Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden-terpilih AS, Donald Trump, telah menyebut beberapa nama yang akan menjadi pejabat untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan luar negerinya dalam pemerintahan. Pemilihan nama-nama ini penting karena mencerminkan bagaimana Trump akan menyikapi konflik di Timur Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama-nama yang menjadi pilihan Trump benar-benar mengecewakan kelompok muslim AS yang memenangkannya pada pemilihan presiden 5 November 2024. Mereka memilih Trump dari Partai Republik untuk memprotes dukungan pemerintahan Biden untuk perang Israel di Gaza dan Lebanon, serta berharap akan melakukan hal yang berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tampaknya, harapan itu akan segera pupus.
“Trump menang karena kami dan kami tidak senang dengan pilihan menteri luar negerinya dan yang lain-lain juga,” kata Rabiul Chowdhury, seorang investor Philadelphia yang mengetuai kampanye Abandon Harris di Pennsylvania dan ikut mendirikan Muslims for Trump.
Dukungan Muslim untuk Trump membantunya memenangkan Michigan dan mungkin telah menjadi faktor kemenangan di negara bagian lain, menurut para ahli strategi.
Berikut nama-nama pilihan Trump yang disambut dengan suka cita oleh Israel, tetapi membuat kelompok muslim AS marah.
Marco Rubio, Menteri Luar Negeri
Trump memilih senator dari Partai Republik, Marco Rubio, seorang pendukung setia Israel sebagai Menteri Luar Negeri.
Awal tahun ini, Rubio mengatakan bahwa ia tidak akan menyerukan gencatan senjata di Gaza, dan bahwa ia percaya Israel harus menghancurkan "setiap elemen" Hamas. "Orang-orang ini adalah binatang buas," tambahnya.
Rubio, 53 tahun, bisa dibilang merupakan pilihan yang paling hawkish dalam daftar calon menteri luar negeri Trump.
Nader Hashemi, profesor politik Timur Tengah dan Islam di Georgetown University, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa komentar-komentar Rubio di masa lalu mengenai konflik ini, terutama ketika menyebut warga Palestina, terkadang "tidak bisa dibedakan dengan [Perdana Menteri Israel] Benjamin Netanyahu".
Elise Stefanik, Duta Besar PBB
Trump mengumumkan pada Senin, 11 November 2024, bahwa Stefanik, seorang anggota Kongres dari Partai Republik dan pendukung setia Trump, akan menjadi duta besarnya untuk PBB.
Stefanik, 40 tahun, perwakilan AS dari negara bagian New York dan ketua konferensi Partai Republik di DPR, mengambil posisi kepemimpinan di DPR pada 2021 ketika ia terpilih untuk menggantikan Liz Cheney, yang saat itu menjabat sebagai wakil presiden, yang digulingkan karena mengkritik klaim kecurangan pemilu yang dilakukan Trump.
Stefanik dikenal sebagai pendukung Israel. Penunjukannya disambut oleh Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Canon.
"Pada saat kebencian dan kebohongan memenuhi ruang-ruang PBB, kejelasan moral Anda yang tak tergoyahkan dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Semoga Anda sukses dalam berdiri teguh untuk kebenaran dan keadilan," katanya dalam sebuah posting di X.
Stefanik akan tiba di PBB setelah Trump berjanji untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina dan perang Israel di Gaza.
Pete Hegseth, Menteri Pertahanan
Trump mengatakan pada Selasa bahwa ia telah memilih Pete Hegseth sebagai menteri pertahanannya. Hegseth adalah komentator dan veteran Fox News yang telah menyatakan ketidaksukaannya terhadap yang disebutnya sebagai kebijakan "wokeness" dari para pemimpin Pentagon, termasuk perwira tinggi militernya.
Hegseth sangat pro-Israel dalam liputannya mengenai perang di Gaza dan menjuluki solusi dua negara sebagai "basa-basi". Dia membuat sebuah serial - Battle in the Holy Land: Israel at War - tentang perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza dan mewawancarai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Maret.
Sebagai seorang Kristen evangelis, ia melihat konflik Israel-Palestina melalui lensa Alkitab.
Hegseth juga bersikap keras terhadap Iran, menyebut Teheran sebagai "rezim jahat" setelah pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani, komandan Pasukan Quds, pada 2020.
Mike Waltz, Penasihat Keamanan Nasional
Trump mengatakan pada Selasa bahwa ia telah memilih Mike Waltz dari Partai Republik sebagai penasihat keamanan nasional. Waltz adalah pensiunan Baret Hijau Angkatan Darat yang telah menjadi kritikus terkemuka terhadap Cina.
Sebagai penasihat keamanan nasional, Waltz, 50 tahun, akan memainkan peran integral dalam membentuk kebijakan AS dalam konflik geopolitik mulai dari perang di Ukraina hingga perang antara Israel dan Hamas di Gaza. Posisi ini bukan jabatan di tingkat kabinet, sehingga tidak memerlukan konfirmasi Senat.
Mengecam pemerintahan Biden karena penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada 2021, Waltz secara terbuka memuji pandangan kebijakan luar negeri Trump.
Mike Huckabee, Duta Besar AS untuk Israel
Trump mengatakan pada Selasa bahwa ia mencalonkan mantan Gubernur Arkansas Mike Huckabee sebagai duta besar AS berikutnya untuk Israel, memilih seorang konservatif yang sangat pro-Israel, yang pilihannya dapat menjadi pertanda bagi kebijakan AS di masa depan dalam menghadapi konflik-konflik di Timur Tengah.
Sebagai seorang Kristen evangelis, Huckabee telah menjadi pendukung vokal Israel sepanjang karir politiknya dan pembela pemukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki. Sebagai mantan calon presiden dari Partai Republik, Huckabee pernah menjadi pembawa acara mingguan di Fox News TV selama enam tahun yang berakhir pada 2015.
Penunjukan Huckabee langsung menuai pujian dari para pejabat senior Israel.
"Dia mencintai Israel, dan orang-orang Israel, dan begitu juga orang-orang Israel mencintainya. Mike akan bekerja tanpa lelah untuk mewujudkan Perdamaian di Timur Tengah!" kata Trump dalam sebuah pernyataan.
Huckabee, yang telah memimpin tur penginjilan ke Israel selama bertahun-tahun, telah menjadi pendukung pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat, yang diinginkan oleh warga Palestina sebagai bagian dari negara merdeka yang mencakup Jalur Gaza.
Tulsi Gabbard
Trump mencalonkan Tulsi Gabbard sebagai Direktur Intelijen Nasional. Seperti kebanyakan politisi Partai Republik, Gabbard mendukung penuh perang Israel di Gaza, di mana lebih dari 43.000 warga Palestina telah terbunuh, kebanyakan dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Gabbard juga tampaknya tidak mendukung gencatan senjata di Gaza meskipun ia bersikap anti-intervensi dalam konflik-konflik lainnya. Dalam sebuah wawancara yang diunggah ke YouTube pada bulan Februari, ia menyebut Hamas sebagai "ancaman yang perlu dikalahkan secara militer dan ideologis".
Ketika ditanya apa pendapatnya mengenai dukungan AS terhadap resolusi PBB yang mengupayakan gencatan senjata di Gaza, Gabbard mengatakan bahwa hal itu perlu didekati secara strategis.
"Kita harus realistis tentang ancaman yang terus ada bagi rakyat Israel. Jadi selama Hamas masih berkuasa, rakyat Israel tidak akan aman dan tidak bisa hidup dengan damai."
Gabbard juga mengkritik para pengunjuk rasa pro-Palestina di AS dalam beberapa bulan terakhir, menggambarkan mereka sebagai "boneka" dari sebuah "organisasi Islam radikal" yang merujuk pada Hamas.
REUTERS | AL JAZEERA