bahkan menodongkan pistol ke kepalanya agar menandatangani surat itu.

Lepas dari gerombolan itu, Wahyudi bertemu dengan seorang tentara berpangkat sersan kepala di Pasar Mama, juga di Kota Jambi, pada Sabtu, 17 Maret 2018. Tentara yang mengaku intel itu membawa Wahyudi ke markas Korem Garuda Putih sekitar pukul 11.00, lalu menginterogasinya di salah satu ruangan markas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wahyudi saat mendapatkan perawatan medis di Jambi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seusai makan malam, sejumlah tentara kembali menginterogasi Wahyudi. Mereka meminta Wahyudi menyebutkan keberadaan mobil-mobil rental itu. Ia selalu menjawab tidak tahu. Malam itu, Wahyudi mulai mengalami penganiayaan. Seorang tentara diduga meninju wajah Wahyudi hingga hidungnya berdarah, lalu ia tersungkur.

Saat Wahyudi mencoba berdiri, seorang tentara lain menyepak dadanya. Wahyudi terkapar. Saat ia terbaring di lantai, seseorang menusuk tapak tangannya dengan pulpen. Intimidasi dan penyiksaan itu berlangsung hingga pukul 22.00. “Dari keterangan korban, penganiayaan itu diduga dilakukan di ruang intel Korem,” kata Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Manager Nasution, Jumat, 20 Desember lalu.

Wahyudi “menginap” di Korem Garuda Putih hingga pukul 22.00, Ahad keesokan harinya. Ia tak langsung pulang ke rumah. Polisi memboyong Wahyudi dari markas Korem ke Polres Jambi. Wahyudi diperiksa atas tuduhan penggelapan mobil hingga Senin subuh.

Wahyudi lalu melaporkan penganiayaan itu kepada sejumlah pihak setelah memeriksakan luka-luka di tubuhnya di rumah sakit. Ia meminta bantuan Sarbaini untuk mendampinginya selama proses pelaporan dan pemeriksaan polisi. Wahyudi juga melapor ke LPSK. “Kami memutuskan melindungi dia sejak 31 Januari 2019,” ujar Manager.

Salah satu alasan LPSK melindungi Wahyudi adalah ada tekanan setelah penganiayaan tadi. Manager menyebutkan tim LPSK menemukan dugaan intimidasi oleh personel Korem Garuda Putih. “Beberapa oknum di Korem diduga mengancam Wahyudi dan keluarganya jika melaporkan penganiayaan itu,” katanya.

Wahyudi juga melaporkan penganiayaan itu ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) II/2 Jambi pada Agustus 2018. Beberapa bulan kemudian, ia melapor ke Ombudsman Kota Jambi karena merasa tak mendapat respons atas laporan tersebut.

Ketua Ombudsman Kota Jambi Jakfar Akhmad menyebutkan lembaganya langsung mengklarifikasi pengaduan itu ke Denpom. “Kami meminta laporan itu ditindaklanjuti,” ucap Jakfar, Kamis, 19 Desember lalu.

Denpom menetapkan seorang tentara berpangkat kapten dan seorang sersan kepala sebagai tersangka penganiayaan Wahyudi. Manager menyayangkan pemeriksaan itu tak berlanjut ke Pengadilan Militer. Tersangka yang berpangkat sersan kepala hanya menjalani hukuman kurungan di ruang khusus selama 21 hari. “Mereka beralasan hukuman itu dinilai cukup karena korban tak mengalami luka yang fatal,” kata Manager.

Pemeriksaan Wahyudi di Polres Jambi juga tetap berjalan. Sarbaini mengatakan penyidik menetapkan Wahyudi sebagai tersangka penggelapan mobil pada 30 April lalu, lebih dari setahun setelah Netti Herawati menipu kliennya. Mereka beralasan memiliki cukup bukti untuk menjerat Wahyudi. Sarbaini meyakini kliennya justru menjadi korban karena mobilnya juga raib. “Tidak terlihat niat Wahyudi untuk menggelapkan mobil-mobil rental itu,” tuturnya.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jambi Komisaris Suhardi Heri Haryanto mengaku tak bisa menjelaskan duduk perkara kasus Wahyudi karena sedang berada di luar kota. “Saya masih ada kegiatan di luar kantor,” ujarnya lewat pesan pendek, Kamis, 19 Desember lalu.

Seorang petinggi Korem Garuda Putih yang tak mau disebutkan namanya meminta Tempo mengkonfirmasi soal penganiayaan dan pemeriksaan dua tersangka dari tentara kepada Denpom Jambi. Wakil Komandan Denpom II/2 Jambi Mayor CPM Achep Maman enggan menjelaskan penganiayaan Wahyudi dan pemeriksaan kedua tentara. “Denpom Jambi sudah melimpahkan ke Oditur Militer ke Palembang,” katanya lewat pesan pendek, Kamis, 19 Desember lalu.

YOGI EKA SAHPUTRA (JAMBI), MUSTAFA SILALAHI (JAKARTA) 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus