Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setahun lalu, 7 Oktober 2023, sebuah serangan yang dirancang dengan begitu matang oleh Hamas mengejutkan dunia. Menurut perhitungan Israel, 1200 orang tewas, sebagian besar warga sipil, dan menangkap 250 sandera. Angka-angka itu kemudian diralat beberapa kali dan fakta-fakta selanjutnya menunjukkan bahwa militer Israel ikut menyumbang angka kematian tersebut. Hari itu dikenang sebagai hari paling mematikan bagi orang Yahudi sejak Holocaust.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setahun Perang Gaza, Israel merespons dengan melancarkan serangan udara besar-besaran, menewaskan 41.600 orang dan membuat 1,9 juta orang mengungsi, menurut data otoritas kesehatan Palestina dan PBB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rangka memperingati ulang tahun pertama Operasi Banjir Al Aqsa, faksi-faksi perlawanan Palestina mengeluarkan pernyataan yang menegaskan kembali komitmen mereka yang teguh terhadap perlawanan sebagai "pilihan strategis" dan "hak yang sah" dalam menghadapi pendudukan Israel. Berikut poin-poin yang mereka sampaikan, seperti dilansir Al Mayadeen:
Banjir Al Aqsa memfokuskan dunia pada perjuangan Palestina
Dalam pernyataannya, faksi-faksi tersebut menegaskan kembali tujuan mereka untuk membebaskan tanah mereka secara penuh dan mendirikan negara Palestina yang merdeka dengan al-Quds sebagai ibu kotanya.
"Banjir Al Aqsa memfokuskan kembali perhatian dunia pada perjuangan Palestina," kata mereka, seraya menambahkan bahwa operasi tersebut merupakan "respons yang wajar dan sah" terhadap kejahatan "Israel".
Operasi ini, kata faksi-faksi tersebut, diperlukan untuk menantang agresi dan pelanggaran "Israel" yang terus berlanjut.
Berterima kasih kepada Hizbullah dan rakyat Lebanon
Faksi-faksi tersebut menyampaikan rasa terima kasih mereka kepada rakyat Lebanon dan gerakan perlawanan mereka, serta para pendukung mereka di Yaman dan Irak. "Kami memberi hormat kepada rakyat Lebanon, Perlawanan Islam di Lebanon, dan semua front dukungan di Yaman dan Irak," kata faksi-faksi tersebut.
Faksi-faksi Palestina memuji Hizbullah atas sikapnya pada 8 Oktober dan mengakui upayanya untuk menyatukan berbagai lini meskipun ada agresi yang meningkat terhadap rakyat mereka.
"Kami sangat menghargai posisi Hizbullah pada 8 Oktober, yang mendukung kami dan menyatukan semua lini, terlepas dari agresi berskala besar terhadap saudara-saudara kami di Lebanon," ujar mereka.
AS dan Israel bertanggung jawab atas kejahatan genosida
Baik AS maupun rezim Israel bertanggung jawab penuh atas "kejahatan genosida" dan "pembersihan etnis" terhadap rakyat Palestina, demikian bunyi pernyataan tersebut.
"Kami menganggap pemerintah AS dan rezim Israel bertanggung jawab penuh atas kejahatan genosida dan pembersihan etnis terhadap rakyat kami," kata mereka.
Kondisi Gencatan Senjata tidak berubah
Mengenai potensi kesepakatan, faksi-faksi tersebut menegaskan kembali posisi tegas mereka: "Tidak akan ada kesepakatan kecuali jika itu mencakup penghentian total agresi, penarikan penuh dari Gaza, pembukaan penyeberangan, pencabutan blokade, rekonstruksi, dan kesepakatan pertukaran tawanan yang serius."
Melihat ke depan, mereka menyatakan bahwa "hari setelah perang akan menjadi milik rakyat Palestina, pemilik sah nasib mereka."
Seluruh front tingkatkan perlawanan terhadap penjajah
Dalam seruan terakhir, mereka mendesak warga Palestina di seluruh Tepi Barat, al-Quds, wilayah Palestina yang diduduki pada 1948, dan semua front perlawanan untuk meningkatkan upaya mereka dan menghadapi penjajah.
"Kami menyerukan kepada para pahlawan kami di Tepi Barat, Al-Quds, wilayah-wilayah yang diduduki pada 1948, dan front-front perlawanan di mana-mana untuk meningkatkan perlawanan dan terlibat dalam konfrontasi langsung dengan penjajah," demikian seruan faksi-faksi tersebut.
7 Oktober sebagai Hari Perlawanan
Faksi-faksi tersebut juga mengusulkan 7 Oktober ditetapkan sebagai "Hari Perlawanan," yang melambangkan pembangkangan terhadap penjajah dan kepemimpinannya.
"Kami menyerukan untuk menjadikan 7 Oktober sebagai hari perlawanan dan hari untuk mempermalukan wajah penjajah dan para pemimpin terorisnya," kata mereka.