Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Israel pada Kamis, 1 Agustus 2024, mengklaim bahwa mereka telah membunuh kepala sayap militer Hamas dalam serangkaian aksi terbaru yang ditargetkan terhadap kepemimpinan kelompok militan tersebut, yang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah bersumpah untuk menghancurkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mohammed Deif diyakini sebagai salah satu dalang dari serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel selatan, yang memicu perang Gaza. Hamas belum mengkonfirmasi kematiannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Rabu, pemimpin politik kelompok ini, Ismail Haniyeh, dibunuh di Teheran dalam sebuah serangan yang dituduhkan oleh Hamas dan Iran kepada Israel, yang tidak mengaku bertanggung jawab.
Berikut adalah beberapa pemimpin dan komandan yang tersisa di Hamas.
Marwan Issa
Pada Maret, Israel mengatakan telah membunuh Marwan Issa, wakil Deif, namun Hamas belum mengkonfirmasi kematiannya.
Issa, yang dijuluki "manusia bayangan" oleh sesama warga Palestina karena kemampuannya untuk tetap berada di luar radar musuh, telah naik menjadi orang nomor tiga di dalam kelompok militan Islamis tersebut. Dia dan dua pemimpin Hamas lainnya membentuk dewan militer rahasia yang terdiri dari tiga orang yang membuat keputusan strategis.
Yahya Sinwar
Yahya Sinwar, yang dibebaskan dari penjara Israel pada tahun 2011 dalam sebuah kesepakatan pertukaran antara Israel dan Hamas, adalah pemimpin kelompok tersebut di Gaza dan salah satu dalang serangan 7 Oktober.
Sinwar masih diyakini mengarahkan operasi militer, kemungkinan dari bunker di jaringan terowongan yang luas di bawah Gaza, sambil melakukan negosiasi tidak langsung dengan Israel untuk gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
Khaled Meshaal
Meshaal, 68 tahun, digadang-gadang akan menjadi pemimpin tertinggi Hamas yang baru untuk menggantikan Haniyeh, kata sumber-sumber Hamas. Dia sebelumnya telah memimpin Hamas antara 2004 dan 2017.
Meshaal mulai dikenal di seluruh dunia pada 1997 ketika agen-agen Israel menyuntiknya dengan racun di ibukota Yordania, Amman, dalam sebuah misi pembunuhan yang gagal.
Khalis al-Hayya
Hayya adalah wakil Sinwar dan baru-baru ini memimpin tim Hamas dalam pembicaraan gencatan senjata tidak langsung dengan Israel di bawah pengawasan Haniyeh. Hayya berada di kediaman yang sama ketika Haniyeh diserang rudal di Teheran, namun tidak berada di apartemen yang sama pada saat serangan.
Dia telah selamat dari dua kali upaya Israel untuk membunuhnya. Pada 2007, sebuah serangan Israel menghantam rumah keluarga besarnya yang menewaskan beberapa kerabatnya dan pada 2014, sebuah serangan di rumahnya menewaskan putra sulungnya.
Mahmoud al-Zahar
Zahar berprofesi sebagai dokter bedah. Kawan dan lawan biasa memanggilnya "Jenderal" karena pandangan garis kerasnya terhadap Israel dan lawan-lawan Hamas lainnya.
Zahar tidak pernah membuat pernyataan atau muncul di depan umum sejak 7 Oktober dan nasibnya masih belum diketahui.
Pejabat berusia 79 tahun itu selamat dari upaya pembunuhan oleh Israel pada tahun 2003. Ia menjabat sebagai menteri luar negeri pertama yang ditunjuk Hamas setelah kelompok itu mengambil alih kekuasaan di Gaza pada 2007 dalam sebuah perang saudara singkat dengan Otoritas Palestina yang sekuler, setahun setelah memenangkan pemilihan parlemen.
Mohammad Shabana
Shabana, yang lebih dikenal dengan nama Abu Anas Shabana, adalah salah satu komandan bersenjata Hamas yang masih hidup dan merupakan komandan senior dan veteran, yang mengepalai batalyon di Rafah di selatan.
Sumber-sumber Hamas mengatakan bahwa Shabana memainkan peran penting dalam mengembangkan jaringan terowongan di Rafah, yang digunakan untuk menyerang pasukan Israel di sepanjang perbatasan, termasuk serangan lintas batas pada 2006 yang menewaskan seorang tentara Israel, Gilad Shalit.
Shabana mengambil alih komando batalion Rafah setelah Israel membunuh tiga komandan utama kelompok tersebut selama perang 50 hari pada tahun 2014, di mana faksi Islamis mengatakan telah menculik dua tentara Israel.
Rahwi Mushtaha
Mushtaha adalah orang kepercayaan dan sekutu terkuat Sinwar di Hamas. Bersama Sinwar, Mushtaha mendirikan aparat keamanan Hamas pertama pada akhir 1980-an yang bertanggung jawab untuk melacak dan membunuh warga Palestina yang dituduh menjadi mata-mata Israel.
Dia dibebaskan dari penjara Israel bersama dengan Sinwar pada 2011 dan baru-baru ini ditugaskan untuk mengkoordinasikan antara kelompok Hamas di Gaza dan pejabat keamanan Mesir dalam berbagai masalah termasuk pengoperasian penyeberangan perbatasan Rafah.
Nasibnya masih belum jelas.
AL JAZEERA