Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebelumnya, pada 23 Desember 2023, Firli Bahuri menyampaikan permohonan pengunduran diri sebagai Ketua KPK kepada Presiden Jokowi. Akibatnya, menurut pimpinan KPK periode 2011-2015 Bambang Widjojanto, sanksi Dewan Pengawas atau Dewas KPK kehilangan maknanya lantaran tidak menimbulkan efek deterrent atau efek jera untuk orang lain agar tidak membuat pelanggaran yang sama
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan Dewas KPK menegaskan, Firli telah terbukti melakukan pelanggaran berat etik dan perilaku sehingga menjatuhkan sanksi berupa “...diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK...” sesuai Pasal 10 ayat (3) huruf b Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sanksi tersebut dijatuhkan oleh Dewas KPK karena Firli telah melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani KPK. Selain itu, Firli juga tidak memberitahukan hubungan ini kepada sesama pimpinan.
"Putusan Dewas KPK yang kehilangan maknanya justru sangat menarik perhatian dan perlu dipersoalkan," kata Bambang Widjjanto. "Kondisi ini berimbas pada pelanggaran etik pimpinan KPK lain. Misalnya, Alexander Marwata akan tetap bersikukuh menyatakan “tidak malu dan tidak mau meminta maaf” ketika koleganya, Firli sudah dinyatakan terbukti bersalah melakukan pelanggaran berat etik," kata dosen paska sarjana Universitas Djuanda, dalam keterangan tertulisnya, 28 Desember 2023.
Bambang kemudian menyoal, usai Putusan Dewas KPK yang menyatakan Firli tersangka korupsi, Alex sebagai salah satu Pimpinan KPK menyatakan, "Apakah kami malu? Saya pribadi tidak. Karena apa? Ini belum terbukti, belum terbukti."
"Tindakan Alex ini tidak mencerminkan dan melanggar prinsip-prinsip nilai profesionalitas serta kepemimpinan yang diatur dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021," kata dia.
Menurutnya, salah satu prinsip yang harus ditegakkan oleh Insan KPK adalah “menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan”.
Catatan Bambang lainnya, beberapa hal penting lain yang menunjukkan Firli Bahuri memang tidak pantas menjadi Ketua KPK, yaitu tidak mengakui perbuatannya serta tidak hadir persidangan kode etik dan kode perilaku tanpa alasan sah. Firli malah menunjukkan kesan berusaha memperlambat jalannya persidangan. Firli juga tidak dapat menjadi contoh dan teladan implementasi Kode etik dan Kode Perilaku KPK serta sudah pernah dijatuhkan sanksi etik.
Pembacaan Putusan Dewas KPK
Berdasarkan Koran Tempo, pada Rabu, 27 Desember 2023, Dewas KPK membacakan putusan Firli Bahuri yang terbukti melakukan tiga pelanggaran kode etik dan perilaku pimpinan KPK. Pertama, Firli berulang kali bertemu dan berkomunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo saat masih menjadi Menteri Pertanian 2021-2022. Saat pertemuan berlangsung, KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian yang ditengarai melibatkan keluarga dekat Syahrul.
Kedua, Firli tidak memberi tahu pemimpin lain KPK mengenai pertemuan dan komunikasi dengan Syahrul. Ketiga, Firli tidak melaporkan sejumlah hartanya dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Atas perbuatan Firli, Dewas memberikan sanksi berat kepada, yaitu memintanya mundur sebagai pemimpin KPK. Namun, Ketua Dewan Pengawas Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, Dewas hanya bisa meminta Firli mengundurkan diri, tidak bisa merekomendasikan pemberhentian secara tidak hormat.
"Itu kewenangan Presiden yang akan memberhentikan. Soal apakah nanti hormat atau tidak hormat, itu nanti Presiden yang menentukan," jelas Tumpak pada 27 Desember 2023.
Anggota Dewas, Syamsuddin Haris mengatakan, putusan lembaganya sudah disampaikan ke Presiden Jokowi melalui surat pada sore 27 Desember 2023. Putusan tersebut juga sudah melalui rapat pleno pada 21 Desember 2023. Sebelum pembacaan putusan Dewas, Firli Bahuri sudah dua kali bersurat ke Presiden Jokowi pada 18 Desember 2023 dan 23 Desember 2023 yang menyatakan berhenti dari jabatan Ketua KPK. Namun, Istana menolak karena pemberhentian tidak memenuhi syarat Undang-Undang KPK.
RACHEL FARAHDIBA R | EKA YUDHA SAPUTRA I KORAN TEMPO
Pilihan Editor: Jokowi Resmi Pecat Firli Bahuri sebagai Ketua KPK