Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Susi Air meminta Jokowi membantu menyelamatkan pilot yang ditahan kelompok Egianus Kogeya.
Upaya melobi kelompok Egianus Kogeya dilancarkan dengan mendekati kerabatnya.
Penyanderaan pilot Susi Air menimbulkan gelombang pengungsian di Kabupaten Nduga.
BERTARIKH 8 Februari 2023, surat berkop PT ASI Pudjiastuti Aviation dikirim kepada Presiden Joko Widodo. Isinya, meminta perlindungan dan bantuan untuk membebaskan pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrtens, yang disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat yang dipimpin Egianus Kogeya.
Surat yang ditandatangani oleh Susi Pudjiastuti, pemilik maskapai penerbangan itu, menyebutkan bahwa Phillip Mehrtens, warga Selandia Baru, memiliki istri warga negara Indonesia dan satu putra. “Kami sangat mengharapkan perlindungan dan bantuan Bapak Presiden melalui otoritas berwenang untuk dapat melakukan upaya penyelamatan atau tindakan lain yang diperlukan," begitu tertulis di surat itu.
Susi Pudjiastuti meminta pertanyaan tentang penyanderaan Phillip Mehrtens ditanyakan kepada kuasa hukumnya, Donal Fariz. Adapun Donal tak membantah atau membenarkan isi surat itu. “Kami mencoba yang terbaik untuk menyelamatkan Phillip Mehrtens,” katanya kepada Tempo, Senin, 13 Februari lalu.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan anggota staf khususnya, Faldo Maldini, tak merespons pertanyaan yang diajukan Tempo ihwal surat tersebut. Belum jelas juga tanggapan Istana terhadap surat yang dikirim Menteri Kelautan dan Perikanan pada periode pertama pemerintahan Jokowi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembakaran pesawat Susi Air di lapangan terbang Paro, Nduga, Wamena, Papua, 7 Februari 2023. Dok. Komando Nasional TPNPB-OPM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehari sebelum surat itu dikirim, atau pada Selasa pagi, 7 Februari lalu, pasukan Egianus Kogeya menyandera Phillip Mark Mehrtens, 37 tahun. Saat itu, Mehrtens baru saja mendaratkan pesawat Susi Air bernomor registrasi PK-BVY di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga. Pesawat itu bertolak dari Timika ke Paro sekitar pukul 05.33 dan tiba pukul 06.17 Waktu Indonesia Timur.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Faizal Ramadhani mengatakan hasil olah tempat kejadian perkara menunjukkan pasukan Egianus telah menunggu di ujung landasan. “Mereka langsung menyergap dari sisi kanan dan kiri setelah pesawat mendarat,” ujar Faizal ketika dihubungi pada Rabu, 15 Februari lalu.
Sambil memegang senapan, anggota kelompok itu menyuruh penumpang dan pilot turun dari pesawat. Mereka lalu membakar pesawat tersebut. Membebaskan lima penumpang yang semuanya orang Papua, gerombolan Egianus membawa lari Phillip Mark Mehrtens. Sekitar 18 menit setelah pesawat mendarat, manajemen Susi Air dan pemandu lalu lintas udara hilang kontak dengan Phillip Mehrtens.
Dua jam kemudian, manajemen Susi Air mengutus satu pesawat dari Timika untuk mengecek kondisi di Bandar Udara Paro. Dari langit, pilot menyaksikan kepulan asap yang asalnya dari tubuh pesawat. Saat itu belum jelas betul penyebab pesawat terbakar. “Kami sempat menduga pesawat rusak atau terbakar karena mesinnya bermasalah,” ujar kuasa hukum Susi Air, Donal Fariz.
Polisi mendapatkan informasi tentang lokasi Phillip Mehrtens dari pelacak global positioning system merek Garmin. Empat jam setelah drama penyanderaan dimulai, lokasi alat itu berhenti sekitar 2 kilometer di selatan lapangan terbang Paro. Namun lokasi itu ternyata merupakan pengalihan yang dibuat kelompok Egianus.
Komisaris Besar Faizal menyatakan pelacak itu dibawa oleh orang lain. “Pelaku justru pergi ke arah utara,” kata Faizal.
Sorenya, di Istana Negara, Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan polisi masih mencari keberadaan pilot Phillip Mehrtens yang ditahan kelompok Egianus Kogeya. Sedangkan Komandan Komando Resor Militer 172/Praja Wira Yakthi atau Korem 172/PWY, Brigadir Jenderal Juinta Omboh Sembiring, mengatakan kondisi pilot belum diketahui.
Anehnya, sehari kemudian Panglima Tentara Nasional Indonesia Laksamana Yudo Margono justru menyebutkan tak ada penyanderaan di Paro. Ia menyatakan bahwa pilot dan penumpang menyelamatkan diri masing-masing. “Enggak ada penyanderaan, dia kan menyelamatkan diri,” ucap Yudo di sela-sela Rapat Pimpinan TNI-Polri di Hotel Sultan.
Kepastian soal nasib Phillip Mehrtens muncul pada Sabtu, 11 Februari lalu. Seorang penegak hukum bercerita, aparat menerima rekaman suara yang diduga berasal dari Mehrtens. Rekaman itu diperdengarkan kepada istri Mehrtens dan ternyata cocok.
Tiga hari kemudian atau Selasa, 14 Februari lalu, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) merilis sejumlah foto dan video yang menunjukkan kondisi Phillip Mehrtens. Dalam rekaman video, pilot Susi Air itu menyatakan bahwa para penyanderanya menuntut kemerdekaan Papua. Mereka juga mendesak militer Indonesia segera angkat kaki dari Papua. Jika permintaan itu tak dituruti, Mehrtens akan terus ditahan. “Keselamatan saya akan terancam,” kata Mehrtens dalam video.
Evakuasi warga Nduga oleh personel TNI/Polri dari Distrik Paro, Nduga, Papua, 11 Februari 2023. Dok. Pendam xvii/Cenderawasih
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengatakan pemerintah berupaya menyelamatkan Mehrtens dengan pendekatan persuasif. “Tapi kami tak menutup opsi lain,” ujarnya, Rabu, 15 Februari lalu. Sebelumnya, Mahfud menyebutkan bahwa Papua tetap bagian dari Indonesia.
Tokoh Lokal Pembebasan Sandera
Menggunakan upaya diplomasi untuk membebaskan pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrtens, pemerintah menggandeng sejumlah tokoh lokal dan gereja. Salah satunya pejabat Bupati Nduga, Namia Gwijangge. Pada Selasa, 14 Februari lalu, Namia menyerukan kepada Egianus Kogeya agar segera melepaskan Mehrtens.
Sehari sebelumnya, tiga perwakilan Selandia Baru bertemu dengan petinggi TNI dan Polri di Papua. Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Cenderawasih Kolonel Kavaleri Herman Taryaman mengatakan diplomat Selandia Baru meminta pemerintah mengupayakan keselamatan Phillip Mehrtens. Mereka siap memberikan bantuan pencarian, evakuasi, dan layanan kesehatan.
Kepala Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Papua, Frits Ramandey, juga berupaya menjalin kontak dengan orang-orang yang diduga mengenal Egianus. Salah satunya Raga Kogeya, sepupu Egianus.
Baca: Upaya TNI Memburu Egianus Kogeya
Kepada Tempo pada Jumat, 17 Februari lalu, Raga mengaku ditanyai kapan terakhir kali berkomunikasi dengan Egianus Kogeya. Raga mengaku tak berhubungan Egianus atau anak buahnya selama penyanderaan pilot Susi Air. “Nomor telepon saya tidak dipegang mereka,” ucap Raga.
Adapun Frits mengaku berupaya membuka pintu komunikasi dengan semua pihak yang terkait dengan penyanderaan Phillip Mehrtens. Ia mengontak perwakilan Susi Air. “Saya pikir Susi Air harus menyiapkan berbagai skenario dan memikirkan kemungkinan terburuk,” katanya.
Frits mencontohkan, pemerintah harus memastikan bernegosiasi dengan orang yang tepat. Sebab, tidak semua kalangan dipercaya oleh Egianus Kogeya ataupun TPNPB—sayap militer Organisasi Papua Merdeka.
Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Sebby Sambom, menyatakan kelompoknya menolak bernegosiasi dengan pejabat Bupati Nduga, Namia Gwijangge. Ia menyatakan bahwa Namia telah menyebut TPNPB sebagai kelompok pelanggar hak asasi manusia. “Jangan bermimpi jadi negosiator,” tutur Sebby.
TPNPB sebenarnya sudah memiliki negosiator, yaitu Amatus Douw. Ia menjabat Chairman of Diplomatic Council Free Papua Movement. Amatus mencari suaka ke Australia pada 2005 dan kini tinggal di Brisbane.
Kepada Tempo, Amatus mengaku ditunjuk oleh TPNPB sebagai juru runding. Ia menyatakan telah mengirim surat kepada pemerintah Selandia Baru yang isinya menyebut negara itu ikut serta dalam konflik Papua yang terjadi lebih dari enam dekade. “Selandia Baru menyuplai senjata serta membantu militer dan polisi Indonesia,” katanya melalui telekonferensi Zoom pada Jumat, 17 Februari lalu.
Amatus menyatakan bahwa TPNPB tak akan menyerahkan Phillip Mehrtens hingga ada pembicaraan tentang kemerdekaan Papua. Ia menuntut keterlibatan pihak ketiga, seperti perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam negosiasi itu. “Kami menuntut kemerdekaan bangsa Papua,” ujar Amatus. Ia menyatakan TPNPB siap menghadapi TNI-Polri jika terjadi operasi penyelamatan sandera.
Baca: Pembantaian Pekerja Istaka Karya oleh Kelompok Egianus Kogeya
TNI dan Polri disebut-sebut tetap bersiaga dan menyiapkan skenario pembebasan sandera. Pembicaraan mengenai operasi itu salah satunya disinggung dalam rapat yang digelar di Kepolisian Resor Mimika, Provinsi Papua Tengah, pada Sabtu, 11 Februari lalu.
Pertemuan itu dihadiri oleh Panglima Kodam Cenderawasih Mayor Jenderal Muhammad Saleh Mustafa dan Komandan Korem 172/Praja Wira Yakthi Brigadir Jenderal Juinta Omboh Sembiring. Dari kepolisian hadir Wakil Kepala Polda Papua Brigadir Jenderal Ramdani Hidayat dan Komandan Pasukan Brigade Mobil III Brigadir Jenderal Gatot Haribowo.
Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih Kolonel Kavaleri Herman Taryaman menolak menjelaskan isi pertemuan tersebut. “Intinya, kami berupaya memaksimalkan pencarian pilot,” ucap Herman.
TNI menunjuk Brigadir Jenderal J.O. Sembiring sebagai komandan pelaksana operasi pembebasan Phillip Mehrtens. Ia adalah prajurit dari Komando Pasukan Khusus. “Semua potensi dan sumber daya TNI-Polri yang beroperasi di Papua akan dikerahkan,” tuturnya, Jumat, 17 Februari lalu.
Baik TNI maupun Polri mengerahkan pasukan ke Kabupaten Nduga. Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan ada tim khusus yang dikirim untuk membantu pencarian Phillip Mehrtens. Adapun Kolonel Herman Taryaman mengatakan tim khusus itu juga membawa peralatan yang bisa menangkap komunikasi dengan TPNPB.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Faizal Ramadhani menyebutkan polisi juga menerjunkan Satuan Tugas Damai Cartenz. “Jumlahnya cukup untuk di lapangan,” ujar Faizal, yang juga Kepala Satuan Tugas Damai Cartenz.
Amatus Douw. Dok. Pribadi
Tak mudah membebaskan pilot Susi Air, Phillip Mark Mehrtens, dari tangan Egianus Kogeya di kawasan Nduga, apalagi di daerah dataran tinggi. Seorang petinggi Kopassus yang pernah bertugas di Papua bercerita, medan di sana terlampau ekstrem. Pernah dalam sehari ia dan sejumlah anggota pasukan khusus masuk ke hutan dan hanya bisa menempuh jarak 800 meter.
Dampak Penyanderaan Pilot Susi Air
Penyanderaan Phillip Mark Mehrtens menimbulkan gelombang pengungsi. Banyak penduduk Distrik Paro, Kabupaten Nduga, pindah ke daerah lain. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Faizal Ramadhani mengatakan pada Senin, 13 Februari lalu, ia berkeliling ke perkampungan di sekitar Bandara Paro. Di sana Faizal menyaksikan sekitar 30 rumah telah ditinggalkan penghuni. “Hanya tersisa hewan ternak,” katanya.
Baca: Nasib Anak Pengungsi Papua yang Tewas Akibat Gizi Buruk
Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih Kolonel Kavaleri Herman Taryaman menyebutkan, seusai peristiwa pembakaran pesawat Susi Air, warga di Distrik Paro melarikan diri. Sebagian warga ada yang berjalan kaki ataupun dievakuasi oleh TNI menggunakan truk. “Total 167 warga yang dievakuasi,” ujarnya.
Seorang penegak hukum yang mengetahui proses evakuasi mengatakan bahwa penduduk setempat khawatir jika terjadi konflik antara TNI-Polri dan TPNPB. Namun Herman menampik informasi tersebut. Ia menyebutkan warga keluar karena TPNPB menyerang pesawat Susi Air.
Kombes Faizal Ramdani. Dok. Polri
Menurut Herman, pada Ahad, 5 Februari lalu, pasukan Egianus Kogeya juga mengancam 15 pekerja yang sedang membangun pusat kesehatan masyarakat di Distrik Paro. Para pekerja itu sudah dievakuasi. Peristiwa ini dianggap sebagai rangkaian serbuan kelompok Egianus Kogeya sebelum menyandera pilot Phillip Mehrtens.
Kepala Kantor Komnas HAM Papua Frits Ramandey mendapatkan informasi sebaliknya. Gerombolan Egianus Kogeya justru meminta para pekerja menghentikan pembangunan puskesmas. Kelompok milisi itu juga mengantarkan para pekerja ke tempat yang aman dan meminta mereka membuat api. “Agar terlihat oleh helikopter,” ucapnya.
Baca: Kenapa Jeda Kemanusiaan Papua Tak Berjalan
Juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, menyatakan kelompok Egianus Kogeya dan pimpinan milisi di daerah lain tak akan berhenti pada penyanderaan pilot Susi Air, Phillip Mehrtens. “Kami akan menyandera orang asing sampai tuntutan Papua merdeka dipenuhi,” kata Sebby.
EGI ADYATAMA, FRANCISCA CHRISTY ROSANA, RAYMUNDUS RIKANG
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo