Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Ancaman Setelah Kejatuhan Afganistan

Jatuhnya Afganistan ke tangan Taliban rawan memicu kebangkitan jaringan teroris dunia. Indonesia tak boleh berpangku tangan.

21 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERKUASANYA kembali Taliban di Afganistan menyedot perhatian sekaligus memicu kecemasan dunia. Setelah pasukan Amerika Serikat hengkang dari Afganistan, tak ada yang mengimbangi kekuatan Taliban dan meminimalkan kekerasan bila situasinya memburuk. Kepanikan pun merebak ketika warga Afganistan berusaha meninggalkan negara yang puluhan tahun tercabik perang saudara itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Taliban, yang pernah menguasai Afganistan pada 1996-2001, mengumumkan pemerintahan baru yang berlandaskan hukum syariah. Bayangan kekerasan selama Taliban berkuasa pun kembali mencuat. Kala itu, perempuan dilarang bersekolah, bekerja, atau meninggalkan rumah tanpa pendamping laki-laki. Mereka yang dituduh berzina dihukum rajam, ditimpuki batu hingga meninggal di depan umum. Taliban bahkan melarang televisi, musik, dan bioskop. Janji Taliban membentuk pemerintahan inklusif, yang melindungi semua warga Afganistan, masih perlu pembuktian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kecemasan kini meluber ke luar Afganistan. Maklum, Taliban memiliki catatan kelam pernah melindungi organisasi teror global Al-Qaidah. Taliban memberikan tempat bersembunyi kepada pemimpin Al-Qaidah, Usamah bin Ladin. Dari Afganistan, menurut Amerika, Usamah mengatur pelbagai serangan teroris. Di antaranya serangan 11 September 2001, ketika teroris membajak dan menabrakkan pesawat ke gedung kembar World Trade Center, New York, Amerika, sehingga menewaskan hampir 3.000 orang.

Serbuan pasukan Amerika ke Afganistan pada Oktober 2001 memang mengalahkan Taliban dalam waktu singkat. Namun Taliban tak pernah mati. Amerika perlu waktu sepuluh tahun untuk menemukan dan menghabisi Usamah. Itu pun Amerika gagal meringkus ribuan orang pengikut Usamah yang telah menjalani pelatihan di kamp militer Al-Qaidah di Afganistan. Al-Qaidah telanjur menciptakan “universitas teror” lalu menebar lulusannya ke seluruh dunia.

Kemenangan terakhir Taliban rawan membakar lagi semangat serta solidaritas sisa-sisa kelompok teror, seperti bekas anggota Jamaah Islamiyah atau Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Dalam konteks inilah pemerintah Indonesia tak boleh sekadar menonton dan berpangku tangan. Sebab, tak sedikit alumnus pelatihan militer di Afganistan yang telah kembali ke negeri ini. Berkaca pada kejadian sebelumnya, serangan terorisme di Tanah Air biasanya merebak seiring dengan menguatnya gerakan teroris transnasional.

Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi lebih awal kebangkitan kembali sel-sel terorisme di dalam negeri. Namun pemerintah tak boleh mengulangi pelbagai kesalahan selama ini. Dalam dua periode pemerintahan Joko Widodo, tiap kali muncul ancaman terorisme, aparat keamanan seperti mendapat insentif untuk melanggar hukum dan hak asasi manusia. Memang, sel-sel jaringan teroris sangat mungkin menyaru dengan pelbagai kelompok Islam garis keras di dalam negeri. Karena itu, pemerintah perlu mengawasi gerak-gerik mereka. Tapi, dalam mengawasi mereka, aparat seharusnya selalu bekerja dalam koridor hukum dan kemanusiaan.

Perang puluhan tahun di Afganistan, serta kemenangan terakhir Taliban, sepantasnya memberikan pelajaran berharga bagi elite politik di negeri ini. Berhentilah mengeksploitasi kontestasi politik atas nama agama apa pun. Sebab, persaingan politik yang dibumbui isu agama mudah meletup menjadi kekerasan. Bila tak tertangani, konflik terbuka atas nama agama rawan memicu perang saudara, yang bisa mengundang campur tangan pihak luar seperti di Afganistan. Elite politik janganlah merusak demokrasi yang telah susah payah dibangun di negeri ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus