Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Muhammad Nur Ramadhan mengatakan, revisi terhadap Undang-Undang Kementerian Negara justru akan menimbulkan persoalan baru. Menurut dia, besarnya jumlah kementerian memberi peluang bagi mereka yang tidak memenuhi kualifikasi dan kelayakan malah masuk ke kabinet. “Publik pada akhirnya melihatnya semakin nyata ini sebagai bentuk berbagi jatah menteri kepada partai politik,” ujar Nur Ramadhan dalam webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi pada Rabu, 9 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menjadi Undang-Undang. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna ke-7 Masa Persidangan 2024-2025 di Senayan, Jakarta, Kamis, 19 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam revisi Undang-Undang Kementerian disepakati adaya perubahan ketentuan jumlah menteri dari maksimal 34 menjadi sesuai kebutuhan presiden. Aturan tersebut tercantum pada Pasal 15 Undang-Undang Kementerian Negara.
Nur Ramadhan mengatakan, ada hal mendasar dari tata kelola kementerian negara yang perlu diperbaiki. Salah satunya, kata dia, kualifikasi menteri dan larangan menteri rangkap jabatan sebagai ketua partai politik.
Menurut dia, Undang-Undang Kementerian Negara belum mengatur secara ketat tentang kualifikasi menteri. Ketiadaan aturan tersebut terlihat dari tidak cakapnya sejumlah kementerian dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Dengan begitu, Nur Ramadhan menilai, revisi terhadap perubahan kedua Undang-Undang Kementerian perlu ditinjau ulang. Hal yang perlu ditekankan adalah kualifikasi jabatan. “Seseorang bisa diangkat menjadi menteri maka kualifikasinya setidak-setidaknya harus mendekati kualifikasi presiden,” ujar Ramadhan.
Larangan rangkap jabatan sebagai ketua partai politik, Nur Ramadhan menuturkan, hal tersebut akan mencegah terjadinya konflik kepentingan. “Bayangkan ketika menteri perdagangan adalah pengusaha yang juga ketua partai politik, dia bisa mengontrol seluruh pengambil kebijakan,” katanya. Bila ketentuan soal larangan rangkap jabatan dan kualifikasi menteri tidak diperbaiki, Ramadhan pesimistis penyelenggaraan negara akan berjalan dengan baik dan efektif.
Selain itu, Ramadhan meminta presiden menghentikan kebiasaan menjadikan kementerian sebagai pos tetap sebuah partai. Menurut dia, praktik tersebut akan menghambat profesionalitas kementerian dalam menjalankan tugas. “Hal seperti ini yang menjadi persoalan fundamental yang harus diselesaikan dalam persoalan kementerian negara,” katanya.
Tidak adanya batasan jumlah kementerian --seperti tercantum pada Pasal 15 Undang-Undang Kementerian Negara--disinyalir demi mengakomodasi kepentingan partai politik koalisi pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Adapun jumlah kementerian negara di masa pemerintahan Prabowo mendatang belum diumumkan secara resmi. Namun Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sempat membenarkan bahwa jumlah kementerian mendatang mencapai 44. "Ada penambahan iya, mungkin sekitar itu menjadi 44 kementerian)," kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu di kompleks DPR, 11 September 2024.