Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Sekoci Nasabah Asuransi Jiwasraya

Pemerintah mengucurkan Rp 22 triliun untuk Jiwasraya dengan membentuk perusahaan asuransi baru. Solusi paling masuk akal dibanding skema lain.

17 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH mengambil langkah tepat dalam menyelamatkan Jiwasraya. Pengambilalihan penyelesaian klaim 2,63 juta nasabah itu menunjukkan tanggung jawab negara atas kasus gagal bayar di perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lewat Kementerian Badan Usaha Milik Negara, pemerintah membentuk perusahaan asuransi jiwa baru. Namanya Indonesia Financial Group (IFG) Life. Badan usaha ini berada di bawah PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, holding perusahaan asuransi dan penjaminan negara. IFG Life akan mengambil alih polis hasil restrukturisasi Jiwasraya, yang per 31 Juli lalu mencatatkan utang klaim jatuh tempo Rp 18,7 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembentukan IFG Life membutuhkan dana Rp 24,7 triliun. Jumlah itu mencakup Rp 24,2 triliun untuk menutupi kesenjangan ekuitas Jiwasraya dan Rp 510 miliar untuk persiapan operasional perseroan. Untuk itu, pemerintah, sebagai pemilik saham penuh di Jiwasraya dan PT Bahana, mengucurkan penyertaan modal negara Rp 22 triliun ke PT Bahana.

Kucuran dana itu akan tercatat sebagai aset pemerintah di PT Bahana, yang juga membawahkan PT Asuransi Jasa Raharja, PT Asuransi Jasa Indonesia, PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo, dan PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Istilahnya, bail-in. IFG Life akan beroperasi sebagaimana perusahaan asuransi lain, mulai mencari nasabah, menanam uang di pasar modal, dan lainnya.

Bail-in merupakan opsi yang lebih masuk akal ketimbang skema lain, termasuk bail-out. Dengan kesulitan likuiditas dan utang jatuh tempo, dana segar suntikan pemerintah hampir pasti Jiwasraya gunakan untuk membayar klaim nasabah. Ujung-ujungnya, modal tersebut ambyar dan negara merugi.

Kementerian BUMN juga pernah meminta PT Bank Tabungan Negara Tbk, PT Kereta Api Indonesia, PT Pegadaian, dan PT Telekomunikasi Selular patungan memodali PT Jiwasraya Putra, anak usaha Jiwasraya. Langkah ini merupakan praktik ekonomi yang tak sehat dan berpotensi merugikan empat perusahaan pelat merah tersebut. Ada juga opsi penyitaan aset, termasuk Cilandak Town Square di Jakarta Selatan. Namun mekanisme itu juga perlu proses panjang untuk menilai kualitas dan besarannya, sementara utang klaim Jiwasraya terus menggunung dengan kenaikan hingga Rp 350 miliar per bulan.

Ibarat perahu yang akan karam, nasabah Jiwasraya diselamatkan ke biduk lain. Dengan berkurangnya beban, Jiwasraya seharusnya bertahan. Kementerian BUMN perlu memastikan perusahaan asuransi tertua warisan Hindia Belanda itu menjalankan perbaikan manajemen dan mencapai target kerja.

Bagi nasabah, restrukturisasi ini menimbulkan konsekuensi. Manfaat baru mereka bisa dapatkan secara berangsur hingga 15-an tahun. Itu pun kena pemotongan manfaat atau haircut. Nilainya hingga 40 persen. Merugi, memang. Tapi sampai itulah kemampuan pemerintah. Tanpa pemotongan manfaat 40 persen, kesenjangan ekuitas Jiwasraya bukan Rp 24,2 triliun, melainkan Rp 50,9 triliun. Pekerjaan terbesar manajemen IFG Life mendatang adalah meyakinkan nasabah, yang 90 persen adalah pensiunan, untuk tetap berada di perahu penyelamat ini.

Pengambilalihan nasabah harus diikuti dengan penegakan hukum. Gagal bayar Jiwasraya disebabkan oleh kesalahan manajemen menempatkan investasi atas polis bancassurance-nya, JS Proteksi Plan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memberikan vonis penjara seumur hidup kepada Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan—bekas direktur utama, direktur keuangan, dan kepala divisi investasi. Masih ada terdakwa lain di luar manajemen yang belum menjalani sidang tuntutan dengan alasan sakit.

Industri asuransi masih punya bom waktu lain, yaitu Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera. Mirip-mirip Jiwasraya, tiga juta pemegang polis terkatung selama empat tahun akibat kesulitan keuangan perusahaan. Upaya keras pemerintah memulihkan kepercayaan publik terhadap asuransi akan sia-sia tanpa penyelesaian prahara Bumiputera.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus