Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Palestina untuk Spanyol yang pertama telah menyerahkan surat-surat kepercayaannya kepada Raja Felipe VI menyusul pengakuan pemerintah Spanyol terhadap negara tersebut pada bulan Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Duta Besar Husni Abdel Wahed diterima di Istana Kerajaan di Madrid pada Senin, 16 September 2024, di mana surat-surat kepercayaan diserahkan dalam sebuah upacara tradisional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istana Kerajaan Spanyol melaporkan bahwa Abdel Wahed telah mengepalai misi diplomatik Negara Palestina di Spanyol sejak 2022, di mana ia telah memiliki status yang sama dengan para duta besar lainnya. Pangkatnya diubah secara resmi setelah Madrid mengakui Negara Palestina pada 28 Mei, mengikuti jejak Irlandia dan Norwegia.
Madrid telah mengambil sikap keras terhadap Israel sejak Hamas melancarkan serangan lintas batasnya, Banjir Al Aqsa, Oktober lalu.
Sanchez menegaskan bahwa keputusan untuk mengakui Negara Palestina sejalan dengan resolusi PBB dan tidak ditujukan kepada pihak mana pun.
"Kami berkomitmen terhadap keamanan di wilayah ini, dan kami akan bekerja sama dengan negara-negara Arab untuk mengadakan konferensi perdamaian," jelasnya. "Mengakui Negara Palestina adalah langkah bersejarah yang memungkinkan Palestina dan Israel mencapai perdamaian." Spanyol, tambahnya, bergabung dengan lebih dari 140 negara yang mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
Pengakuan Spanyol membuat hubungan dengan Israel menjadi tegang.
Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares mengatakan di Brussels pada Senin, bersama dengan rekan-rekannya dari Irlandia dan Norwegia, "Mengakui Negara Palestina adalah keadilan bagi rakyat Palestina."
Spanyol adalah salah satu negara pendukung Palestina. Pekan lalu, Spanyol menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi pada Jumat, 13 September 2024, dengan beberapa negara Muslim dan Eropa mengenai cara-cara untuk mengakhiri perang Gaza, menyerukan jadwal yang jelas bagi masyarakat internasional untuk menerapkan solusi dua negara bagi konflik Israel-Palestina.
"Kami bertemu untuk membuat dorongan lain bagi berakhirnya perang di Gaza, untuk jalan keluar dari spiral kekerasan yang tak berujung antara Palestina dan Israel... Jalan itu sudah jelas. Penerapan solusi dua negara adalah satu-satunya cara," kata Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares kepada para wartawan.
Turut hadir rekan-rekannya dari Norwegia dan Slovenia, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa, dan anggota Kelompok Kontak Arab-Islam untuk Gaza yang meliputi Mesir, Arab Saudi, Qatar, Yordania, Indonesia, Nigeria, dan Turki.
Albares mengatakan bahwa terdapat "keinginan yang jelas" di antara para peserta, yang tidak termasuk Israel, "untuk beralih dari kata-kata ke tindakan dan membuat langkah menuju jadwal yang jelas untuk implementasi yang efektif" dari solusi dua negara, yang dimulai dengan bergabungnya Palestina ke dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Israel tidak diundang karena bukan bagian dari kelompok kontak, kata Albares, namun menambahkan bahwa "kami akan senang melihat Israel di meja mana pun di mana perdamaian dan solusi dua negara dibahas."
Pada 28 Mei, Spanyol, Norwegia, dan Irlandia secara resmi mengakui negara Palestina yang bersatu yang diperintah oleh Otoritas Palestina yang terdiri dari Jalur Gaza dan Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Dengan demikian, 146 dari 193 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa sekarang mengakui kenegaraan Palestina.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez telah berulang kali menggambarkan koeksistensi dua negara berdaulat di wilayah bekas Mandat Palestina sebagai satu-satunya jalan yang layak untuk perdamaian di wilayah tersebut. Solusi dua negara seperti itu ditetapkan dalam Konferensi Madrid 1991 dan Perjanjian Oslo 1993-95, tetapi proses perdamaian telah mati suri selama bertahun-tahun.
Solusi dua negara seperti itu telah ditetapkan dalam Konferensi Madrid 1991 dan Kesepakatan Oslo 1993-1995, tetapi proses perdamaian telah mati suri selama bertahun-tahun.
Namun, pencarian solusi damai telah diberi urgensi baru oleh perang selama 11 bulan di Jalur Gaza antara Israel dan kelompok-kelompok militan Palestina, Hamas - episode paling berdarah dalam konflik secara keseluruhan - serta meningkatnya kekerasan di Tepi Barat yang diduduki.
Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, direbut oleh Israel pada perang Timur Tengah 1967 dan telah diduduki sejak saat itu, dengan perluasan pemukiman Yahudi yang memperumit masalah ini. Israel mencaplok Yerusalem Timur pada tahun 1980 dalam sebuah langkah yang secara umum tidak diakui oleh dunia internasional.
Israel juga mengatakan bahwa jaminan atas keamanannya merupakan hal yang sangat penting.
Menteri Luar Negeri Norwegia, Espen Barth Eide, mengatakan kepada Reuters bahwa pertemuan tersebut juga perlu membahas demobilisasi Hamas - yang menguasai Gaza sebelum perang - dan normalisasi hubungan antara Israel dengan beberapa negara lain, terutama Arab Saudi.
MIDDLE EAST MONITOR | REUTERS
Pilihan Editor: Pemimpin Bisnis Israel Minta Netanyahu Tidak Pecat Yoav Gallant