Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tim ITB membuat drone atau wahana nirawak untuk mengangkut obat-obatan ke daerah terpencil.
Dapat dioperasikan dengan bantuan aplikasi khusus yang dipasang di telepon seluler pintar.
Dirancang bisa membawa kargo seberat 2 kilogram.
TIM dosen dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung tengah membuat pesawat nirawak (drone) untuk mengangkut kargo medis. Riset wahana bernama Suster Terbang itu dirintis sejak 2018 dan kini memasuki fase kedua untuk pengujian yang ditargetkan rampung akhir tahun ini. “Terinspirasi dari kisah seorang suster apung,” kata Ony Arifianto, anggota tim dari Kelompok Keahlian Fisika Terbang, pada Kamis, 20 Februari lalu.
Suster apung adalah julukan untuk Andi Rabiah, perawat Pusat Kesehatan Masyarakat Kepulauan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Daerah kerjanya sejak 1977 itu meliputi sejumlah pulau kecil. Dia kerap menggunakan perahu kecil untuk membantu masyarakat dan mengantarkan obat-obatan ke tempat terpencil.
Menurut Ony, drone mereka dirancang untuk mengantar peralatan medis ke pulau atau daerah terpencil melintasi lautan. Hingga saat ini, seluruh biaya riset yang mencapai Rp 400 juta masih ditanggung universitas. Tim berencana mencari mitra perusahaan dan pengujian di lokasi pada 2021.
Menurut Andi Kuswoyo dari Kelompok Keahlian Struktur Ringan, ruang kargo dibuat di bawah badan pesawat. Pengisian dan pengambilan muatan bisa lebih mudah tanpa harus membongkar wahana itu. Ruang kargo bisa memuat dua kantong darah, obat-obatan, atau empat kantong infus. Tempatnya pun dirancang spesial. “Karena medical supply perlu alat pendingin juga,” ucapnya.
Wahana dapat dikendalikan dengan satu aplikasi khusus yang dipasang di telepon seluler pintar. Dalam aplikasi itu terdapat sistem pemantauan dan penentuan lokasi tujuan. Suster Terbang juga dilengkapi sistem otopilot. Dengan demikian, wahana cukup dioperasikan oleh seorang operator. “Operator punya kekuasaan membatalkan misi dan mengubah ketinggian,” ujar Ony.
Jika ada badai atau gangguan cuaca lain dalam perjalanan misinya, Suster Terbang bisa didaratkan di pulau terdekat. Tim perancang masih mengkaji kemungkinan pendaratan di atas air dan berapa jam drone itu sanggup mengapung. Meski demikian, dalam kondisi cuaca buruk yang disertai petir, penerbangan bakal ditangguhkan karena wahana tidak dilindungi penangkal petir.
Pada tahap awal dan uji coba, tim masih menggunakan produk yang telah jadi dan ada di pasar. Mereka lalu mengembangkan sistem kendali wahana nirawak dan modifikasi untuk ruang kargo. Jika konsep tersebut berhasil, mereka tinggal menyiapkan proses pembuatan purwarupa wahana tersebut. Menurut Andi, bahan pesawat akan menggunakan material serat karbon yang kuat dan lebih ringan daripada logam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo