Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Awal puasa 1 Ramadan 1445 Hijriah atau pada 2024 berpotensi berbeda di antara masyarakat muslim di Tanah Air. Penyebabnya, ketinggian bulan saat magrib pada 10 Maret 2024 diproyeksi masih sangat rendah. “Jadi tidak mungkin bisa dirukyat (diamati),” kata peneliti astronomi dan astrofisika di Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaludin, Senin 4 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Thomas, posisi bulan itu belum terpenuhi menurut kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Dalam kriteria MABIMS, penetapan bulan baru 1 Ramadan dan 1 Syawal harus memenuhi pengamatan ketinggian bulan minimal 3 derajat dengan elongasi atau jarak sudut bulan dan matahari di langit minimal 6,4 derajat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tetapi kalau menggunakan kriteria wujudul hilal itu sudah bulan baru,” katanya. Karena itu, Muhammadiyah pada malam 10 Maret 2024 dijadwalkan sudah akan menjalankan salat tarawih dan memulai puasa pada 11 Maret 2024.
Sedangkan yang memakai kriteria hisab atau perhitungan MABIMS, pengamatan akan dilakukan pada 10 Maret 2024. Namun karena posisi bulan masih terlalu rendah sehingga tidak mungkin diamati di seluruh Indonesia, dengan mengacu pada kriteria MABIMS. Hasil pengamatan itu nantinya dipakai sebagai bahan untuk sidang isbat yang rencananya akan digelar pada sore itu juga.
“Hasil rukyat pun kemungkinan gagal, sidang isbat kemungkinan besar akan memutuskan awal Ramadan 12 Maret,” ujar Thomas memprediksi.
Jika awal puasa berpotensi berbeda, lain halnya dengan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri. “Kalau Syawal insya Allah seragam tanggal 10 April 2024,” kata Thomas sambil menambahkan, "Dengan begitu maka akan ada umat Islam di Indonesia yang berpuasa selama 29 dan 30 hari."
Pengamatan bulan baru atau hilal untuk penentuan awal puasa 1 Ramadan juga sedang disiapkan Observatorium Bosscha di Lembang. Seperti di lokasi dan oleh pihak lain, pengamatan pada 10 Maret. “Akan dilakukan sepanjang hari,” kata staf Divisi Pendidikan dan Penjangkauan Publik Observatorium Bosscha, Yatny Yulianti, Senin, 4 Maret 2024.
Tim pengamat yang dikerahkan berjumlah sekitar dua sampai empat orang. Namun begitu menurut Yatny, kali ini pengamatan hilal di Observatorium Bosscha tidak disiarkan langsung ke publik.
Pilihan Editor: Gempa dari Zona Megathrust Enggano Kembali Guncang Liwa