Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sekitar 50 tentara menyerang warga Desa Selamat di Deli Serdang.
Puspom TNI menyelisik 45 tentara yang diduga terlibat dalam insiden penyerangan tersebut.
Para pegiat mendesak para pelaku diadili di peradilan umum, bukan peradilan militer.
TIDUR Rina bersama keluarganya kini tak lagi terasa lelap. Ibu rumah tangga di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, itu kerap dihantui rasa gelisah dan takut. Sepekan setelah insiden penyerangan tentara ke desanya, Rina—bukan nama sebenarnya seperti yang dia minta untuk penulisan ini—bersama anak-anaknya mengalami trauma dan gelisah yang tak berkesudahan. “Kami takut setiap kali mendengar suara langkah kaki sepatu besi,” ujar Rina saat dihubungi Tempo pada Ahad, 17 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Derap sepatu besi yang dia maksudkan adalah langkah para serdadu yang berpatroli di sekitar Desa Selamat. Menurut Rina, keberadaan tentara yang ditugaskan di desanya itu membuat suasana kian tak nyaman. Ia mengatakan keluarga di desa tidak berani keluar rumah dan merasa terintimidasi, meski para tentara tak melakukan kegiatan apa-apa dan hanya berpatroli. “Kami seperti tinggal di kurungan, tak bebas seperti sebelumnya,” ujar Rina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Insiden terjadi pada Jumat, 8 November 2024. Sekitar 50 tentara dari Batalyon Artileri Medan (Yon Armed) 2/105 Kilap Sumagan, Komando Daerah Militer (Kodam) I/Bukit Barisan, disebut menyerang warga Desa Selamat di Deli Serdang. Insiden itu mengakibatkan seorang warga desa, Raden Barus, dinyatakan meninggal. Korban adalah pria lanjut usia, sementara belasan warga lainnya mengalami luka-luka.
Pelepasan warga Deli Serdang yang selesai menjalani perawatan oleh Pangdam I/Bukit Barisan, Letjen TNI Mochammad Hasan (kiri), di RST Putri Hijau Medan, Sumatera Utara, 12 November 2024. Dokumentasi Pendam I/BB
Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Agus Subiyanto mengatakan penyerangan tersebut bermula dari perselisihan antara warga dan salah seorang serdadu. Menurut Agus, dari informasi yang diterima, saat itu seorang tentara menegur pemuda yang berkendara menggunakan sepeda motor tapi membahayakan pengguna jalan lain. Namun warga sekitar tidak terima dengan teguran oleh serdadu tersebut hingga terjadinya adu mulut dan perkelahian massal di lokasi.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Sofyan Gajah, menepis pernyataan tersebut. Ia mengatakan, berdasarkan informasi yang diperoleh dari warga Desa Selamat, tidak ada tentara yang menegur pemuda di lokasi pada Jumat malam itu. Tentara, menurut Sofyan, justru datang secara tiba-tiba dan menyerang warga yang sebagian tengah beristirahat. “Ada sekitar 50 lebih tentara yang datang,” ujar Sofyan saat dihubungi, kemarin.
Sofyan juga skeptis jika insiden penyerangan bermula dari perilaku geng motor yang ditegur tentara. Menurut dia, geng motor yang acapkali menggunakan knalpot bising yang bukan standar lebih banyak ditemui di perkotaan, seperti di Kota Medan. “Sejauh ini kami tidak pernah memperoleh informasi ada geng motor di desa tersebut,” ujar Sofyan.
Tempo sempat berada di wilayah Kota Medan pada 5-9 November 2024. Selama empat hari bermalam, di area Jalan Raden Saleh dan Brigadir Jenderal Katamso Medan, Tempo kerap menemui kelompok pemuda dengan sepeda motor modifikasi, salah satunya sepeda motor menggunakan knalpot bukan pabrikan. Kelompok ini kerap melintas di ruas jalan tersebut sekitar pukul 01.00-03.00.
Sofyan melanjutkan, LBH Medan juga memperoleh informasi bahwa insiden itu bermula dari perselisihan seorang warga desa dengan seorang tentara pada Kamis, 7 November 2024, atau sehari sebelum penyerangan oleh serdadu Yon Armed 2/105 Kilap Sumagan. Dalam perselisihan itu, seorang warga Desa Selamat memang terlibat adu mulut dengan tentara. Namun belum diketahui secara pasti penyebab awal terjadinya perselisihan hingga terjadinya penyerangan tersebut.
LBH Medan mengecam tindakan penyerangan oleh serdadu Yon Armed 2/105 Kilap Sumagan terhadap warga Desa Selamat. Menurut Sofyan, semestinya serdadu TNI tak bertindak represif atau melegitimasi sikap “korsa” untuk membela kolega satu lembaganya. “Proses hukum yang dilakukan TNI harus dilakukan secara transparan dan adil,” tutur Sofyan.
Kepala Dusun III Desa Selamat, Binawati, menuturkan, pada Jumat, 8 November 2024, sekitar pukul 21.30 WIB, sejumlah warga desa mengatakan mereka diinvasi oleh kelompok geng motor yang menganiaya setiap laki-laki yang ditemui di jalan di desa. “Mereka tidak pandang bulu. Makanya warga dari desa lain yang kebetulan lewat juga terkena dampaknya,” kata Binawati. Belakangan, dia menyebutkan, kelompok geng motor tersebut diketahui merupakan serdadu Yon Armed 2/105 Kilap Sumagan.
Menurut Binawati, para tentara itu datang ke Desa Selamat untuk mencari seorang koleganya yang disebut hilang dan diduga diculik oleh warga. Dalam pencarian itu, para serdadu juga merusak dengan mendobrak sejumlah pintu rumah warga. “Mereka pergi satu jam kemudian. Saya memperoleh kabar ada seorang warga meninggal akibat insiden itu,” ujar Binawati.
Pangdam I/Bukit Barisan Letjen TNI Mochammad Hasan membesuk salah satu korban keributan oknum TNI AD dengan warga Deli Serdang di RST Putri Hijau Medan, Sumatera Utara, 11 November 2024. Dokumentasi Pendam I/BB
TNI Mengklaim Segera Tetapkan Tersangka
Dalam kesempatan terpisah, Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom TNI) Mayor Jenderal Yusri Nuryanto mengatakan Puspom TNI segera menetapkan status tersangka terhadap serdadu yang diduga terlibat dalam aksi penyerangan warga Desa Selamat di Kabupaten Deli Serdang. Ia menjelaskan, Puspom TNI telah menahan 45 tentara yang diduga terlibat.
Puspom masih memeriksa para serdadu tersebut untuk mengetahui peran dan keterlibatannya dalam penyerangan yang menyebabkan seorang warga desa meninggal. “Secepatnya (akan ada tersangka),” kata Yusri.
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan TNI akan bersikap profesional menangani proses hukum 45 tentara yang diduga terlibat dalam penyerangan terhadap warga di Deli Serdang. Markas Besar TNI menyatakan akan terus mengawal jalannya proses hukum. “Bahkan sampai diajukan ke persidangan,” kata Hariyanto. “Kami pastikan mereka yang terlibat diberikan sanksi dan hukuman.”
Ihwal masih adanya tentara di Desa Selamat, Hariyanto menjelaskan, hal itu untuk memastikan situasi dan kondisi di lokasi tetap aman. “Kami pastikan tidak akan ada aksi balasan dari peristiwa tersebut,” ujar Hariyanto.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan, Muhammad Isnur, mendesak proses hukum terhadap para serdadu yang diduga terlibat dilakukan melalui mekanisme peradilan umum, bukan peradilan militer. Menurut dia, peradilan militer selama ini disebut menjadi salah satu faktor langgengnya impunitas di tubuh TNI karena mekanismenya tidak dapat menjamin prinsip keadilan terhadap masyarakat sipil. “Pelaku harus diadili melalui peradilan umum,” ujar Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies, Khairul Fahmi, menyatakan Puspom TNI mesti segera menetapkan tersangka untuk memastikan proses hukum dilakukan secara transparan dan akuntabel. Ia menilai penundaan penetapan tersangka bakal merusak tingkat kepercayaan publik terhadap TNI dan penanganan kasus yang dilakukan. “Kalau memang sudah penyidikan, alat bukti sudah mencukupi, segera ditetapkan tersangkanya,” ujar Khairul.
Adapun Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan TNI akan menggunakan mekanisme peradilan militer, sebagaimana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Ia memastikan penanganan kasus dilakukan secara profesional dan tak pandang bulu. “Biarkan pengusutan berjalan sampai tuntas. Mereka yang terlibat akan diproses sesuai dengan hukum dan hukuman disiplin,” ucap Hariyanto.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Maruli Simanjuntak memastikan proses hukum akan berjalan secara tuntas dan transparan. “Soal penetapan tersangka, karena ini banyak, tentunya membutuhkan waktu,” ujar Maruli.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.