Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Berlin - Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, hadir dalam Bali Democracy Forum - Berlin Chapter, di Berlin, Jerman, 14 September 2018. “Migrasi dan Demokrasi” menjadi tema bahasan dalam pertemuan ini mengingat dunia kini sedang menghadapi gelombang migrasi besar-besaran karena memanasnya konflik di berbagai belahan dunia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
“Demokrasi kini sedang mendapat tantangan yang berat, lebih dari masa-masa sebelumnya,” kata Menteri Retno dalam pidato sambutannya.
Gelombang migrasi telah mempengaruhi kemampuan pemerintah berbagai negara menjalankan tugas, dan menyediakan layanan bagi mereka yang bermigrasi. Betapa tidak, sepanjang 2017 saja, tercatat hampir 70 juta orang terpaksa terusir dari tempat tinggalnya dan mengungsi ke negara lain di seluruh dunia.
“Akibatnya, timbul ketegangan sosial di berbagai tempat,” kata Menteri Retno. “Demokrasi bukan sistem yang imun pada tantangan dan perubahan zaman.”
Maraknya korupsi, tantangan perekonomian, dan jalannya pemerintahan yang kurang efisien membuat situasi bertambah rumit. Upaya mewujudkan masyarakat demokratis yang transparan, plural, dan memberi tempat sejajar bagi semua orang pun dipertanyakan oleh berbagai pihak. Kepercayaan publik menjadi hal yang rentan tererosi.
“Kondisi ini dimanfaatkan pula oleh tumbuhnya politikus sayap kanan dan populisme di berbagai negara,” kata Menteri Retno.
Baca:
“Di tengah berbagai tantangan ini, kami percaya bahwa demokrasi adalah sistem yang terbaik,” kata Menteri Retno, “Kami berharap Bali Democracy Forum mampu berkontribusi merespon tantangan zaman.”
Bali Democracy Forum
Bali Democracy Forum (BDF) adalah sebuah platform inklusif dan konferensi tahunan yang diinisiasi Indonesia, dengan menghadirkan berbagai pihak yang dimulai 15 tahun lalu. Forum ini dinilai cukup ampuh mendorong berbagai perubahan dan kebijakan yang mengharuskan kolaborasi antarnegara dalam berbagai isu demokrasi.
Tahun ini BDF didahului dengan dua konferensi awal, yakni BDF Chapter Tunis dan BDF Chapter Berlin. Penyelenggaraan BDF Chapter Berlin ini dilakukan atas kerja sama Kementerian Luar Negeri Jerman, Kementerian Luar Negeri RI, dan Friedrich Ebert Stiftung (FES).
Konferensi ini diikuti berbagai unsur, yakni pemerintah, perwakilan PBB, akademisi, dan kelompok masyarakat sipil dari Indonesia, Jerman, Malaysia, dan Malaysia.
Baca:
Diskusi Bali Democracy Forum - Berlin Chapter berangsung intensif. Kelompok sipil dari berbagai latar belakang turut hadir berbagi perspektif. Tampak dalam daftar panelis yang mwakili Indonesia adalah I Ketut Putra Erawan (Direktur Eksekutif Institute for Peace and Democracy), Dinna Wisnu (Wakil Indonesia di Komisi ASEAN untuk HAM), Rafendi Djamin (aktivis HAM), dan Tri Nuke Pujiastuti (Deputi Ilmu Sosial dan Humanitarian di LIPI).
Ada juga Rahimah Abdulrahim (Direktur Eksekutif Habibie Center), dan Mardiyah Chamim (Direktur Eksekutif Tempo Institute). Duta Besar RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, bertindak sebagai tuan rumah yang mewakili Indonesia dalam BDF Berlin Chapter ini.
Kerja Sama Internasional
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas membuka BDF Berlin Chapter dengan menekankan pentingnya kerja sama internasional menghadapi migrasi. “Ya, kami paham bahwa topik ini membuat masyarakat terbelah,” kata Menteri Heiko Maas.
Di kamp-kamp pengungsian di berbagai negara harus diakui terjadi penganiayaan atas hak-hak pengungsi. Banyak hal menjadi bahan bakar yang memicu polarisasi menghadapi gelombang migrasi, antara lain kecemasan akan jaminan pensiun, kesejahteraan, keamanan, dan pendidikan.
Namun, Menteri Heiko Maas menekankan, “Migrasi adalah fenomena alam.” Migrasi tak bisa ditolak dan tak akan bisa dihentikan. “Dia setua umur planet kita.” Gelombang migrasi tak bisa hanya diatasi sendirian oleh sebuah negara. “Gagasan bekerja sendirian terasa sangat naif,” kata Heiko Maas.
Baca:
Konflik di sebuah wilayah, di zaman digital ini, dengan mudah mempengaruhi stabilitas di negara lain. Regulasi tentang migrasi di sebuah negara pun tak bisa berjalan sendiri. Jerman dan Indonesia siap bergandeng tangan lebih intensif menghadapi tantangan migrasi. Perjanjian bilateral antara Jerman dan Indonesia juga menjadi bahasan dalam pertemuan ini.
Dunia internasional bisa dibilang juga mengalami kemajuan dalam pembahasan migrasi. Pertengahan tahun ini, 190 negara telah bersepakat menjalin kerja sama menghadapi migrasi melalui Konsultasi Kesepakatan Global Tentang Pengungsi.
Serangkaian perundingan masih diperlukan untuk menyepakati panduan, peraturan, dan kerangka kerja bersama, sehingga migrasi juga membawa kebaikan bagi negara asal dan negara yang menerima.
“Migrasi adalah topik yang sangat emosional,” kata Menteri Heiko Maas. “Karenanya, bagi saya, 190 negara sepakat menjalin kerja sama untuk mengatasi migrasi adalah seperti sebuah keajaiban.”