Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Partai-partai pendukung pemerintah berbalik menolak penundaan Pemilu.
Mereka mengecam putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU memundurkan Pemilu 2024.
Arah angin penundaan pemilu yang gembos.
PUTUSAN hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Maret 2023 yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 memicu reaksi banyak orang, tak terkecuali partai-partai politik yang semula menggaungkan ide ini. Salah satunya Partai Golkar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehari setelah putusan itu dibacakan, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengumpulkan para pengurus partai. Rapat khusus itu tak digelar di kantor Golkar di kawasan Slipi, Jakarta Barat, tapi di gedung pemerintah, yakni kantor Kementerian Koordinator Perekonomian. Airlangga bos di kantor ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Dito Ganinduto, Bendahara Umum Partai Golkar, dalam pertemuan itu hadir pentolan-pentolan Golkar, seperti Sekretaris Jenderal L.F. Paulus; anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Supriansa; dan Ketua Komisi Pemerintahan DPR Ahmad Doli Kurnia. “Ketua meminta kami mencari tahu putusan penundaan pemilu,” kata Dito pada Jumat, 10 Maret lalu.
Putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima). KPU menyatakan partai yang berdiri dua tahun lalu itu tak lolos verifikasi faktual sehingga tak bisa menjadi peserta Pemilu 2024. Partai Prima menggugat secara perdata keputusan KPU itu.
Hakim memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024 yang terjadwal Februari tahun depan selama 28 bulan 7 hari. Menurut Dito, para pengurus Partai Golkar menilai putusan tersebut ngawur. “Pengadilan umum tidak bisa memutuskan tentang pemilu,” ucap Dito.
Rapat Golkar pun memutuskan anggota-anggota fraksi mereka di Komisi Hukum DPR berkomunikasi dengan Komisi Yudisial—komisi yang mengawasi para hakim pembuat putusan hukum. Politikus Golkar di DPR akan meminta Komisi Yudisial memantau tiga hakim yang mengabulkan gugatan Partai Prima itu, yakni Tengku Oyong, H. Bakri, dan Dominggus Silaban.
Namun, tanpa permintaan Partai Golkar pun, Komisi Yudisial sudah berencana memeriksa tiga hakim soal putusan mereka yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024. “Kami akan menggali informasi tentang apa sesungguhnya yang terjadi dalam putusan tersebut,” ujar Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata, Senin, 6 Maret lalu.
Ketua Komisi Pemerintahan DPR Ahmad Doli Kurnia menuturkan, DPR juga akan memanggil KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu untuk meminta klarifikasi. Menurut Doli, DPR akan meminta kepastian jadwal pemilu dengan mempertegasnya sesuai dengan jadwal. “Posisi Golkar menolak penundaan pemilu,” tuturnya, Rabu, 8 Maret lalu. Rapat DPR akan digelar pada 15 Maret 2023 atau pekan ini.
Para elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan kabarnya juga serius menanggapi putusan penundaan Pemilu 2024. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, yang langsung menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri setelah putusan itu keluar, mengatakan putusan tersebut keliru. Megawati, kata dia, mengatakan pemilu harus sesuai dengan jadwal. “Demi menjaga konstitusi dan mekanisme demokrasi secara periodik melalui pemilu lima tahunan,” ucapnya, Kamis, 2 Maret lalu.
Menurut Hasto, Divisi Hukum PDI Perjuangan sudah membuat analisis hukum atas putusan tersebut. Hasilnya, sengketa penetapan partai politik peserta pemilu bukan ranah peradilan umum, melainkan Bawaslu dan pengadilan tata usaha negara. PDIP mendorong Bawaslu memperkuat keputusan KPU yang menolak Partai Prima sebagai partai politik peserta pemilu.
Pertimbangan lain, kata Hasto, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak merujuk hasil sidang Mahkamah Konstitusi yang menolak uji materi perpanjangan masa jabatan presiden. Karena itu, Hasto menduga ada kekuatan besar yang mencoba menggunakan celah hukum untuk menunda pemilu.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K. Harman mengatakan partainya menganggap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu janggal. Putusan itu menjadi pergunjingan di grup WhatsApp Fraksi Demokrat ataupun tim kecil Koalisi Perubahan Anies Baswedan—calon presiden Demokrat, Partai NasDem, dan Partai Keadilan Sejahtera. “Semua menyadari ada aktor di baliknya,” tuturnya pada Jumat, 10 Maret lalu.
Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali membenarkan pernyataan Benny ihwal Koalisi Perubahan yang membahas putusan penundaan pemilu. Putusan itu, menurut dia, berpotensi mengganggu tahapan pemilu ataupun keadaan politik dalam negeri. “KPU tak perlu mengeksekusi putusan itu,” ujar Ali, Jumat, 10 Maret lalu.
Ahmad Ali bercerita, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh juga mengumpulkan para ahli hukum untuk mengkaji putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu pada Kamis, 2 Maret lalu. Selain itu, Surya meminta para kadernya mengawal proses hukum di pengadilan ataupun proses politik di DPR.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri didampingi Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto (ketiga kanan) di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta, 23 Februari 2023. Antara/Galih Pradipta
NasDem, Ali melanjutkan, ingin terlibat dalam proses banding yang permohonannya sudah diajukan KPU ke Pengadilan Tinggi Jakarta. NasDem, kata Ali, ingin menjadi tergugat intervensi lantaran putusan pengadilan akan berdampak bagi partai lain yang sudah menjadi peserta Pemilu 2024.
Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari, menyarankan KPU dan Partai Prima berdamai sebagai jalan tengah bagi kedua belah pihak. Ia menganjurkan KPU memberikan kesempatan kepada Partai Prima memperbaiki dokumen keanggotaan di lima kabupaten dan kota pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sesuai dengan putusan Bawaslu pada November 2022 sebagai syarat lolos verifikasi faktual KPU.
Soalnya, Bawaslu juga meminta KPU memperbolehkan Partai Prima memperbaiki 13 ribu data anggotanya sampai batas waktu satu hari. Partai Prima menilai KPU tak menjalankan putusan Bawaslu tersebut. Penilaian ini yang kemudian jadi bahan gugatan Partai Prima ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Karena gugatan ini perdata, terbuka pintu perdamaian antar-para pihak,” ucap Taufik Basari pada Rabu, 8 Maret lalu.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga mendorong KPU mengajukan permohonan banding putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dasco disebut-sebut sebagai politikus yang mengenal pimpinan Partai Prima. Namun, menurut dia, sikap Partai Gerindra sudah jelas, yakni menggelar pemilu sesuai dengan jadwal. “Elektabilitas Pak Prabowo sedang bagus, buat apa penundaan pemilu?” katanya.
Prabowo Subianto adalah Ketua Umum Partai Gerindra. Kabarnya ia akan mencoba lagi peruntungan menjadi calon presiden. Meski perolehan suara Gerindra belum cukup untuk mengajukannya jadi calon presiden, nama Menteri Pertahanan ini acap disebut oleh Presiden Joko Widodo sebagai salah satu calon presiden potensial. Karena itu, menurut Dasco, Gerindra rugi jika mendukung penundaan pemilu seperti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu.
TIKA AYU
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo