Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul, berharap tiga kementerian baru di sektor pendidikan bisa mengatasi berbagai persoalan yang sebelumnya dihadapi sendirian oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Ketiga lembaga bentukan Presiden Prabowo Subianto itu didesak untuk menyelesaikan masalah yang menghantui dunia pendidikan, mulai dari obral gelar akademik, plagiarisme, dan sebagainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita terus harapkan agar masing-masing kementerian ini punya komitmen, termasuk tentang pemenuhan hak-hak dasar pendidikan,” kata Satria ketika dihubungi Tempo pada Senin, 21 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah dilantik menjadi presiden, Prabowo membagi fungsi Kemendikbudristek ke dalam tiga lembaga baru, yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen); Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek); serta Kementerian Kebudayaan. Masing-masing kementerian ini dipimpin oleh Abdul Mu'ti, Satryo Soemantri Brodjonegoro, serta Fadli Zon.
Satria menduga pembentukan tiga kementerian di sektor pendidikan berhubungan dengan mandat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sejak 2009, pemerintah berkomitmen mengalokasikan 20 persen dari kas negara untuk kebutuhan pendidikan. “Agar masing-masing kementerian kemudian memiliki target untuk memenuhi hak atas pendidikan di Indonesia,” katanya.
Menurut Satria, ketiga kementerian memiliki pekerjaan rumah yang berbeda, meski sektornya masih mirip. Kemendikdasmen, misalnya, diharapkan bisa memperpanjang program wajib belajar 9 tahun menjadi 12 tahun. Target itu menjadi bagian dari rencana pembangunan manusia di Indonesia.
Dia juga mengingatkan Kemendiktisaintek untuk menjaga prinsip integritas dan independensi perguruan tinggi. Mewakili KIKA, Satria juga menuntut regulasi yang lebih tegas ihwal plagiarisme dan pemberian gelar akademik. Gelar doktor yang diraih dalam waktu singkat oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, serta pemberian gelar kehormatan kepada figur publik Raffi Ahmad, belakangan menimbulkan membuat publik mempertanyakan transparansi dunia pendidikan.
“Ini yang kemudian menjadi PR, yang amat banyak di tiga poros kementerian di sektor pendidikan ini," tutur Satria.
Pemerintah juga diminta melindungi integritas dan kebebasan akademik, termasuk otonomi keilmuan di kampus lokal. “Aspek-aspek tersebut harus lebih dari sekadar jargon, harus diwujudkan dalam kebijakan nyata,” ucap Satria.