Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sudah menjadi rahasia umum, pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Anies Baswedan kurang akur dalam perpolitikan, sejak Pilkada DKI Jakarta 2019. Saat Ahok jadi Gubernur Jakarta, Anies acap melayangkan kritikan. Pun sebaliknya, saat Anies yang menjabat kedudukan itu, Ahok juga berkali-kali melontarkan kritik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, kini pendukung kedua belah pihak, Ahokers dan Anak Abah, bakal satu suara mendukung Pramono Anun-Rano Karno di Pilgub DKI Jakarta 2024. Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh Ahok selaku Ketua DPP PDIP. Karenanya, Ahok meminta Ahokers agar tak mudah diadu domba dengan Anak Abah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ya mereka ada WA saya bahwa Ahokers bersama Anak Abah akan kompak memenangkan Mas Pram,” kata Ahok pada Ahad, 17 November 2024.
Sebelumnya, kelompok relawan pendukung Anies Baswedan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (Anies) telah bertemu dengan Pramono dan Ahokers pada Jumat, 15 November 2024. Koordinator Presidium Anies Laode Basir menilai pertemuan tersebut sudah merupakan tanda dukungan dari Anies. Pihaknya pun meminta relawan Anies untuk mendukung Pramono.
“Pasca sinyal tegas pertemuan Mas Pram dan Anies, saya ingin sampaikan kepada seluruh pendukung Mas Anies, tanda-tanda apalagi yang masih kau ragukan? Sudah tidak ada keraguan,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Ahokers Soeliyanto Rusli mengatakan pertemuan Ahokers-Anak Abah merupakan sinergi antara relawan Anies dengan Ahok. Pihaknya menegaskan pertemuan ini merupakan tanda dukungan untuk Pramono. Baik Ahokers maupun Anak Abah diminta tidak ragu mendukung kandidat PDIP itu.
“Sudah duduk bareng-bareng, ya kepada teman-teman Ahoker dan teman-teman Anak Abah yang masih ragu, belum menentukan pilihan, ini sudah jelas, sudah sangat jelas sekali,” katanya.
Sementara itu ,Koordinator Relawan Pramono Anung, Ammarsjah Purba mengatakan pertemuan Ahokers dan Anak Abah menegaskan dua pendukung yang sempat berseteru itu telah bersatu. Menurut dia, persatuan menjelang Pilkada bukan hanya terjadi di level elite, namun juga di akar rumput.
“Yang pasti adalah tidak ada lagi celah antara Ahokers maupun Anak Abah,” tegasnya.
Kilas balik perseteruan Ahok dan Anies
Pilgub DKI Jakarta 2017 disebut-sebut sebagai awal mula panasnya hubungan Ahok dan Anies. Menjelang Pilkada, keduanya acapsaling sindir. Baik soal kebijakan yang diambil Ahok yang saat itu berstatus Gubernur Jakarta, maupun janji politik yang diusung Anies yang mencalonkan diri sebagai cagub.
Salah satunya mengenai kebijakan reklamasi hingga penggusuran yang dilakukan Ahok saat itu. Saat debat calon Gubernur DKI pada Januari 2017 dengan pasangan calon Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni di arena Debat Pilgub DKI 2017, Hotel Bidakara, Jakarta, Anies menyebut Ahok hanya tegas soal penggusuran. Di sisi lain, Ahok disebutnya menye-menye terhadap bisnis prostitusi.
“Untuk urusan penggusuran tegas, tapi untuk urusan prostitusi, Alexis, lemah!” kata Anies pada Jumat, 13 Januari 2016.
Dilansir dari Iis.fisipol.ugm.ac.id, Perselisihan Ahok dan Anies membara seiring digelarnya Pilkada pada Februari 2017. Pemilihan tersebut disebut sebagai yang terkotor, memolarisasi, dan paling memecahbelah menurut The Jakarta Post. Di mana pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno berhasil mengalahkan pasangan petahana Ahok-Djarot Saiful Hidayat.
Kemenangan Anies-Sandi, yang didukung oleh partai Islam sayap kanan seperti PKS, PPP, dan FPI, dilihat sebagai pertanda bahwa sikap moderat dan pluralis di Indonesia telah dikalahkan oleh kelompok islam radikal. Harian New York Times melansir bahwa Indonesia, yang dikenal mampu menjaga toleransi dan pluralisme antarkelompok agama, sedang mengalami kemunduran.
Strategi kampanye Anies-Sandi yang bernada religius dan menjurus ke propaganda diamini oleh kelompok akar-rumput. Tempo melaporkan, ketegangan selama masa kampanye lebih terasa dibandingkan dengan empat periode Pemilihan Presiden lalu. Hal tersebut disebabkan oleh begitu banyaknya agenda politik dan strategi politisasi identitas dan agama yang digunakan.
Aksi Bela Islam 411 dan 212 yang menuntut Ahok dipenjara atas tuduhan penghinaan agama – dilihat sebagai upaya politisasi agama untuk memenangkan Anies Baswedan. Ketika pada akhirnya Ahok dinyatakan bersalah dan divonis dua tahun penjara, perhatian mengenai masa depan demokrasi Indonesia tambah dipertanyakan. Amnesti Internasional menyatakan vonis atas Ahok menodai reputasi Indonesia sebagai bangsa yang toleran.
Perseteruan Ahok dan Anies berlanjut setelah Ahok bebas dari penjara. Ahok, yang kala itu sempat mendekam 2 tahun di penjara Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, sekeluarnya dari hotel prodeo masih diseret oleh Anies ihwal izin mendirikan bangunan (IMB) di pulau reklamasi. Saat kebijakan itu dipertanyakan oleh banyak pihak, Anies mengambinghitamkan kebijakan pemerintah sebelumnya.
“Saya juga punya pertanyaan yang sama. Lazimnya, tata kota ya diatur dalam perda, bukan pergub. Itulah kelaziman dan prosedur yang tertib ya begitu. Memang konsekuensinya, menunggu selesainya perda itu perlu waktu lebih lama,” kata Anies pada Juni 2019.
Menanggapi itu, Ahok tidak tinggal diam. Bagi Ahok, Anies hanya pandai bersilat lidah. Ahok pun heran terhadap sikap Anies yang menerbitkan izin mendirikan bangunan di pulau reklamasi dengan bersandar pada Pergub Nomor 206 Tahun 2016 yang dibuat pada eranya.
“Anies kan anti-reklamasi dan gubernur paling hebat, berani lawan putusan kasasi PTUN soal reklamasi,” ucap Ahok saat dimintai konfirmasi.
Seteru Ahok dan Anies yang paling kentara adalah ihwal penanganan banjir di Jakarta. Bencana alam ini kerap menjadi bahan untuk membandingkan Ahok dan Anies. Termasuk kala banjir yang kembali melanda ibu kota awal 2020 hingga menyebabkan sejumlah kerusakan dan korban meninggal dunia.
Bagi Ahok, banjir dapat ditanggulangi dengan normalisasi sungai di Jakarta. Kebijkakan ini dimulai saat era Jokowi-Ahok. Kala itu, ada 13 sungai yang dicanangkan untuk dinormalisasi. Anies pun mengkritik normalisasi sungai bukan solusi. Sebab, menurutnya, bantaran sungai yang sudah dinormalisasi pun tetap saja kebanjiran.
“Di sini memang sudah dilakukan normalisasi, faktanya masih tetap terjadi banjir,” kata Anies kala melihat lokasi banjir di Kampung Pulo, Jakarta Timur, Kamis, 2 Januari 2020.
Sikap Anies yang terus menyentil pemerintah terdahulu membuat Ahok gerah. Ahok pun pernah menyindir Anies dengan mengatakan menyerahkan sepenuhnya penanganan banjir kepada penerusnya itu. Menurut Ahok, Anies lebih lihai dalam mengatasi banjir.
“Kita harus percaya, Pak Anies itu lebih pintar ngatasi-nya,” kata Ahok.
Menjelang Pilkada Jakarta 2024, nama Ahok dan Anies sempat disandingkan. Namun, kala itu, Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai duet Anies-Ahok sulit untuk dilakukan.
“Kalau saya sih bicara politik mungkin, tapi sulit, tapi berat kan gitu,” kata Ujang, Selasa, 7 Mei 2024, seperti dikutip dari Antara.
Meski Anies dan Ahok pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta, menurut Ujang, mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) itu pernah melakukan tindak pidana penghinaan agama. Hal ini pun melekat pada diri Ahok sebagai bagian dari masa lalunya.
“Walaupun disatukan tetap saja bahwa ada persoalan pidana pada masa lalu, itu kan tidak pernah terhapus. Ada dan itu berdasarkan putusan pengadilan yang inkrah,” jelasnya.
PDIP juga kurang sreg dengan wacana duet Anies-Ahok. Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah DPD PDIP DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, menyebut Ahok dan Anies berasal dari akar rumput yang berbeda. “Keputusan juga akan dipengaruhi sikap tersebut dan mendengar pendapat akar rumput. Saya yakin DPP akan mengambil keputusan terbaik,” kata Gilbert.
Menurut Gilbert, keputusan untuk mengusung Ahok dan Anies sebagai calon gubernur dan wakil gubernur bergantung pada keputusan yang akan diambil oleh DPP PDI Perjuangan. Di sisi lain, kedua mantan gubernur yang saling bersaing dalam kontestasi Pilkada 2017 itu juga berasal dari akar rumput yang berbeda jauh, sehingga dapat memengaruhi perolehan suara.
“Keduanya berasal dari akar rumput yang jauh beda. Tentu suara bisa saling mendukung atau meniadakan,” katanya.
Pada akhirnya duet itu gagal. Ahok juga batal diusung oleh PDIP. Menjelang pendaftaran kandidat, PDIP didesuskan bakal mengusung Anies. Desus itu buyar setelah partainya Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP mengusung Pramono-Karno. Belakangan Ahok mengungkapkan alasan partainya batal mengusung Anies.
Kata Ahok, memang beberapa kader mengajukan Anies. Namun, menurutnya, banyak pihak di internal PDIP yang tidak memahami isi kepala Ketua Umum PDIP itu saat mencoba membawa nama Anies untuk dijagokan partai banteng dalam kontestasi elektoral di Jakarta.
“Menurut saya, mereka-mereka yang menarik Anies masuk itu tidak mengenal Ibu Mega,” ujar Ahok pada Jumat, 15 November 2024.
Eks Bupati Belitung Timur itu mengungkapkan, sejak awal Megawati sudah memiliki prinsip untuk menjagokan kadernya sendiri sebagai bagian dari investasi politik jangka panjang dari PDIP. Bahkan, kata dia, nama Anies tidak pernah dibahas dalam rapat jajaran DPP PDI-P terkait dengan Pilkada Jakarta.
“Enggak pernah dibawa dalam rapat DPP bahwa seorang Anies akan dicalonkan. Enggak pernah,” ujar Ahok.
Namun, pernyataan Ahok dibantah Ahmad Basarah. Ketua Bidang Luar Negeri DPP PDIP ini menegaskan partainya sudah membidik Anies sejak Juni 2024 atau jauh sebelum Ahok dilantik sebagai pengurus DPP, 5 Juli 2024. Pada 8 Juni 2024, pihaknya mengaku telah ditugaskan oleh DPP untuk menjalin komunikasi dengan PKB.
“Saya lalu bertemu dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. PDIP dan PKB lalu bersepakat menjalin kerja sama di Pilkada Jakarta. PKB akan mendukung Anies Baswedan sebagai calon gubernur, kami meminta posisi wakil gubernur,” kata Ahmad Basarah dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta, Ahad, 17 November 2024.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | AHMAD FAIZ IBNU SANI | CAESAR AKBAR | IMAM HAMDI | ANTARA