Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Proses ganti-rugi lahan SDN Jakasetia III Bekasi terkendala akibat ulah mafia tanah.
Gugatan pembebasan lahan SDN Jakasetia III dianggap janggal karena Pemerintah Kota Bekasi mengutamakan jalur perdamaian.
Penggugat berjanji mengembalikan sebagian uang ganti rugi.
POTONGAN bambu, kayu, dan lembaran seng bertumpuk di halaman belakang Sekolah Dasar Negeri Jakasetia III Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu siang, 16 Februari lalu. Di belakangnya berdiri tiang beton jalur layang kereta cepat Jakarta-Bandung. Akibat tiang pancang yang dipasang sejak 2019 itu, luas lahan sekolah menyempit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dede Setiana, guru SDN Jakasetia III, mengatakan lahan tiang jalur kereta cepat itu dulu bangunan berisi empat ruangan kelas. “Sejak ada program ganti rugi lahan itu, tiba-tiba ada orang yang menggugat sekolah kami,” tutur Dede. “Katanya dia punya sertifikat lahannya.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penggugat itu adalah Muhammad Sukroni, warga Tambun, Kabupaten Bekasi. Ia menggugat kepemilikan 2.401 meter persegi lahan sekolah ke Pengadilan Negeri Bekasi pada 13 Agustus 2018 dengan nomor perkara 480/Pdt.G/2018/PN Bks. Ia mengklaim mengantongi sertifikat bernomor 1493 yang terbit pada 29 November 1996 atas lahan tersebut.
Batas lahan yang tersisa dari ganti rugi proyek Kereta Cepat Indonesia China di SDN Jakasetia III Bekasi, Jawa Barat/Tempo/Linda Trianita
Dede mengajar seni karawitan sejak 1990-an di SDN Jakasetia III. Ia heran atas gugatan Sukroni. Setahu dia, lahan tersebut merupakan aset Pemerintah Kabupaten Bekasi yang diserahkan kepada Pemerintah Kota Bekasi selepas pemekaran pada 1996. “Saya pernah lihat sertifikat sekolah ini, bukan lagi atas nama warga,” katanya. “Tapi sertifikatnya entah ada di mana.”
Dari 2.401 meter persegi lahan sekolah, hanya 584 meter persegi yang terpakai untuk tiang pancang jalur kereta cepat. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pelaksana proyek pernah memberikan ganti rugi Rp 6,83 miliar untuk lahan dan Rp 1,44 miliar untuk bangunan. Karena gugatan Sukroni, PT Kereta Cepat diharuskan menitipkan uang ganti rugi tersebut ke Pengadilan Negeri Bekasi pada 11 Februari 2019.
Modal Sukroni menggugat lahan adalah akta jual-beli lahan tiang pancang dengan penduduk yang mengklaim sebagai pemilik lahan sebelum menjadi sekolah, Hadi Hamidjaja. Sukroni mengklaim jual-beli lahan terjadi pada 31 Desember 1997. Hadi meninggal bertahun-tahun lalu. Saat bertransaksi, Sukroni mengklaim kondisi lahan masih kosong.
Dalam berkas gugatan, Sukroni menyebutkan sempat akan menjual lahan itu pada 2012. Rencana ini gagal karena di lahan tersebut sudah berdiri bangunan SD Jakasetia III. Ia pun menuntut Pemerintah Kabupaten Bekasi, Pemerintah Kota Bekasi, dan sekolah mengganti kerugian materiel Rp 10,84 miliar. Ia juga meminta uang kompensasi imateriel Rp 1 miliar karena kaget tanahnya menjadi sekolah. Hakim tak mengabulkan semua tuntutan Sukroni.
Dede Setiana memastikan SDN Jakasetia III sudah berdiri sejak awal 1990-an. “Pada 1997, sekolah sudah berdiri dan saya sudah mengajar di sini, kok, bisa disebut tanah kosong?” ujarnya.
Masalahnya, alih-alih mempertahankan bangunan sekolah itu, Pemerintah Kota Bekasi seturut dengan gugatan Sukroni. Pada 2019, tak lama setelah gugatan Sukroni masuk pengadilan, polisi Pamong Praja membongkar tembok bekas rumah dinas guru dan musala di bagian tengah kompleks sekolah. “Katanya atas perintah Pak Wali,” kata Dede.
Apalagi di persidangan para tergugat mengatakan bahwa gugatan Sukroni itu nebis in idem alias sama dengan perkara lain yang pernah didaftarkan Sukroni ke pengadilan dengan nomor perkara 191/Pdt.G/2018/PN Bks. Bedanya, dalam gugatan 2019, Sukroni menyertakan nama Hadi Hamidjaja sebagai tergugat.
Hakim meminta Sukroni melampirkan akta kematian Hadi Hamidjaja dan menyertakan ahli warisnya sebagai tergugat. Namun, sampai batas waktu yang diminta hakim, Sukroni tak melengkapi dan memperbaiki berkas gugatan. Ia malah mencabut gugatannya.
Dalam eksepsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota Bekasi memastikan Hadi menyerahkan lahan untuk pembangunan sekolah pada 1990-an. Pemerintah Kabupaten Bekasi menyerahkan SDN Jakasetia III beserta asetnya kepada Pemerintah Kota Bekasi pada 27 Mei 1997.
Meski para tergugat mengajukan sejumlah argumentasi, majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi tetap mengabulkan gugatan Sukroni. Dibacakan pada 19 Juni 2019, hakim menetapkan Sukroni sebagai pemilik sah tanah seluas 2.401 meter persegi tersebut.
Hakim berpendapat tidak adanya nama Hadi Hamidjaja atau ahli warisnya sebagai tergugat merupakan hak Sukroni sebagai penggugat. “Keberadaan Hadi Hamidjaja yang merupakan penjual obyek sengketa tidak urgen dalam perkara ini,” begitu bunyi amar putusan tersebut.
Putusan ini dibawa ke tahap banding di Pengadilan Tinggi Bandung. Dalam petikan putusan yang dibacakan pada 14 November 2019, hakim banding menerima permohonan para tergugat. Namun ada putusan tambahan: hakim memerintahkan semua pihak melaksanakan isi perjanjian perdamaian antara penggugat dan para tergugat.
Perdamaian itu terjadi antara Pemerintah Kota Bekasi dan Sukroni pada 7 Oktober 2018. Isinya adalah penyerahan ganti rugi lahan dari PT Kereta Cepat menjadi hak Sukroni. “Ini aneh,” ujar seorang pejabat Kementerian Keuangan. “Perkara masih dalam sengketa di pengadilan banding tapi pemerintah malah menawarkan perdamaian,” tutur pejabat tersebut.
Perdamaian itu tak terbendung. Wali Kota Rahmat Effendi mengatur pembayaran ganti rugi tahap I dan II dengan meminta Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Bekasi sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah mengeluarkan surat pengambilan ganti kerugian yang dititipkan di Pengadilan Negeri Bekasi.
Dengan penerbitan surat ganti rugi tersebut, Pengadilan Negeri Bekasi mencairkan seluruh uang yang dititipkan PT Kereta Cepat Rp 8,27 miliar lalu diberikan kepada Sukroni. Padahal, jika memang Sukroni sebagai pemilik sah tanah, seharusnya dia hanya menerima Rp 6,83 miliar. Sementara itu, sisanya senilai Rp 1,44 miliar merupakan ganti rugi bangunan yang seharusnya diberikan kepada pihak sekolah yang membangunnya.
Proses pencairan uang ganti rugi itu sempat membuat gaduh kantor pemerintahan Kota Bekasi. Buntutnya, Kepala BPN Kota Bekasi dicopot. Ketua Pengadilan Negeri Bekasi ikut dimutasi.
Usut punya usut, rupanya uang ganti rugi lahan sekolah memang tak seluruhnya masuk kantong Sukroni. Para pejabat Kota Bekasi menduga uang mengalir juga kepada orang-orang yang mengurus perdamaian yang mewakili Wali Kota Rahmat Effendi.
Kepala BPN Kota Bekasi saat ini, Andi Bakti, mengatakan sesuai data yang ada pada Buku Tanah Kantor Pertanahan Kota Bekasi, pemilik terakhir 2.401 meter persegi lahan SDN Jakasetia III memang Hadi Hamidjaja. Buktinya berita acara serah-terima lahan nomor 028/BA.10- PLK/1998 tanggal 4 Maret 1998.
Andi mengaku tak mengetahui perdamaian antara Pemerintah Kota Bekasi dan Sukroni. “Saya belum menjabat kala itu,” katanya. “Apalagi kantor kami tidak masuk sebagai pihak dalam akta perdamaian.”
Andi Bakti juga mengaku tak mendapatkan informasi ihwal permintaan Rahmat Effendi kepada Kepala BPN lama agar membantu proses pencairan ganti rugi Sukroni. “Berdasarkan data kami, surat pengambilan ganti rugi diterbitkan pada 29 Maret 2020,” ujarnya.
Rahmat Effendi meringkuk di terungku sejak 6 Januari lalu. Komisi Pemberantasan Korupsi menangkapnya dalam sebuah operasi tangkap tangan. KPK menuduh Rahmat menerima suap Rp 7,1 miliar sebagai imbalan membuat sejumlah proyek pengadaan jasa dan suap jual-beli jabatan anak buahnya.
Pelaksana tugas Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, wakil Rahmat Effendi, mengatakan fakta lain yang menambah rumit. Menurut dia, permohonan damai ganti rugi diajukan oleh Sukroni. Soal pengabulan perdamaian dan keterlibatan Rahmat dalam pencairan ganti rugi, Tri mengaku tak mengetahuinya. “Saya tidak tahu,” tutur Tri dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo.
Kuasa hukum Rahmat Effendi, Tito Hananta Kusuma, belum bisa berkomentar mengenai keterlibatan kliennya dalam kejanggalan pembebasan lahan SDN Jakasetia III untuk tiang pancang kereta cepat Jakarta-Bandung. “Kami pelajari dulu,” ucap Tito.
Muhammad Sukroni juga mengatakan belum bisa berkomentar. “Saya masih positif Covid-19, sehingga belum bisa wawancara,” katanya lewat pesan WhatsApp. Setelah menjawab pertanyaan Tempo, ia mengirimkan surat keterangan isolasi mandiri hingga 25 Februari 2022.
Corporate Secretary PT KCIC Rahadian Ratry mengatakan ganti rugi lahan SDN Jakasetia III Bekasi tidak berbeda dengan pembebasan lahan lain. “Jika lahan relokasi milik pemerintah, tidak perlu ada ganti rugi lahan,” ujarnya. “Kecuali jika lahan baru sehingga perlu dibebaskan sebelum pembangunan.”
•••
BANGUNAN dua lantai di sisi kanan kompleks Sekolah Dasar Negeri Jakasetia III, Bekasi Selatan, itu memiliki empat ruangan. Dindingnya bercat hijau dan putih. Lantai keramik di selasar bangunan ini terlihat kusam, bahkan sebagian tertutup tanah dan becek.
Pengurus sekolah belum memakai bangunan tersebut. Semua pintunya terkunci. “Ruang kelas ini masih baru. Dulu sempat akan ditempati, tapi lalu diminta berhenti,” ucap Dede Setiana, guru karawitan SDN Jakasetia III.
PT Kereta Cepat Indonesia China membangun kelas-kelas itu setelah menggusur dan merobohkan sebagian bangunan sekolah. Lahan digunakan untuk jalur layang kereta cepat Jakarta-Bandung. Seharusnya, empat kelas akan digunakan pada 2021. Namun PT KCIC tak kunjung menyerahkan bangunannya kepada Pemerintah Kota Bekasi.
Serah-terima bangunan terhambat lantaran semua uang ganti-rugi telanjur jatuh ke tangan Muhammad Sukroni. Seharusnya, Dede menjelaskan, uang kompensasi bangunan diserahkan kepada pengelola sekolah.
Anggota staf Hubungan Masyarakat Pengadilan Negeri Bekasi, Beslin, tak bisa dimintai konfirmasi soal ini karena sedang terjangkit Covid-19. Anggota staf pengadilan lain, Umar, dan petugas keamanan, Wawan, mengatakan tidak ada yang boleh memberikan pernyataan ke media selain Beslin. “Pak Beslin masih perawatan karena kena Omicron,” ujar Umar dan Wawan.
Mantan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi seusai menjalani pemeriksaan pasca terjaring operasi tangkap tangan KPK, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 6 Januari 2022/TEMPO/Imam Sukamto
Menurut Rahadian Ratry, PT KCIC Rahadian Ratry sudah mematuhi aturan kompensasi pembebasan lahan fasilitas umum dan sosial. Karena bangunan sekolah direlokasi, PT Kereta Cepat membangun gedung penggantinya.
PT KCIC sudah meminta kejelasan soal biaya kompensasi bangunan kepada Pemerintah Kota Bekasi. Permintaan ini direspons Pemerintah Bekasi dengan memanggil Sukroni pada 5 November 2021.
Dalam pertemuan itu, Sukroni bersedia mengembalikan uang ganti rugi bangunan senilai Rp 1,44 miliar. Tapi ia meminta pembayaran dicicil selama enam bulan karena tak memiliki uang sebanyak itu. Namun, hingga 2022, ia tak kunjung mencicil ganti rugi lahan kereta cepat salah alamat ini. “Janjinya uang itu akan disumbangkan ke sekolah,” kata Tri Adhianto, pelaksana tugas Wali Kota Bekasi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo