Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

kolom

Bendera Putih untuk Harun Masiku

Polisi menyebutkan Harun Masiku masih berada di Indonesia. Membantah klaim KPK bahwa politikus PDIP itu kabur ke luar negeri.

11 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cerita serial Harun Masiku tampaknya akan makin panjang. Setelah senyap beberapa lama, kini muncul kabar bahwa politikus PDI Perjuangan itu bersembunyi di Indonesia. Semuanya menegaskan tidak berdayanya Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tersangka pemberi suap kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Inspektur Jenderal Krishna Murti, mengatakan, berdasarkan data perlintasan perjalanan antarnegara, Harun masih berada di Indonesia. Informasi yang mematahkan alasan pimpinan KPK, yang berkali-kali selalu berdalih belum bisa menangkap Harun karena ia bersembunyi di luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus Harun bermula saat operasi tangkap tangan terhadap Wahyu pada 8 Januari 2020. Harun menyuap Wahyu agar bisa duduk di DPR untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal. Namun Harun lolos dari operasi itu. Sempat beredar kabar bahwa ia bersembunyi di luar negeri dan upaya pengejaran dilakukan di berbagai tempat. Namun semua hasilnya nihil. Harun seperti ditelan waktu, jejaknya tak terlacak.

Bukan hanya KPK, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly pun seperti main-main menyangkut kasus Harun. Dia pernah memberikan informasi tak valid tentang keberadaan Harun. Pada 16 Januari 2020, Yasonna, yang juga politikus PDI Perjuangan, menyatakan Harun berada di luar negeri. Padahal, sehari sebelum penangkapan Wahyu, dia tercatat kembali ke Jakarta melalui Bandara Soekarno-Hatta menggunakan Batik Air. 

Pada saat operasi tangkap tangan, Harun terpantau berada di sekitar kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Belakangan, Yasonna mengakui Harun telah berada di Indonesia sehari sebelum Wahyu dicokok. Namun ia mengatakan salah informasi karena keterlambatan input data di bandara. Tentu saja publik tidak mudah percaya pada alasan itu. 

Tim gabungan independen yang dibentuk Menteri Yasonna untuk menelusuri kesimpangsiuran ihwal Harun juga sia-sia. Padahal tim tersebut terdiri atas Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Ombudsman RI. Namun hasil penelusuran tim yang diumumkan sebulan kemudian terasa janggal ihwal keterlambatan data di bandara karena masalah sistem. Padahal sistemnya berbasis online dan real time.

Berbagai drama tersebut memberi kesan bahwa pelacakan dan penangkapan buron itu tak serius. Bahkan sulit dielakkan munculnya dugaan bahwa ada upaya-upaya menyelamatkan Harun. Membuat disinformasi seolah-olah Harun berada di luar negeri sehingga sulit dibekap boleh jadi sebagai bagian dari upaya penyelamatan itu. 

Pimpinan KPK tanpa rasa malu selalu menyatakan Harun berada di luar negeri. Ada tiga negara yang diduga menjadi tempat persembunyiannya, yakni Malaysia, Singapura, dan terakhir Kamboja.

Bahkan KPK mengaku pernah mendapat informasi bahwa Harun menjadi marbut di sebuah negara tetangga. Di lain waktu mendapat informasi bahwa ia berada di gereja. Tim lalu meluncur ke tempat-tempa itu, tapi hasilnya nihil. Cerita semacam itu, jangankan untuk dipercaya, mendengarnya pun bikin kita terpingkal-pingkal. Ibarat sebuah film, ceritanya tidak meyakinkan penonton. 

Pernyataan Krishna Murti yang menyebutkan Harun bersembunyi di Indonesia menjadi tamparan keras bagi KPK. Seharusnya, KPK tidak kesulitan menangkap Harun karena mempunyai teknologi dan pengalaman cukup dalam melakukan berbagai operasi penangkapan. KPK bisa menyadap orang-orang dekat Harun, dari keluarga hingga rekannya sesama politikus, serta memeriksa mereka jika ditemukan indikasi adanya komunikasi dengan sang buron. Juga bisa menggeledah tempat-tempat yang diduga menjadi tempat persembunyiannya.

Di tengah merosotnya kepercayaan publik pada KPK, seharusnya pimpinannya berupaya menyelesaikan berbagai utang perkara yang mendapat atensi publik. Jangan memberi kesan bahwa KPK kalah canggih oleh Harun. Tapi, jika memang pimpinan KPK kalah, buat saja pengakuan terbuka: "Kami tak berdaya menangkap Harun Masiku."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus