Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rusia enggan memperpanjang kesepakatan biji-bijian yang akan berakhir pada 17 Juli 2023 karena sikap negara-negara Barat. Meski begitu, Moskow berjanji tetap akan mengirim komoditas itu ke negara-negara miskin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sikap Barat terhadap kesepakatan ini keterlaluan," kata Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov kepada wartawan di Moskow, Jumat, 30 Juni 2023, menunjuk secara khusus pada posisi Amerika Serikat dan Inggris.
Lavrov mengeluh salah satu pukulan terakhir bagi Rusia adalah serangan terhadap pipa amonia Togliatti-Odesa. Lavrov menuduh agresi itu dilakukan Ukraina. Kyiv pada gilirannya menuduh Rusia merusaknya.
"Saya tidak melihat argumen apa yang dapat diajukan oleh mereka yang ingin melanjutkan inisiatif Laut Hitam," kata Lavrov.
PBB dan Turki menjadi perantara Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam Juli 2022, dengan tujuan membantu mengatasi krisis pangan global yang diperburuk oleh invasi Moskow ke Ukraina, serta blokade pelabuhan Laut Hitam Ukraina.
Kesepakatan itu memungkinkan ekspor makanan dan pupuk dari tiga pelabuhan Ukraina - Chornomorsk, Odesa dan Pivdennyi (Yuzhny). Perjanjian tersebut telah diperpanjang sebanyak tiga kali.
PBB pada Jumat 30 Juni 2023 mengutarakan kekhawatiran tidak ada kapal baru yang terdaftar di bawah kesepakatan Laut Hitam sejak 26 Juni - meskipun aplikasi dibuat oleh 29 kapal. Lembaga internasional itu meminta semua pihak untuk "berkomitmen pada kelanjutan dan implementasi efektif dari perjanjian tersebut. tanpa penundaan lebih lanjut."
Juru bicara PBB Farhan Haq mengatakan saat ini hanya ada 13 kapal yang memuat di pelabuhan Ukraina atau melakukan perjalanan ke dan dari Istanbul. Haq mendorong pihak-pihak terkait memastikan kapal tambahan diizinkan untuk mengarungi koridor kemanusiaan maritim di Laut Hitam, yang berfungsi sebagai jalur kehidupan global untuk ketahanan pangan. "Dimulainya musim panen menggarisbawahi urgensi,” katanya.
Jaminan dari Moskow
Rusia dan Ukraina adalah dua produsen pertanian top dunia. Keduanya pemain utama di pasar gandum, jelai, jagung, lobak, minyak lobak, biji bunga matahari, dan minyak bunga matahari. Rusia juga dominan di pasar pupuk. Jika kesepakatan itu gagal, Rusia masih akan mengekspor biji-bijian dengan cuma-cuma, kata Lavrov.
PBB mencatat antara 2018–2020, Afrika mengimpor USD3,7 atau sekitar Rp 5,5 triliun gandum – 32 persen dari total impor gandum benua itu dari Rusia. Sementara dari Ukraina senilai USD1,4 miliar atau Rp 21 triliun – 12 persen dari total impor gandum Afrika.
Untuk meyakinkan Rusia agar menyetujui prakarsa tersebut, PBB setuju untuk membantu Moskow mengatasi segala hambatan pengiriman makanan dan pupuknya sendiri.
Tuntutan khusus Rusia adalah agar Bank Pertanian Rusia (Rosselkhozbank) dihubungkan kembali ke sistem pembayaran SWIFT – agar pasokan mesin pertanian dan suku cadang ke Rusia dilanjutkan, dan pembatasan asuransi dan reasuransi dicabut.
Tuntutan lain termasuk dimulainya kembali pipa amoniak Togliatti-Odesa yang memungkinkan Rusia memompa bahan kimia tersebut ke pelabuhan utama Laut Hitam Ukraina. Moskow juga ingin membuka blokir aset dan rekening perusahaan Rusia yang terlibat dalam ekspor makanan dan pupuk.
REUTERS
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.