Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rencana balap mobil Formula E terus berjalan meski belum jelas manfaatnya.
Pemerintah DKI tetap membayar Rp 983,3 miliar meski dua agenda balapan dibatalkan.
PDIP dan PSI mendorong interpelasi terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan.
RENCANA sejumlah politikus di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta menggunakan hak interpelasi kepada pemerintah DKI ihwal balap mobil Formula E sejatinya wajar-wajar saja. Dituding merupakan proyek mercusuar, balapan mobil listrik itu memakan biaya hingga Rp 1,6 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur Anies Baswedan mengklaim balapan Formula E akan punya dampak ekonomi setidaknya Rp 1,2 triliun plus moncernya citra Jakarta sebagai kota wisata—lewat publikasi media internasional dan datangnya ribuan penonton ke Ibu Kota. Sementara itu, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan DKI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah DKI Tahun 2019 menyebutkan bahwa perhitungan dampak ekonomi balap Formula E tidak meyakinkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Interpelasi adalah hak bertanya badan legislatif kepada pemerintah. Dalam Tata Tertib DPRD DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 disebutkan hak interpelasi dapat diajukan sedikitnya oleh 15 legislator yang berasal dari sedikitnya dua fraksi.
Adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memotori penggunaan hak itu. Di atas kertas, suara mereka cukup untuk membuat interpelasi terlaksana. Kedua partai politik tersebut saat ini hanya memiliki 33 kursi DPRD.
Balap mobil Formula E memang layak dikritik. Sebagai sumber pendanaan, pemerintah DKI mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI dan modal pemerintah DKI di PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Hingga kini, Jakpro sudah membayar Rp 983,3 miliar kepada Formula E Operation (FEO), promotor dan pemilik lisensi balap mobil ini.
Meskipun rencana lomba pada 2020 dan 2021 dibatalkan karena pandemi Covid-19, duit itu tak lagi bisa ditarik. Masalah belum selesai karena Jakpro diwajibkan membayar biaya komitmen sebesar Rp 360 miliar per tahun. Dengan kontrak penyelenggaraan selama lima tahun, Jakpro tetap harus membayar ongkos itu untuk tiga tahun lagi, baik balapan digelar maupun tidak.
Interpelasi PDIP dan PSI selayaknya tidak dilihat secara naif. Mudah diterka: langkah mereka merupakan permainan politik untuk menggoyang Anies, salah satu dari lima calon presiden 2024 dengan elektabilitas tertinggi.
Kuat diduga, niat kedua partai itu bukan didasarkan pada kepentingan umum, tapi kepentingan mereka dalam pemilihan umum tiga tahun lagi. Interpelasi kedua partai juga merupakan residu politik elektoral pemilihan kepala daerah 2017. Ketika itu Anies mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama, gubernur inkumben yang didukung PDIP dan PSI. Interpelasi juga terasa menggelikan karena sebelumnya kedua partai menyetujui anggaran balap Formula E dimasukkan ke APBD Ibu Kota.
Daripada jadi rame, tak ada salahnya membatalkan balapan itu. Menguntungkan segelintir pengusaha, masyarakat umum sesungguhnya tak mendapat manfaat dari proyek ini. Membangun Jakarta sebagai kota wisata yang memikat di dunia tak bisa dengan cara instan, tapi dengan perencanaan yang matang dan pembangunan yang bertahap. Jakpro dan perwakilan pemerintah DKI dapat menggunakan force majeure pandemi sebagai alasan.
Interpelasi memang membuka kesempatan publik untuk mengetahui untung-rugi balap mobil Formula E. Tapi, sejauh hal itu dilakukan untuk mencapai efek elektoral, publik sebetulnya cuma menjadi penonton pentas para politikus yang ingin mencapai kepentingan jangka pendek mereka saja.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo