Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Tahniah Seusai Eksekusi Altantuya

Mantan anggota pasukan khusus Polisi Diraja Malaysia buka mulut soal pemberi perintah pembunuhan Altantuya. Najib Razak menuding ada campur tangan pemerintah Mahathir di balik pengakuan itu.

21 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INSPEKTUR Kepala Azilah Hadri bungkam cukup lama atas nasib yang menimpanya. Mantan anggota pasukan khusus Polisi Diraja Malaysia itu kini menghadapi vonis mati dan mendekam di Penjara Kajang, Sungai Jelok, Selangor, karena pembunuhan perempuan asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, pada 2006. Ia kini buka mulut soal siapa pemberi perintah berdarah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pengakuan melalui surat permohonan peninjauan kembali atas kasusnya, yang dirilis Malaysiakini, Senin, 16 Desember lalu, Azilah menyebut dua nama pemberi perintahnya: Najib Razak dan Abdul Razak Baginda. Saat itu, Najib Razak adalah wakil perdana menteri merangkap menteri pertahanan yang kemudian menjadi perdana menteri. Abdul Razak adalah anggota staf khusus Najib.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keluarga Altantuya, yang menggugat pemerintah Malaysia atas kasus pembunuhan itu, menyebut informasi Azilah tersebut mengejutkan. “Jika tuduhan tersebut terbukti benar, harus ada penuntutan terhadap mereka yang terlibat,” kata Ramkarpal Singh, anggota tim pengacara keluarga Altantuya, dalam pernyataan yang diterima Tempo, Rabu, 18 Desember lalu.

Pengacara Azilah, J. Kuldeep Kumar, membenarkan kabar bahwa kliennya mengajukan permohonan peninjauan kembali atas kasusnya. Pengadilan tinggi Malaysia juga telah menetapkan jadwal sidangnya pada 20 April 2020. “Kami ingin putusan Pengadilan Federal (yang menghukum Azilah) dikesampingkan dan meminta adanya pengadilan ulang,” ujarnya.

Altantuya diketahui memiliki hubungan asmara dengan Abdul Razak. Pada 2002, ia menjadi perantara kesepakatan senilai US$ 1,1 miliar bagi Kementerian Pertahanan Malaysia untuk membeli dua kapal selam Scorpene dari Prancis. Altantuya diduga menuntut US$ 500 ribu untuk “uang tutup mulut” atas korupsi dalam kesepakatan itu, yang memicu spekulasi sebagai penyebab dia dibunuh.

Awalnya Altantuya dilaporkan hilang pada 19 Oktober 2006. Terakhir kali dia diketahui berada di dekat rumah Abdul Razak di kawasan elite Damansara, Kuala Lumpur. Dalam persidangan kemudian terungkap bahwa model yang dibesarkan di Rusia itu dibunuh Azilah bersama koleganya sesama polisi pasukan khusus, Sirul Azhar Umar. Altantuya tewas dengan dua tembakan. Jenazahnya dihancurkan dengan peledak C4 di sebuah hutan di daerah Petaling, Negeri Selangor.

Azilah dan Sirul akhirnya dinyatakan bersalah dalam sidang 9 April 2009 dan divonis hukuman gantung sampai mati. Keduanya mengajukan permohonan banding dan menang. Dalam sidang 23 Agustus 2013, hakim membebaskannya. Jaksa mengajukan permohonan banding ke pengadilan federal dan dikabulkan. Dalam sidang 13 Januari 2015, keduanya kembali dinyatakan bersalah dan dihukum mati.

Saat kasusnya sedang dalam proses banding di pengadilan federal, akhir 2014, Sirul melarikan diri ke Australia dan meminta suaka. Australia menolak permintaan itu. Saat dinyatakan bersalah, Sirul belum dipulangkan oleh Australia karena ia terancam hukuman mati di Malaysia.

Selain itu, Abdul Razak diadili karena terlibat persekongkolan dalam pembunuhan tersebut. Tapi, dalam sidang 31 Oktober 2008, ia dibebaskan karena dakwaan dianggap tidak memadai. Jaksa juga tak mengajukan permohonan banding atas putusan itu.

Meski pelaku sudah diketahui, otak pembunuhan itu masih misterius. Titik terang sempat muncul pada Mei 2018. Saat itu, Najib Razak lengser dari kursi perdana menteri setelah partainya kalah dalam pemilihan umum Mei 2018 dan posisinya diisi oleh Mahathir Mohamad dari Pakatan Harapan. Ketika itu, tulis Guardian, Sirul mengaku siap membuka fakta sebenarnya asalkan dia mendapatkan pengampunan penuh. Tawaran itu kurang bersambut sampai akhirnya Azilah angkat bicara soal siapa pemberi perintah pembunuhan tersebut dalam surat permohonan tertanggal 17 Oktober 2019.

Menurut Azilah, permintaan itu disampaikan Najib di rumahnya di Sri Kenangan, Pekan, Pahang, 17 Oktober 2006. Ia di sana karena memang pengawal Najib, yang saat itu wakil perdana menteri. Deputi Superintenden Polisi Musa Safri, pengawal Najib, meminta dia menemui bosnya di dalam karena akan ada tugas sulit di Kuala Lumpur. Saat ditanyai apa tugasnya, Musa menjawab, “Penugasan sulit melibatkan hal keselamatan negara.”

Dalam pertemuan selama 5-10 menit itu, Najib memberitahukan adanya intel asing di Kuala Lumpur yang mengancam dia dan anggota staf khususnya, Abdul Razak Baginda. Intel perempuan itu digambarkan berbahaya karena mengetahui banyak rahasia Malaysia. Azilah menyarankan Najib membuat laporan polisi. Najib tidak setuju dengan alasan hal ini tidak boleh diketahui publik karena melibatkan ancaman terhadap keselamatan negara.

Najib, kata Azilah, mengarahkan untuk menjalankan operasi buat menangkap dan mengenyahkan perempuan yang disebut sebagai intel Rusia itu. Ia sempat bertanya apa maksudnya dengan menangkap dan mengenyahkan. Najib menjawab sambil menunjukkan isyarat memotong leher, “Tembak mati.” Najib juga yang menyarankan agar memusnahkan jenazahnya dengan bahan peledak. Seusai pertemuan itu, Najib meminta Azilah bertemu dengan Abdul Razak di Kuala Lumpur.

Keesokan harinya Azilah pulang ke Kuala Lumpur. Tak berselang lama, Abdul Razak menelepon dan meminta dia datang ke kantornya di Getah Asli. Setelah bertemu, Azilah baru teringat bahwa laki-laki ini yang menemani Najib dalam sebuah lawatan ke London. Abdul Razak lantas membacakan pesan di dalam surat berukuran A4. Surat itu berisi informasi soal intel asing yang dimaksud Najib: perempuan tersebut warga negara Mongolia bernama Altantuya; punya paspor Mongolia, Prancis, dan Rusia. Wajahnya seperti orang Cina. Dia adalah intel dan banyak rahasia negara yang diketahuinya. Najib risau intel itu akan membuka rahasia-rahasia tersebut.

Saat Azilah bertanya apa ancaman dari perempuan itu, Abdul Razak mengatakan si perempuan meminta uang dalam jumlah besar. Merasa tuntutannya tak dipenuhi, perempuan itu mengancam akan membocorkan informasi rahasia yang dimilikinya. Rahasia negara yang diketahui Altantuya, menurut Azilah, soal “kekuatan aset dan keselamatan negara, hubungan pribadi wakil perdana menteri dan Abdul Razak dengan intel tersebut”.

Abdul Razak juga menceritakan kunjungan Najib ke London untuk meninjau peralatan pertahanan di Farnborough Air Show. Saat itu, ia juga bertanya apakah Azilah masih ingat soal perempuan di lobi sebuah kondominium di London. Azilah mencoba mengingat-ingat, tapi tidak yakin. Kata Abdul Razak, perempuan itulah yang dia maksud sebagai intel asing bernama Altantuya.

Azilah kembali menyarankan Abdul Razak melapor ke polisi, tapi ide itu ditolak. Ia sempat menyampaikan keberatannya untuk melakukan operasi rahasia ini. Abdul Razak lantas mengingatkan soal arahan Najib di Pekan, Pahang, sehari sebelumnya. Azilah juga diminta tidak khawatir ada masalah yang ditimbulkan oleh operasi rahasia itu karena Najib akan membelanya. Azilah sempat bertanya bagaimana dia tahu Najib memberi arahan. Abdul Razak mengatakan bahwa Najib yang menghubungi dia.

Meski agak keberatan, Azilah akhirnya setuju melakukan operasi rahasia itu. Abdul Razak memberikan arahan yang sama dengan Najib soal bagaimana cara mengenyahkan Altantuya. Seusai pertemuan, Azilah menelepon Musa dan kembali menyampaikan keberatan, termasuk karena harus melakukan operasi ini sendirian. Musa memberi tahu bahwa ia boleh mencari anggota Iain. Ia akhirnya menghubungi koleganya, Sirul.

Mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak sebelum mengikuti persidangan di Kuala Lumpur, Malaysia, 3 Desember 2019. Reuters/Lim Huey Teng

Azilah minta agar operasi ini diberitahukan kepada atasannya, tapi Musa mengatakan “tidak usah”. Untuk lebih memastikan, Azilah menanyakan lagi soal jaminan bahwa Najib dan Abdul Razak akan melindunginya jika ada masalah seusai operasi ini. Saat itu, kata Azilah, Musa menjawab “Ya”.

Pada 19 Oktober 2006 sedianya Azilah mengawal Najib ke Hong Kong. Entah mengapa penugasan itu dibatalkan. Abdul Razak kemudian menelepon bahwa Altantuya ada di depan rumahnya di Bukit Damansara. Azilah pun bergegas ke sana. Saat itulah Azilah menyadari bahwa Altantuya adalah perempuan yang pernah dia lihat di London saat mengawal Najib. Singkat cerita, Azilah dan Sirul mendekati Altantuya dan memintanya masuk ke mobil. Altantuya dibawa ke sebuah hutan di Negara Selangor dan mereka mengeksekusinya pada malam itu. Begitu selesai, Azilah melapor kepada Musa dan Abdul Razak.

Keesokan harinya, Azilah mengawal Najib di rumah dinasnya di Sri Satria, Putrajaya. Menurut Azilah, hari itu Najib tersenyum kepadanya dan menyalaminya sambil mengucapkan “tahniah” dan “thank you”.

Namun cerita berikutnya tak berjalan sesuai dengan keinginan Azilah. Ia tidak mendapatkan perlindungan dan pembelaan seperti yang dijanjikan setelah polisi menangkapnya dan kasusnya masuk ke pengadilan.

Najib menyebut pengakuan Azilah itu “rekayasa lengkap oleh orang putus asa yang berusaha melarikan diri dari tiang gantungan”. Ia menilai kasus ini sebagai upaya pemerintah Mahathir untuk memenjarakannya, selain melalui pengadilan kasus skandal korupsi perusahaan pelat merah 1MDB. “Hanya melalui ini Pakatan Harapan bisa membungkamku,” ujarnya, seperti dilansir Malaysiakini.

Muhammad Shafee Abdullah, pengacara Najib Razak, menuduh pengakuan Azilah ini direncanakan. Dia menuding mantan polisi itu dikeluarkan dari penjara Kajang pada Februari lalu untuk bertemu dengan “orang penting”. Petugas penjara membantahnya dan mengatakan Azilah keluar dari penjara hanya pada 15 April 2015, saat menghadiri sidang di pengadilan Sepang. “Berdasarkan catatan (sejak 15 April 2015), terdakwa tidak pernah diizinkan meninggalkan penjara karena masalah apa pun,” kata petugas penjara kepada New Straits Times.

Kantor Perdana Menteri Malaysia mengatakan ada upaya untuk menggiring kesan bahwa Mahathir adalah “orang penting” yang dikabarkan bertemu dengan Azilah. Menurut New Straits Times, Mahathir juga menolak tuduhan bahwa pemerintah berada di belakang pengakuan Azilah itu. “Karena ini melibatkan proses hukum, pemerintah akan menyerahkan masalah tersebut kepada pejabat berwenang untuk memutuskan tindakan yang akan diambil,” demikian pernyataan dari kantor itu.

ABDUL MANAN (MALAYSIAKINI, NEW STRAITS TIMES), ALYAA ALHADJRI (KUALA LUMPUR)


 

Jejak Altantuya dan Najib

Jejak hubungan mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, dalam kasus pembunuhan model dan penerjemah asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, pada 2006.

MODEL dan penerjemah asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, dibunuh di hutan di Negeri Selangor, 19 Oktober 2006. Ia memiliki hubungan asmara dengan Abdul Razak Baginda, anggota staf khusus Najib Razak. Najib saat itu wakil perdana menteri sebelum menjadi perdana menteri pada 2009.

Abdul Razak menjadi perantara kesepakatan senilai US$ 1,1 miliar di Kementerian Pertahanan Malaysia untuk membeli dua kapal selam Scorpene dari Prancis. Altantuya diduga dibunuh karena meminta uang tutup mulut sebesar US$ 500 ribu terkait dengan korupsi pengadaan Scorpene.

 

2006

Altantuya. Interpol

• 19 Oktober
Altantuya dilaporkan hilang setelah terlihat terakhir kali di Damansara, Kuala Lumpur.

• 26 Oktober
Inspektur Kepala Azilah Hadri, anggota pasukan khusus polisi Bukit Aman dan pengawal Najib Razak, ditangkap karena hilangnya Altantuya.

Sirul Achar Umar. Interpol

• 6 November
Sirul Achar Umar, kolega Azilah, ditangkap.

• 7 November
Abdul Razak, sebagai penasihat Najib, diajak polisi untuk membantu mengungkap kasus Altantuya.

• 15 November
Azilah dan Sirul didakwa membunuh Altantuya di Pengadilan Shah Alam.

• 16 November
Abdul Razak didakwa berkomplot dengan Azilah dan Sirul.

 

2007

• 19 Juni
Pengadilan terhadap Abdul Razak, Azilah, dan Sirul dimulai.

 

2008

• 31 Oktober
Pengadilan tinggi membebaskan Abdul Razak karena dakwaan tak memadai.

 

2009

• 9 April
Pengadilan tinggi memvonis Azilah dan Sirul bersalah dan divonis hukuman mati.

• 10-13 April
Azilah dan Sirul mengajukan permohonan banding.

 

2013

• 24 Juni
Pengadilan menggelar sidang banding Azilah dan Sirul.

• 23 Agustus
Pengadilan menerima banding Azilah dan Sirul serta membebaskan mereka dari dakwaan. Jaksa mengajukan permohonan banding.

 

2014

• 23 Juni
Pengadilan federal mendengarkan banding jaksa.

 

2015

• 13 Januari
Pengadilan federal menerima banding jaksa serta memvonis Azilah dan Sirul bersalah dan tetap divonis hukuman mati. Sebelum vonis, Sirul melarikan diri ke Australia dan meminta suaka.

• 15 September
Jaksa Agung Mohamed Apandi Ali mengatakan tak ada bukti Najib terkait dengan pembunuhan Altantuya.

 

2018

Mahathir Mohamad. REUTERS/Lai Seng Sin

• 9 Mei
Koalisi partai pemerintah UMNO kalah oleh Pakatan Harapan dalam pemilihan umum. Najib Razak digantikan oleh Mahathir Mohamad.

• Akhir Mei
Sirul menyatakan siap membuka informasi soal pembunuhan Altantuya asalkan mendapat pengampunan penuh.

 

2019

• 17 Oktober
Azilah mengaku bahwa perintah membunuh datang dari Najib dan Abdul Razak. Pengakuan ini dimuat Malaysiakini,

Najib Razak. REUTERS/Lai Seng Sin

• 16 Desember.
Najib Razak, yang kini didakwa kasus korupsi terkait dengan proyek 1MDB, menuding pengakuan Azilah direkayasa.

 

ABDUL MANAN (MALAYSIAKINI, NEW STRAITS TIMES, GUARDIAN)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus