Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum Partai Buruh, Said Salahuddin, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 merupakan putusan yang bermakna bagi rakyat seluruh Indonesia. Hal tersebut ia katakan melihat perubahan konstelasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di beberapa daerah di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Luar biasa daerah-daerah yang tadinya hanya lawan kotak kosong sekarang semua sudah punya banyak calon alternatif” ujar Said, saat jumpa pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 29 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan MK yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah tersebut, menurut Said, telah memunculkan calon-calon baru. Menurut dia, kemunculan calon kepala daerah alternatif baik untuk demokrasi.
“Banyak calon yang ternyata awalnya nggak punya tiket, karena harus 20 persen kursi. (Sekarang) dengan syarat 10, 8,5, 7,5 dan 6,5 persen membuat banyak calon baru bermunculan, saya kira ini sehat bagus bagi demokrasi” ujar Said.
Said memberikan contoh salah satu daerah yang berubah konstelasinya yaitu Kota Ambon. Di sana, Partai Buruh memutuskan untuk mendukung Yani Salampessy, salah satu putra Ambon yang kerap ingin maju dalam Pilkada namun tidak pernah mendapat dukungan partai. Said mengatakan Yani tidak pernah mendapatkan dukungan partai lantaran elektabilitasnya kurang populer.
“Saya sendiri yang menggalang dukungan dari partai-partai lain. Sehingga sekarang bisa melaju Pak Yani Salampessy, kota Ambon” ujar Said.
Menurut Said, makna yang baik bagi demokrasi dari putusan MK tersebut tidak hanya dirasakan oleh partainya. Ia mengaku mendapatkan suara-suara dari partai lain yang juga berterus-terang bersyukur dengan putusan MK tersebut.
“Banyak pesan, telepon, WA yang menyampaikan terima kasih Partai Buruh, karena apa yang kita perjuangkan di MK itu sekarang mereka merasakan juga arti pentingnya” ujar Said.
Putusan MK tersebut juga banyak didukung oleh masyarakat. Hal tersebut terlihat dari upaya masyarakat yang melakukan demonstrasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang akan mengesahkan revisi Undang-undang Pilkada (UU Pilkada) namun tidak mengakomodir putusan MK tersebut. Saat ini, pengesahan tersebut dibatalkan karena DPR mengaku tidak punya waktu untuk menggelar rapat paripurna pengesahan sebelum waktu pendaftaran pilkada.
MAULANI MULIANINGSIH