Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TABIR gelap kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana alias Eky hanya bisa disingkap melalui pembentukan tim independen. Tanpa langkah itu, hasil penyelidikan atas kasus di Cirebon, Jawa Barat, sewindu silam tersebut terus memunculkan keraguan publik. Apalagi berbagai kejanggalan muncul sejak kedua remaja itu ditemukan tewas pada 27 Agustus 2016.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepolisian Resor Cirebon Kota awalnya menyebut sejoli itu tewas karena kecelakaan saat bersepeda motor. Keterangan polisi lalu berubah tak lama kemudian: Vina diperkosa dan bersama kekasihnya dibunuh oleh geng motor. Polisi juga menyatakan ada sebelas tersangka, tiga di antaranya menjadi buron. Kasus ini mencuat lagi setelah kemunculan film Vina: Sebelum 7 Hari pada 8 Mei 2024. Polisi buru-buru menangkap Pegi Setiawan, salah satu tersangka, dan menyatakan dua tersangka buron lain fiktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sedari awal, polisi terlihat mengabaikan aspek pencarian kebenaran dalam kasus ini. Setelah film fiksi plus bumbu-bumbu mistis yang mengangkat cerita dari tragedi itu viral, polisi tergopoh-gopoh membuka kembali penyelidikan. Cara kerja polisi semacam itu, mengutip bahasa anak muda, sungguh “membagongkan” alias membingungkan. Seandainya polisi bekerja profesional sejak awal, kasus ini bisa langsung tuntas dan tak berlarut-larut seperti sekarang.
Temuan Tempo menunjukkan bahwa ayah Eky, Inspektur Satu Rudiana, cawe-cawe dalam kasus tersebut. Rudiana, yang saat itu menjabat Kepala Satuan Narkoba Kepolisian Resor Cirebon, ikut menggerebek rumah para tersangka. Keterlibatan Rudiana jelas penuh konflik kepentingan sekaligus pelanggaran kode etik polisi dan bisa menjadi tindak pidana. Masalahnya, Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI buru-buru menyatakan Rudiana tak melanggar aturan.
Tindakan Rudiana pun diduga didiamkan oleh Kepala Polres Cirebon Kota saat itu, Adi Vivid Bachtiar. Adi, yang merupakan putra mantan Kepala Polri, Jenderal (Purnawirawan) Da’i Bachtiar, kini berpangkat brigadir jenderal dan menjabat Wakil Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta. Divisi Profesi dan Pengamanan Polri harus memeriksa Adi yang bertanggung jawab terhadap kinerja anak buahnya.
Berbagai persoalan itu sangat mungkin membuat penanganan kasus “Vina Cirebon” ternoda. Ada berbagai perbedaan hasil visum awal dan ekshumasi atau setelah penggalian jenazah. Visum awal, misalnya, menunjukkan tak ada tanda-tanda penganiayaan dan pemerkosaan. Sedangkan visum ekshumasi menyebutkan terjadi penganiayaan dan ditemukan sperma—yang sebenarnya tak otomatis menunjukkan telah terjadi pemerkosaan.
Belum terlambat bagi kepolisian untuk membentuk tim independen meskipun berkas Pegi Setiawan dilimpahkan ke kejaksaan pada Kamis, 20 Juni 2024. Tim independen bisa memastikan peran mereka yang dituding sebagai pelaku dan polisi yang diduga merekayasa penyidikan. Apalagi ada dugaan para tersangka disiksa agar mengaku turut membunuh Vina dan Eky. Pun tim itu bisa menyelidiki peran jaksa dan hakim yang tak menggali lebih jauh temuan polisi.
Baca juga:
Tim pencari fakta yang beranggota ahli di berbagai bidang, seperti psikologi, kriminologi, dan forensik, bisa mengurai simpul kusut penyidikan sumir tersebut. Sulit mengharapkan kalangan internal polisi bersikap transparan dalam kasus dugaan pembunuhan Vina dan Eky. Polisi bahkan menolak eksaminasi kasus itu. Tanpa pembentukan tim independen, kasus “Vina Cirebon” bakal berulang.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Rekayasa Kasus Vina Cirebon"