Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi membongkar beking judi online di Kementerian Komunikasi dan Digital.
Nama mantan Menteri Komunikasi, Budi Arie Setiadi, disebut-sebut dalam jaringan itu mengingat kerja rapi anak buahnya.
Polisi tak serius membongkarnya sampai ke bandar judi online yang diduga menjadi penyandang dana operasi politik.
DALAM urusan mengusut perjudian di jagat maya, cara pemerintah serupa gotri dalam mesin rolet: bergerak tidak menentu. Sindikat judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital perlahan terkuak, tapi dalang besarnya belum tampak. Alasan bahwa kejahatan siber itu sulit diberantas karena faktor teknologi dan operasinya lintas negara ternyata hanya bualan. Praktik lancung itu tumbuh subur karena dibekingi aparat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menetapkan 18 tersangka—10 di antaranya pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital. Mereka diduga melindungi 1.000 akun judi online agar tidak diblok pemerintah. Nama Budi Arie Setiadi, yang pernah menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika, disebut-sebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bergabung dalam satu komplotan, 18 tersangka melakukan kejahatan dengan orkestrasi yang rapi. Mereka berbagi tugas: menjadi penghubung dengan bandar judi online, mengumpulkan uang upeti, dan membuka kantor satelit di Bekasi, Jawa Barat, untuk mengendalikan buka-tutup situs judi. Sungguh di luar nalar, ada lembaga pemerintah membuka kantor tersembunyi untuk mengakali lalu lintas situs judi online. Pekerjaan rumit ini tentu tidak bisa dilakukan tanpa restu pejabat tinggi.
Polisi terkesan setengah hati membongkar pelaku dan hubungan mereka dengan bandar besar judi online. Padahal, dalam beberapa kasus lain, polisi selalu menjelaskan dengan terbuka para pelakunya, termasuk memamerkan tumpukan uang sebagai barang bukti.
Kuat diduga tindak pidana pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital itu terorganisasi dan terstruktur, bukan individual. Sebagai mantan pemimpin tertinggi di Kementerian Komunikasi, Budi Arie seharusnya bertanggung jawab atas praktik lancung anak-anak buahnya. Namun rencana polisi memeriksa Budi Arie terkesan tak serius.
Terbongkarnya komplotan beking judi online menjadi bukti ada yang tidak beres dalam penanganan judi online selama ini. Pembentukan satuan tugas pemberantasan judi online di era Presiden Joko Widodo jadi tampak sebagai kepura-puraan dalam upaya memberantas kejahatan ini. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 yang dikeluarkan pada 21 Juni 2024 mendelegasikan wewenang penindakan judi online kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Budi Arie, sebagai Menteri Komunikasi, mengisi posisi Ketua Harian Pencegahan Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring atau Satgas Judi Online. Adapun Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjadi Ketua Harian Penegakan Hukum dibantu Kepala Badan Reserse Kriminal Polri sebagai wakil.
Maka wajar jika pembentukan satuan tugas pemberantasan judi online disebut hanya sebagai ajang pencitraan Jokowi menjelang pensiun. Sebab, pembentukan satuan tugas itu sebetulnya terlambat. Satuan tugas itu baru terbentuk lima bulan setelah Pemilihan Umum 2024.
Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada 2024, jumlah pemain judi online di Indonesia sebanyak 2,7 juta orang, 80 persen di antaranya mereka yang berpenghasilan rendah. Sisanya berasal dari berbagai kalangan, seperti profesional, aparatur sipil negara, aparat hukum, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Perputaran uang bisnis judi online sangat fantastis. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mencatat total akumulasi uang yang berputar sepanjang 2023-Maret 2024 mencapai Rp 427 triliun, jauh di atas anggaran negara untuk sektor kesehatan yang sebesar Rp 186,4 triliun.
Faktor “uang besar” ini yang menjelaskan penyebab pemerintah lamban membasmi judi online. Sudah menjadi rahasia umum setoran ilegal dari konsorsium bandar judi online menjadi penopang dana nonbujeter operasi politik dan kerja lembaga tertentu dalam menjalankan tugas rahasia.
Dengan pemberantasan judi online sebagai pencitraan, sulit berharap penegakan hukum bisa menyentuh menteri hingga tauke-tauke besar. Khawatir para petinggi akan “bernyanyi” dan membuka permainan kotor jika mereka diperiksa, polisi dan aparat hukum akan kembali pada praktik lama: menindak pegawai rendahan dan operator lapangan serta merangkul bos besar agar bisa dimanfaatkan belakangan.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo