Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

SBY Sebut Hanya Ada Satu Matahari di HUT ke-23 Partai Demokrat, Pernah Terjadi Seteru Kubu AHY Vs Moeldoko

"Akan kacau negara kalau mataharinya banyak. Makin panas nanti ada dua, ada tiga bagaimana," kata SBY, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

11 September 2024 | 14.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menyinggung soal sengketa kepemimpinan Partai Demokrat saat menyampaikan pidato di Hari Ulang Tahun atau HUT ke-23 Partai Demokrat. Dalam agenda di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, Senin 9 September 2024 itu, SBY menyebut akan kacau jika terdapat banyak pemimpin, yang dia analogikan sebagai matahari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ada falsafah bagus apa yang ada di dalam alam semesta hanya ada satu matahari. Sama dengan Demokrat yang kita cintai ketua umum. Akan kacau negara kalau mataharinya banyak. Makin panas nanti ada dua ada tiga bagaimana,” kata Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti diketahui, Partai Demokrat saat ini dipimpin oleh Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY sejak Maret 2020. Namun kepemimpinan putra SBY itu sempat diusik oleh Kepala Staf Kepresidenan atau KSP Moeldoko pada 2021. Melalui Kongres Luar Biasa atau KLB di Deli Serdang, Partai Demokrat kubu Moeldoko mengumumkan jajaran pengurus di bawah kepemimpinan Moeldoko.

Perseteruan itu terus berlanjut hingga akhirnya Partai Demokrat kubu AHY yang menang. Moeldoko dan AHY belakangan tampak “akur” setelah Partai Demokrat menjadi koalisi di pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Keduanya tampak bersalaman setelah AHY diangkat oleh Jokowi sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Lantas seperti apa perseteruan Partai Demokrat kubu AHY versus Partai Demokrat kubu Moeldoko hingga disinggung SBY di HUT ke-23 Partai Demokrat itu?

Gejolak di tubuh Partai Demokrat itu terjadi pada Maret 2021 lalu. Internal partai berlambang bintang mercy itu pecah jadi dua kubu. Sejumlah kader dan mantan kader berupaya membersihkan trah SBY di tubuh Demokrat. Mereka menggelar KLB di Deli Serdang, Sumatra Utara pada Jumat, 5 Maret 2021 dan menunjuk Moeldoko sebagai Ketua Umum.

Padahal, ketika itu AHY-lah yang resmi menjabat sebagai Ketua Umum untuk periode 2020-2025. AHY terpilih secara aklamasi pada Kongres V di JCC Senayan, Jakarta, Maret 2020. Menanggapi aksi kudeta tersebut, pada Ahad,7 Maret 2021, ratusan kader Partai Demokrat di Ibu Kota menggelar acara cap jempol darah di kantor DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Jalan Bambu Apus Raya, Cipayung, Jakarta Timur.

“Ini dilakukan bukan hanya sebagai bentuk loyalitas kita kepada AHY, kegiatan ini juga bagian dari sikap kita terhadap adanya ketidakadilan yang dilakukan penguasa saat ini,” ujar Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Santoso sambil menangis sebelum acara dimulai.

Kubu AHY kemudian menganggap KLB yang digelar di Deli Serdang merupakan kegiatan ilegal dan inkonstitusional. Pasalnya menurut kubu AHY, KLB tersebut digelar tak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Demokrat. Dalam AD/ART Partai Demokrat hanya bisa menggelar KLB dengan seizin dari ketua Ilis tinggi, yaitu SBY. Upaya mengesahkan kepemilihan KLB di Deli Serdang pun mentok.

Menteri Hukum dan HAM saat itu, Yasonna Laoly menyatakan tak bisa menerima pendaftaran kepemimpinan kubu Moeldoko lantaran ada sejumlah dokumen yang diajukan tidak lengkap. Kubu Moeldoko lalu mengajukan berbagai gugatan. Salah satunya menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka mempermasalahkan pasal soal KLB hanya bisa dilakukan seizin Ketua Majelis Tinggi Partai.

Moeldoko juga menggugat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk membatalkan SK AD/ART dan kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongeres Tahun 2020 ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun lagi-lagi gugatan tersebut ditolak. Dengan penolakan ini maka kepengurusan Partai Demokrat versi AHY tetap menjadi yang diakui keabsahannya, sementara kubu Moeldoko tidak sah.

Seakan tak mau menyerah, kubu Moeldoko kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) SK Menteri Hukum dan HAM tentang kepengurusan Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA) pada 15 Mei 2023. Mereka mengklaim memiliki 4 bukti baru atau novum yang akan mereka ajukan pada tingkat PK. Salah satunya dokumen berupa berita acara massa terkait pemberitaan, bahwa AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 merupakan abal-abal.

Menanggapi upaya PK tersebut, ratusan kader Partai Demokrat kubu AHY dari berbagai daerah memenuhi kantor pusat partai pada 16 Juni 2023. Mereka kembali menggelar aksi cap jempol darah untuk melawan upaya PK kubu Moeldoko. Kepala Badan Pembinaan Jaringan dan Konstituen (BPJK) Demokrat Umar Arsal menyebut aksi akan digelar tiap pekan hingga putusan PK Moeldoko dibacakan oleh MA.

“Ini akan bergelombang tiap minggu dan insya Allah dari daerah juga. Sampai menjelang keputusan (MA),” kata Umar di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat, 16 Juni 2023.

Adapun aksi tersebut dilakukan dengan jempol para kader terlebih dulu ditusuk jarum dan darah mereka diabadikan dalam spanduk putih yang ditempel di tembok Kantor DPP Demokrat. Usai membubuhkan cap jempol darah, para kader juga memenuhi spanduk dengan tanda tangan mereka. Tak sedikit juga kader yang menulis harapan dan aspirasinya terhadap putusan PK Moeldoko.

Pada Kamis, 10 Agustus 2023, MA resmi menolak PK yang diajukan oleh Moeldoko terhadap SK Menteri Hukum dan HAM tentang kepengurusan Partai Demokrat. “Amar Putusan Tolak. Tanggal Putus Kamis, 10 Agustus 2023,” demikian bunyi amar putusan MA dikutip Antara. “Status, perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis.”

AHY kemudian menjadi sekutu dengan Moeldoko setelah dilantik Presiden Jokowi menjadi Menteri ATR/Kepala BPN Masuknya AHY ke lingkaran Istana tersebut jelas bakal mendekatkan dirinya dengan Moeldoko. Namun, Partai Demokrat menegaskan posisi AHY sebagai menteri tak akan bersinggungan dengan masalah kepartaian.

“Sistem kenegaraan dan sistem kepartaian kan dua hal berbeda. Harus kita pisahkan,” kata Wakil Sekretaris Partai Demokrat Andi Arief kepada Tempo pada Rabu, 21 Februari 2024.

Di sisi lain, Moeldoko mengatakan pertemuannya dengan AHY selaku samaa-sama pembantu Jokowi merupakan hal yang biasa. Moeldoko mengatakan dia dan AHY tidak ada masalah, terlepas dari soal sengketa keduanya dalam Partai Demokrat beberapa tahun silam.

“Nggak ada kecanggungan. Nanti kalau ada rapat di KSP kita undang. Nggak ada masalah,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, pada Senin, 26 Februari 2024.

HENDRIK KHOIRUL MUHID  | HENDRIK YAPUTRA | M YUSUF MANURUNG | IMA DINI SHAFIRA | YOLANDA AGNE 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus