Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pembenahan struktur di TNI menimbulkan anomali.
Sejumlah personel TNI ditawari bertugas di institusi sipil.
Ada perwira TNI bertugas di lembaga sipil yang tak sesuai dengan Undang-Undang TNI.
BERJUMPA dengan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Andika Perkasa, Laksamana Yudo Margono membeberkan rencana pemindahan markas Komando Armada I dari Jakarta ke Kepulauan Riau. Kepala Staf Angkatan Laut itu mengungkapkan pangkalan digeser ke sisi barat untuk mengantisipasi ketegangan di Laut Natuna Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Persamuhan itu berlangsung di Markas Besar TNI di Cilangkap, Jakarta Timur, pada 29 Desember 2021, tapi videonya baru diunggah di kanal YouTube “Jenderal TNI Andika Perkasa” pada 12 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andika menyilakan Yudo memindahkan markas karena sudah ada dasar hukumnya. Menurut bekas Kepala Staf Angkatan Darat itu, rencana tersebut merupakan penataan struktur organisasi TNI sekaligus solusi untuk mengatasi banyaknya perwira yang menganggur. “Kita perbaiki pelan-pelan kalau ada kekurangan,” kata Andika.
Sekitar empat tahun lalu, ratusan perwira tinggi dan menengah TNI berstatus “non-job” alias tak punya jabatan. Mendapat julukan perwira khusus, mereka berpangkat mayor hingga letnan jenderal. Sebagian dari mereka sedang menunggu masa pensiun. Ada juga yang diberdayakan untuk memantau rekrutmen bintara dan tamtama di daerah.
Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Udara, Hadiyan Sumintaatmadja, bercerita, sedikitnya 30 perwira tinggi dan menengah di korpsnya tak memiliki jabatan pada 2016-2018. Mereka sekadar mengikuti apel dan berkantor di Mabes TNI Angkatan Udara setiap hari.
Menurut Hadiyan, para perwira itu berstatus non-job karena semua pos di TNI AU sudah terisi. Mereka sempat ditawari bertugas di luar struktur TNI Angkatan Udara. Namun hanya satu-dua orang yang menerima proposal itu. “Mayoritas menolak karena ingin tinggal di angkatan,” ujar purnawirawan marsekal madya ini.
Pada Februari 2019, Presiden Joko Widodo menyetujui pembentukan 60 jabatan baru untuk perwira tinggi. Restrukturisasi itu antara lain menaikkan status komando resor militer tipe B yang dipimpin kolonel menjadi tipe A yang dipimpin brigadir jenderal. Panglima TNI saat itu, Marsekal Hadi Tjahjanto, memperkirakan restrukturisasi tersebut menyerap sedikitnya 150 kolonel. (Baca: Bintang Redup di Markas Tentara)
Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Persatuan Pembangunan, Syaifullah Tamliha, menilai kenaikan kelas satuan teritorial di daerah bisa mengatasi banyaknya perwira tinggi yang berstatus “non-job”. Komandan markas satuan tempur itu kini dijabat perwira berpangkat brigadir jenderal.
Tamliha, yang berasal dari daerah pemilihan Kalimantan Selatan I, menyebutkan Komando Resor Militer 101/Antasari di Banjarmasin dikomandoi jenderal bintang satu mulai 2020. Markas satuan teritorial di bawah Komando Daerah Militer Mulawarman itu dipimpin kolonel sejak 1974. “Perwira itu didistribusikan untuk memimpin markas di daerah,” tutur Tamliha.
Menurut dia, TNI juga membentuk kelompok satuan tugas baru untuk menambah pos jabatan bagi perwira. Ia mencontohkan, Hadi Tjahjanto pernah meneken nota kesepahaman tentang keamanan dengan PT Freeport Indonesia pada Desember 2019. TNI lalu membentuk satuan tugas pengamanan daerah rawan dan obyek vital nasional yang dipimpin kolonel.
Restrukturisasi organisasi kerap terjadi saat Hadi Tjahjanto menjabat Panglima TNI dan Andika Perkasa sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Ditemui setelah menghadiri rapat kerja dengan Komisi Pertahanan DPR pada 17 Februari lalu, Andika mengatakan pengaturan pos-pos jabatan di TNI dilakukan untuk mencegah agar tak ada perwira yang kehabisan posisi.
Dalam wawancara khusus dengan Tempo pada 2019, Andika mengaku pernah merasakan tak punya jabatan selama satu setengah tahun. Ia waktu itu baru pulang dari kuliah di Amerika Serikat pada 2008. “Setiap hari di rumah karena tak punya kantor,” ujar menantu mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Abdullah Mahmud Hendropriyono, ini.
Andika saat itu menyebutkan ada 543 kolonel sampai letnan jenderal di matranya yang menganggur. Ia mengajukan sedikitnya 200 pos jabatan baru kepada Presiden Jokowi dan Kementerian Pertahanan. Restrukturisasi organisasi itu diperkirakan membutuhkan tambahan anggaran sekitar Rp 500 miliar per tahun.
Penasihat senior Kantor Staf Presiden, Andi Widjajanto, pernah dimintai saran oleh Andika untuk membenahi organisasi. Andi menyarankan Andika agar memperhatikan kesesuaian struktur lembaga antara Mabes TNI dan matra. Sebab, pembenahan struktur dengan menaikkan kualifikasi jabatan, khususnya di Angkatan Darat, menciptakan anomali.
Andi mencontohkan pangkat Komandan Pusat Polisi Militer TNI AD, yaitu letnan jenderal, lebih tinggi dari Komandan Pusat Polisi Militer TNI yang hanya mayor jenderal. Begitu pula Kepala Rumah Sakit Pusat TNI Angkatan Darat Gatot Soebroto dipimpin letnan jenderal meski Kepala Pusat Kesehatan TNI adalah perwira bintang dua.
“Namun gerbong organisasinya bergerak dan membuat perwira yang menganggur hampir tidak ada,” ucap Koordinator Lab 45 ini. Lembaga kajian itu memiliki riset soal mutasi perwira dan perubahan organisasi sejak Jokowi menjadi presiden. Menurut Andi, pemindahan jabatan militer selama 2014-2022 salah satunya bertujuan mengisi posisi struktural dengan nomenklatur baru.
Mutasi terbanyak terjadi pada 2020 dengan 900 perubahan. Sebanyak 300 di antaranya adalah nomenklatur baru. Misalnya tiga Komando Gabungan Wilayah Pertahanan yang diemban perwira tinggi bintang tiga.
Restrukturisasi organisasi dan mutasi perwira TNI itu nyatanya masih menimbulkan persoalan. Anggota Komisi Pertahanan DPR, Muhammad Farhan, mengaku pernah mendengar keluhan seorang jenderal bintang dua yang mengisi pos jabatan yang baru dibentuk oleh Mabes TNI.
Sebagaimana diceritakan Farhan, perwira tinggi itu menyebutkan pekerjaan di pos baru tersebut bisa diselesaikan perwira bintang satu dan para asisten berpangkat kolonel. “Dia bilang hanya menjadi simbol di kesatuan baru tersebut,” tutur politikus Partai NasDem ini.
Peneliti senior Imparsial, Al Araf, mengungkapkan masalah maraknya perwira tanpa jabatan juga diatasi dengan penugasan di luar struktur organisasi TNI. Antara lain, Laksamana Muda Adin Nurawaluddin yang ditunjuk menjadi Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ada juga nama Brigadir Jenderal Ario Prawiseso sebagai anggota staf khusus Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Menteri Kelautan Sakti Wahyu Trenggono; anggota staf khusus Menteri Kelautan, Wahyu Muryadi; serta Menteri Pariwisata Sandiaga Salahuddin Uno merespons pesan Tempo. Tapi mereka tak menjawab pertanyaan yang diajukan ke nomor pribadinya hingga Sabtu, 19 Februari lalu.
Masalahnya, penugasan itu diduga melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Hingga masa kepemimpinan Andika Perkasa, hanya ada sepuluh instansi sipil yang dapat dijabat oleh perwira aktif. Tak ada nama Kementerian Kelautan serta Kementerian Pariwisata dalam regulasi tersebut. “Ini melanggar semangat penghapusan dwifungsi militer yang dicanangkan pada era Reformasi,” kata Al Araf.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo