Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 8 Maret 1971, sebuah aksi besar dilakukan sekelompok orang di Amerika Serikat. Kelompok berisi seorang sopir taksi, penyedia penitipan anak, dan dua profesor membobol kantor Federal Bureau of Investigation (FBI) di Media, Pennsylvania, dan mencuri lebih dari 1.000 dokumen rahasia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengutip Zinn Education Project, dokumen-dokumen tersebut berisi informasi terkait Counter Intelligence Program atau disingkat Cointelpro yang merupakan serangkaian aktivitas ilegal yang dilakukan FBI. Temuan itu kemudian mereka kirimkan secara anonim ke sejumlah surat kabar di Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Orang-orang yang terlibat dalam operasi pembobolan kantor FBI itu merupakan anggota Komisi Warga untuk Investigasi FBI. Malam “Fight of the Century”, pertandingan tinju besar antara Muhammad Ali melawan Joe Frazier, dipilih menjadi waktu pembobolan dilakukan yang mana ketika itu semua mata terpaku pada pertarungan paling ambisius tersebut.
Dokumen FBI itu menunjukkan bahwa Cointelpro menargetkan kelompok dan individu yang dianggap FBI subversif yang di antaranya meliputi organisasi feminis, Partai Komunis AS, penyelenggara anti-Perang Vietnam, aktivis hak -hak sipil, hingga gerakan kulit hitam. Operasi rahasia di bawah label resmi Cointelpro terjadi antara mulai 1956 hingga 1971.
Mengutip Blackpast, J. Edgar Hoover, direktur FBI ketika itu, menganggap kelompok nasionalis kulit hitam militan sebagai ancaman paling berbahaya yang dihadapi Amerika Serikat saat itu karena dianggap berpotensi menimbulkan kerusuhan dan kekerasan sipil.
Cointelpro berfokus pada Partai Black Panther, Malcolm X, Nation of Islam, dan lainnya. Cointelpro juga berupaya melemahkan, mengintimidasi, dan memfitnah para pemimpin kulit hitam yang jelas-jelas tidak melakukan kekerasan seperti Martin Luther King Jr.
Menurut pengacara Brian Glick dalam bukunya yang berjudul War at Home, FBI menggunakan lima metode utama selama COINTELPRO, yakni:
Infiltrasi
Agen dan informan tidak hanya memata-matai aktivis politik. Tujuan utama mereka adalah untuk mendiskreditkan, mengganggu dan mengarahkan tindakan secara negatif. Kehadiran mereka merusak kepercayaan dan menakuti calon pendukung. FBI dan polisi mengeksploitasi ketakutan ini untuk menjelek-jelekkan aktivis asli sebagai agen.
Perang psikologis
FBI dan polisi menggunakan berbagai "trik kotor" untuk melemahkan gerakan. Mereka menyebarkan berita palsu di media dan menerbitkan selebaran palsu serta publikasi lainnya atas nama kelompok sasaran. Mereka memalsukan korespondensi, mengirim surat tanpa nama, dan melakukan panggilan telepon tanpa nama.
Mereka menyebarkan informasi yang salah tentang pertemuan dan acara, membentuk kelompok gerakan palsu yang dijalankan oleh agen pemerintah, dan memanipulasi atau mempersenjatai orang tua, majikan, tuan tanah, pejabat sekolah, dan pihak lain untuk menimbulkan masalah bagi para aktivis.
Intimidasi melalui sistem hukum
FBI dan polisi menyalahgunakan sistem hukum untuk mengintimidasi para pembangkang dan menjadikan mereka tampak seperti penjahat. Petugas hukum memberikan kesaksian palsu dan memberikan bukti palsu sebagai dalih untuk melakukan penangkapan palsu dan memenjarakan pihak sasaran.
Mereka secara diskriminatif menerapkan undang-undang perpajakan dan peraturan pemerintah lainnya serta menggunakan pengawasan yang mencolok, wawancara "investigasi", dan panggilan pengadilan oleh dewan juri dalam upaya untuk mengintimidasi para aktivis dan membungkam para pendukung mereka.
Kekuatan ilegal
FBI berkonspirasi dengan departemen kepolisian setempat untuk mengancam para pembangkang, melakukan pembobolan ilegal untuk menggeledah rumah-rumah pembangkang, melakukan vandalisme, penyerangan, pemukulan dan pembunuhan. Tujuannya adalah untuk menakut-nakuti atau melenyapkan para pembangkang dan mengganggu gerakan mereka.
Merusak opini publik
Salah satu cara utama FBI menargetkan organisasi adalah dengan merusak reputasi mereka di masyarakat dan menolak platform mereka untuk mendapatkan legitimasi. Mereka secara khusus merancang program untuk menghalangi para pemimpin menyebarkan filosofi mereka secara publik atau melalui media komunikasi.
Selain itu, organisasi tersebut menciptakan dan mengendalikan media negatif yang dimaksudkan untuk melemahkan organisasi kekuatan kulit hitam. Misalnya, mereka mengawasi pembuatan "dokumenter" yang diedit dengan terampil untuk menggambarkan Partai Black Panther sebagai agresif, dan surat kabar palsu yang menyebarkan informasi yang salah tentang anggota partai. Kemampuan FBI untuk menciptakan ketidakpercayaan di dalam dan di antara organisasi-organisasi revolusioner mencemari citra publik mereka dan melemahkan peluang persatuan dan dukungan publik.
Menurut laporan senat, motivasi FBI melakukan program itu adalah untuk "melindungi keamanan nasional, mencegah kekerasan, dan menjaga tatanan sosial dan politik yang ada". Ketika dokumen itu dibocorkan, banyak surat kabar pada awalnya menolak untuk mempublikasikan informasi tersebut. The Washington Post menjadi surat kabar pertama yang bersedia mempublikasikan bocoran dokumen itu. Setelahnya, langkah The Washington Post itu kemudian diikuti oleh surat kabar lain yang turut menyebarluaskan informasi tersebut.
Anggota Komisi Warga untuk Investigasi FBI yang terlibat dalam pembobolan tersebut tidak pernah tertangkap atau diungkapkan namanya hingga 2014. Pada 2015, film dokumenter yang menceritakan kasus tersebut berjudul 1971 dirilis ke publik.