Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dari rumahnya di Cibubur, Jakarta Timur, Ni Kadek Marva hampir setiap hari bolak-balik ke Konstanta, tempat bimbingan belajar (bimbel) di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Juni lalu. Kala itu, siswa SMA 68 Jakarta ini tengah mempersiapkan diri mengikuti seleksi jalur mandiri di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Marva bercita-cita menjadi dokter. Di dua kampus itu, dia memilih program studi Kedokteran. Di UI, Marva mengambil dua jalur seleksi mandiri yakni S1 reguler dan S1 kelas internasional. Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2022 yang dia ikuti pada Mei lalu gagal membawanya masuk program studi Kedokteran di UI dan Universitas Padjadjaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Demi meraih impiannya menjadi dokter, sejak kelas XI Marva sudah mengikuti berbagai les. Biaya yang dikeluarkan Marva tak sedikit. Dia harus merogoh kocek hingga puluhan juta untuk mengikuti bimbingan belajar.
Di Konstanta, dia mengambil berbagai pilihan kelas yakni materi Tes Potensi Skolastik (TPS), kelas khusus Kedokteran, camp selama sebulan, hingga kelas privat. “Ambil les di sini karena menyenangkan suasanya enggak bikin tertekan,” ujarnya saat ditemui Tempo pada awal Juli lalu.
Ikut Camp Hingga Puluhan Juta
Untuk kelas TPS per kelas 25 orang biayanya Rp 3,5 juta dengan waktu belajar sepekan dua kali selama tiga jam, camp Rp 59 juta, dan kelas khusus Kedokteran per kelas 12 orang Rp 5 juta selama enam bulan. Adapun Marva mengambil kelas TPS dan kelas khusus Kedokteran masing-masing enam bulan secara online. Karena mengambil banyak kelas, Marva mendapat sejumlah potongan harga dari Konstanta. Dia hanya membayar sekitar Rp 59 juta untuk mengikuti seluruh program tersebut.
Selama kegiatan camp yang berlangsung pada Mei lalu, Marva menginap di sebuah hotel bintang 4 di Jakarta Selatan selama sebulan. Di sana dia belajar secara intens dari pagi hingga malam diselingi waktu istirahat. “Sebelum ikut camp aku sempat ambil kelas privat sebulan untuk belajar materi dasar UTBK. Aku juga ikut les di tempat lain juga,” katanya. Marva mengaku dirinya juga mengambil les di tempat bimbingan belajar lain. Dia mengambil les di dua tempat berbeda untuk melengkapi materi yang belum dia diperoleh.
Meski harus merogoh kocek dalam, Marva mengatakan bimbingan yang diperolehnya membantunya memahami materi ujian untuk meraih prodi idamannya di perguruan tinggi negeri (PTN). Dia bahkan enggan menghitung-hitung berapa total seluruh biaya yang dia keluarkan untuk mengikuti bimbingan belajar.
Sekali pun gagal UTBK SBMPTN 2022, toh Marva akhirnya lolos ujian mandiri kelas internasional Fakultas Kedokteran UI. Dia juga lolos seleksi mandiri Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung. Dia mengikuti ujian mandiri ITB untuk mengantisipasi jika tak lolos prodi Kedokteran. Sedangkan ujian mandiri UGM dia tak lolos. “Ya itu bentuk dari ikhtiar karena mimpiku memang jadi dokter. Orang tua juga mendukung,” ujarnya.
Untuk mendukung mimpi anaknya, Sri, orang tua Rizki, siswa SMA 81 juga mendaftarkan anaknya di sejumlah bimbingan belajar. Rizki mengikuti les di dua bimbingan belajar dan juga mengambil kelas privat. Meski harus mengeluarkan uang puluhan juta, Sri mengaku tak masalah asal anaknya bisa masuk ke program studi Teknik Sistem Perkapalan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Untuk biaya les anaknya di Intens, Sri mengeluarkan duit Rp 13,7 juta untuk satu tahun. Sedangkan di bimbingan belajar Tesla Rp 12 juta setahun. Waktu les masing-masing sepekan 2-3 kali selama tiga jam. “Kebetulan saya punya teman dulu di ITB yang mengajar les privat. Sekali sesi Rp 250 ribu – Rp 300 ribu per dua jam,” ujarnya. Rizki juga mengikuti camp yang digelar bimbelnya selama empat hari di sebuah hotel bintang 4 dengan biaya Rp 6,5 juta.
Di UTBK SBMPTN 2022, Rizki gagal meraih prodi idamannya Teknik Sistem Perkapalan di ITS. Namun, dia berhasil meraih prodi di kampus tersebut melalui jalur mandiri. “Ya bimbel itu kan bagian dari usaha, saya sebagai orang tua hanya mendukung,” ujar Sri.
Sediakan Berbagai Program Hingga Garansi
Direktur Konstanta Education, Didin Baharudin mengatakan bimbelnya menyediakan berbagai program persiapan UTBK seperti kelas TPS, kelas khusus untuk prodi Kedokteran, hingga camp. Alumni Oseanografi ITB ini mengatakan di program persiapan UTBK tahun lalu tak ada garansi jika siswa tak lolos UTBK.
Namun, Didin mengatakan para pengajar akan tetap mengajari siswa hingga ujian mandiri. “Untuk camp Rp 59 juta tidak ada garansi. Tapi, untuk tahun ini kami sudah membuat program baru dengan garansi sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Pada tahun ini, Didin mengatakan bimbelnya membuka program persiapan UTBK tahun depan dengan biaya Rp 95 juta setahun untuk kelas XII. Program itu sudah mencakup paket bimbingan belajar kelas reguler dan juga camp selama sebulan. Apabila siswa tak lulus UTBK, ada pengembalian dana mencapai 20 persen. "Untuk camp jadi siswa tinggal bawa diri saja untuk belajar karena semua sudah kami siapkan mulai dari makan hingga laundry," katanya.
Sedangkan untuk kelas luring reguler biayanya Rp 20 juta setahun dan kelas daring Rp 13,5 juta per tahun. Konstanta juga menyediakan paket kelas reguler luring dan camp tanpa garansi Rp 75 juta.
Didin mengatakan Konstanta memiliki 300 siswa. Jumlah itu total dari siswa yang mengikuti kegiatan bimbel dari program kerja sama sekolah dan siswa reguler. Menurutnya, hampir 85 persen siswa mereka mendapatkan perguruan tinggi negeri dari berbagai jalur masuk. Pada tahun ini kegiatan camp diikuti oleh 22 siswa. Dari jumlah itu, 20 di antaranya sudah diterima di perguruan tinggi negeri lewat berbagai jalur yakni SBMPTN, SNMPTN, dan mandiri.
Catatan: Isi berita telah ditambahkan pada Rabu, 20 Juli 2022 melalui keterangan Konstanta terkait biaya program bimbingan belajar.