Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Agar TIM Makin Semarak

Para seniman hendaknya berfokus pada pengelolaan dan kurasi kegiatan di Taman Ismail Marzuki pasca-revitalisasi. Akhiri polemik pembangunan kembali kawasan itu.

14 Maret 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pro dan kontra seputar revitalisasi Taman Ismail Marzuki tak akan berlarut-larut bila para seniman dan pemerintah DKI mau berdialog tanpa rasa saling curiga.

  • Kedua pihak harus mengacu pada tujuan yang sama, yakni mengembalikan TIM sebagai pusat kesenian terpadu.

  • Para seniman hendaknya berfokus pada pengelolaan dan kurasi kegiatan di Taman Ismail Marzuki pasca-revitalisasi.

PRO dan kontra seputar revitalisasi Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) tak akan berlarut-larut bila para seniman dan pemerintah DKI mau berdialog tanpa rasa saling curiga. Kedua pihak harus mengacu pada tujuan yang sama, yakni mengembalikan kawasan TIM sebagai pusat kesenian terpadu, seperti cita-cita para penggagasnya setengah abad silam.

Sebagian seniman Ibu Kota mencurigai niat komersialisasi di balik penataan kawasan TIM. Keberatan mereka antara lain berpangkal pada rencana pembangunan hotel berbintang di kawasan TIM. Rencana hotel itu memang tak ada dalam desain penataan kawasan TIM hasil sayembara pada 2007. Rencana tersebut baru muncul setelah pemerintah DKI menunjuk PT Jakarta Propertindo sebagai pelaksana proyek.

Membangun ulang pusat kesenian selayaknya tidak berorientasi mencari untung. Karena itu, pemerintah DKI harus memastikan bahwa tujuan utama revitalisasi adalah mengembalikan kawasan TIM sebagai pusat berseminya kreativitas dan kebebasan berekspresi. Kalaupun di sana akan dibangun fasilitas seperti hotel, pemerintah DKI harus menjamin keberadaannya semata-mata untuk mendukung kegiatan seni.

Dibangun di masa Gubernur Ali Sadikin pada 1968, kawasan TIM pernah menjadi laboratorium, etalase, sekaligus barometer kesenian di Tanah Air. Sebagai laboratorium, TIM telah melahirkan sejumlah seniman ternama dengan karyanya yang bagus. Sebagai etalase, TIM juga pernah menjadi tempat pertunjukan dan pameran karya seni dengan nilai estetika yang tinggi. Di masa keemasannya, TIM menjadi panggung bagi W.S. Rendra, Arifin C. Noer, Putu Wijaya, dan Sardono W. Kusumo—untuk menyebut beberapa. Karena itu pula TIM pernah menjadi ukuran “kesuksesan”, tak hanya untuk seniman Ibu Kota, tapi juga bagi seniman Indonesia.

Semata-mata mengagungkan masa lalu, para seniman tak sepantasnya menolak revitalisasi. Mereka harus menatap ke depan. Apalagi proyek revitalisasi TIM kini sudah berderap. Menghentikan pekerjaan di tengah jalan hanya akan membuang-buang uang daerah yang sudah mengucur. Total biaya pembangunan kembali TIM sekitar Rp 1,8 triliun.

Tak ada yang salah dengan upaya pemerintah Jakarta membangun ulang kawasan TIM dan melengkapinya dengan fasilitas modern. Singapura saja memiliki Esplanade, pusat kesenian dengan fasilitas yang baik. Alih-alih menolak, para seniman seharusnya mengawal revitalisasi agar bisa mengembalikan TIM menjadi pusat kesenian yang berwibawa. Salah satu yang harus mereka kerjakan adalah mengawasi pengelolaan dan memastikan kurasi kegiatan berjalan baik.

Dengan kata lain, setelah revitalisasi selesai, pengelolaan TIM harus dilakukan profesional. Pusat kesenian tak bisa diurus sambil lalu. Para seniman harus didorong lewat pelbagai insentif agar memproduksi karya bermutu. Pusat kesenian itu tak boleh diurus ala kadarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIM masa depan adalah TIM dengan bangunan dan infrastruktur modern sebagai ekosistem yang mendorong para seniman menghasilkan karya cemerlang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus