Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Klarifikasi Kemenag Terkait Wine dengan Sertifikat Halal

Namun, kenyataannya, masih ada produk dengan nama-nama tersebut yang menerima sertifikat halal.

4 Oktober 2024 | 08.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama memberikan klarifikasi terkait produk pangan dengan nama seperti "tuyul," "tuak," "beer," dan "wine" yang memiliki sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH, Mamat Salamet Burhanudin, menjelaskan bahwa masalah ini berkaitan dengan penamaan produk, bukan dengan kehalalan produk itu sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mamat menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir karena produk bersertifikat halal telah melewati proses sertifikasi yang ditetapkan oleh Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal, sesuai prosedur yang berlaku. Penamaan produk halal sudah diatur dalam regulasi, termasuk SNI 99004:2021 dan Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 tentang penggunaan nama, bentuk, dan kemasan produk yang tidak dapat disertifikasi halal.

"Artinya, masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya. Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku," ujar Mamat di Jakarta, Selasa.

Namun, kenyataannya, masih ada produk dengan nama-nama tersebut yang menerima sertifikat halal. Hal ini terjadi karena perbedaan pendapat antara Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal terkait penamaan produk.

Data dari sistem Sihalal menunjukkan, misalnya, bahwa 61 produk dengan nama "wine" mendapat sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI, sedangkan 53 produk lainnya melalui Komite Fatwa. Begitu juga dengan produk bernama "beer," di mana 8 produk mendapat sertifikat halal dari MUI dan 14 dari Komite Fatwa.

Mamat menambahkan bahwa produk yang mendapat sertifikat halal dari Komisi Fatwa MUI telah diperiksa dan diuji oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dengan sebagian besar produk diperiksa oleh LPH LPPOM. Perbedaan pendapat ini hanya terkait penamaan produk, bukan terkait kehalalan zat atau proses produksinya.

Sementara itu, Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam, menyatakan bahwa produk tersebut memperoleh sertifikat halal dari BPJPH melalui jalur *self declare* tanpa audit lembaga pemeriksa halal atau penetapan kehalalan oleh Komisi Fatwa MUI, yang dianggap melanggar standar fatwa MUI.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus