Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Mahkamah Konstitusi merevisi aturan tentang penyidik pencucian uang.
Penyidikan money laundering bukan lagi monopoli polisi, jaksa, dan KPK.
Penyidik PNS bisa ikut menjerat pasal pencucian uang.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi yang memperluas penyidikan tindak pidana pencucian uang layak diapresiasi dan harus segera ditindaklanjuti oleh semua lembaga. Setelah putusan ini terbit, perburuan dan penindakan pelaku pencucian uang seharusnya makin intensif dan tak lagi menjadi monopoli polisi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam putusan bernomor 15/PUU-XIX/2021 yang terbit pada 29 Juni lalu, Mahkamah Konstitusi mengubah definisi “penyidik tindak pidana asal” dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Awalnya pasal itu membatasi kewenangan investigasi pencucian uang hanya untuk penyidik dari kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada di bawah Kementerian Keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah putusan Mahkamah Konstitusi terbit, penyidik pegawai negeri sipil dari semua instansi memiliki kewenangan menyidik kasus-kasus pencucian uang. Misalnya penyidik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kini bisa menelusuri dan menindak pelaku pembalakan liar (illegal logging) yang memakai modus-modus pencucian uang untuk menyembunyikan aset yang dia peroleh dari kejahatan itu. Demikian pula penyidik dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang kini bisa memburu aset hasil dari penangkapan ikan ilegal (illegal fishing). Keleluasaan semacam ini diharapkan dapat mengungkap pelbagai kejahatan yang merugikan negara yang jarang terungkap.
Harus diakui jika Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang selama ini memberikan peran terlalu besar kepada polisi dan jaksa. Akibatnya, pengusutan kasus seperti pembalakan liar, pencurian ikan, atau pidana perbankan dan pasar modal kerap kali mentok. Di satu sisi penyidik dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan, atau Otoritas Jasa Keuangan tak bisa menelisik lebih jauh indikasi pencucian uang dari satu kasus kejahatan, sehingga terpaksa menyerahkannya kepada polisi atau jaksa. Padahal sebenarnya mereka yang paham akan konteks, modus, hingga anatomi kasus yang bisa berujung pada pencucian uang.
Di lain pihak, polisi atau jaksa juga kerap kesulitan menelusuri modus pencucian uang di sektor tertentu karena kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Apalagi praktik pencucian uang biasanya menjadi proses akhir dari satu tindak pidana, yang untuk menelisiknya memerlukan pengetahuan khusus dan sudah pernah menyidik kejahatan “hulu”-nya.
Pembatasan kewenangan penyidikan selama ini ikut memberi ruang munculnya kongkalikong antara penjahat dan penyidik. Karena tak ada pihak lain yang terlibat dalam penyidikan satu kasus, penyidik korup bakal dengan gampang berkompromi dengan pelaku kejahatan. Misalnya untuk menghentikan penelusuran aset-aset hasil kejahatan yang disembunyikan dengan praktik cuci uang. Setelah kewenangan penyidikan diperluas dan terbentuk multi-investigator, setidaknya ada harapan untuk perbaikan. Meski pada akhirnya hal ini amat bergantung pada integritas dan moral para penyidiknya.
Putusan MK harus segera disikapi dengan langkah progresif oleh semua kementerian dan lembaga yang memiliki penyidik pegawai negeri sipil. Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk tim pemburu pencucian uang hasil illegal logging. Demikian pula Otoritas Jasa Keuangan, yang bisa mempertajam kemampuan teknis para penyidiknya guna menelusuri aset hasil kejahatan keuangan. Yang tak kalah penting, perluasan kewenangan menyidik harus menjadi pintu masuk penyidik pegawai negeri sipil untuk kembali menelusuri dugaan pencucian uang dalam kejahatan kerah putih yang sebelumnya macet di tangan polisi, jaksa, atau KPK.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo