Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JASON Chin tak dapat menahan kegembiraannya saat menyaksikan butiran berwarna kuning keemasan yang menyebar di dasar cawan petri. Itulah hasil kerjanya selama dua tahun bersama tim di Medical Research Council pada Laboratory of Molecular Biology, Cambridge University, Inggris, dalam membaca dan merancang ulang asam deoksiribonukleat (DNA) bakteri Escherichia coli sehingga berhasil menciptakan sel-sel bakteri yang memiliki genom sintetis. “Kecantikannya menakjubkan,” ujar Chin kepada The Guardian, Rabu, 15 Mei lalu, saat menceritakan ulang momen sebelum Natal 2018 itu.
Bakteri yang diciptakan dalam laboratorium itu hidup. Yang membedakannya dengan bakteri E.coli alami yang biasa ditemukan di tanah dan di dalam perut manusia adalah ukurannya yang sedikit lebih panjang dan memiliki laju pertumbuhan sangat lambat. Panjang genom sintetis dari organisme buatan yang diberi nama Syn61 itu 4 juta pasang basa (base), menjadikannya genom sintetis terbesar yang pernah dibuat ilmuwan. Sembilan tahun lalu, J. Craig Venter, penggagas Human Genome Project, dan timnya dari J. Craig Venter Institute di Rockville, Maryland, Amerika Serikat, berhasil membuat sel bakteri Mycoplasma mycoides yang dikendalikan genom sintetis untuk pertama kali. Panjang genom itu 1 juta pasang basa.
Perancangan ulang genom sintetis yang dibuat Chin dan tim dianggap lebih radikal ketimbang pembuatan genom sintetis Venter. “Mereka telah membawa riset bidang genom sintetis ke level baru, tidak hanya berhasil membangun genom sintetis terbesar saat ini, tapi juga melakukan perubahan pengkodean terhadap genom terbesar,” kata Tom Ellis, ahli biologi sintetis dari Imperial College London.
Dalam penelitian yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Nature edisi 15 Mei lalu itu, Chin dan timnya merancang ulang DNA bakteri E.coli dengan cara menghapus beberapa kodon yang berlebih. Kodon adalah rangkaian tiga basa, misalnya TCG atau TAC, yang memberi tahu sel untuk menambah satu asam amino tertentu guna membuat sebuah protein atau untuk menghentikan proses penerjemahan. Hampir semua makhluk hidup, dari ubur-ubur hingga manusia, menggunakan 64 kodon. Tapi kebanyakan kodon itu melakukan pekerjaan yang sama. Total ada 61 kodon yang membuat 20 asam amino. Adapun tiga kodon lain berfungsi sebagai tanda berhenti untuk memberitahukan bahwa sel protein telah selesai dibuat.
Asam amino sirene contohnya, terkait dengan kodon TCA, AGC, TCT, TCC, dan TCG. Ketidakcocokan antara jumlah kodon dan asam amino itu membuat 43 kodon tidak memiliki hubungan. Bekerja dengan komputer, para peneliti menelusuri DNA bakteri E.coli. Untuk menciptakan genom sintetis, begitu menemukan kodon TCA dan TCG, mereka langsung menggantinya dengan AGC dan AGT. Mereka juga mengganti setiap kodon TAG—yang berfungsi sebagai tanda berhenti—dengan TAA. Total mereka membuat 18.214 penggantian.
Tahap selanjutnya setelah DNA sintetis tercipta adalah memindahkannya ke dalam sel bakteri. Mereka tidak dapat langsung mencangkokkannya dengan sekali jalan, tapi tahap demi tahap. Genom dipecah menjadi potongan-potongan, lalu dicangkokkan sepotong demi sepotong ke dalam sel hidup.
Jason Chin percaya keberhasilan mereka menciptakan genom sintetis ini akan mewujudkan apa yang disebut sebagai perancang organisme. Riset ini akan membantu ilmuwan menciptakan bakteri yang tahan virus untuk dipakai dalam industri biofarmasi. “Karena DNA mereka berbeda, virus akan sulit menyerang untuk menyebar di dalam tubuh bakteri,” tutur Chin.
Saat ini E.coli sudah dipakai industri biofarmasi dalam pembuatan insulin bagi penderita diabetes dan senyawa obat lain untuk kanker, multiple sclerosis, serangan jantung, dan penyakit mata. Namun seluruh produksi akan terganggu ketika kultur bakteri tercemar virus atau mikroba.
DODY HIDAYAT (THE SCIENTIST.COM, THE GUARDIAN, THE NEW YORK TIMES, SMITHSONIANMAG.COM, ARSTECHNICA.COM)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Genom Sintetis Bakteri E. Coli/Tempo
Genom
MATT Ridley, ilmuwan dan jurnalis Inggris, dalam bukunya, Genome: The Autobiography of a Species in 23 Chapters, menerangkan genom sebagai sebuah kitab atau buku yang menceritakan hidup dan mati pemiliknya. Genom manusia terdiri atas 23 bab alias 23 kromosom. Setiap kromosom mengandung ribuan alinea atau gen. Alinea berisi kalimat-kalimat yang disebut ekson dan intron.
Tiap kalimat tersusun atas kata-kata atau kodon. Setiap kodon merupakan rangkaian kata atau basa.
Tidak sebanyak abjad, huruf dalam genom hanya ada empat, yakni A (adenine), C (cytosine), G (guanine), dan T (thymine). Setiap kodon terdiri atas kombinasi tiga basa, misalnya TCA, AGT, TCG, atau AGC. Setiap basa “dicetak” di atas rantai senyawa gula dan fosfat yang panjang yang disebut asam deoksiribonukleat (DNA). Setiap kromosom terdiri atas sepasang rantai DNA yang berbentuk seperti tangga terpilin (double helix) dengan pasangan basa sebagai anak tangganya. Anak tangga DNA merupakan pasangan basa yang tetap: A selalu dengan T, sementara C pasti dengan G.
Genom Sintetis Bakteri E. Coli/Tempo
Genom merupakan buku yang ajaib karena ia hidup. Genom dapat membaca diri sendiri atau melakukan penerjemahan serta menggandakan diri atau penggandaan. Penggandaan terjadi dengan cara membalikkan basa, misalnya basa di DNA asli berupa AGT disalin menjadi TGA, lalu salinan ini digunakan untuk membentuk DNA baru dengan cara yang sama sehingga menjadi AGT kembali. Proses penerjemahan sedikit lebih rumit karena membutuhkan bantuan komponen lain, terutama asam ribonukleat (RNA).
Genom berada di setiap inti sel dan sebagian kecil di mitokondria makhluk hidup. Genom mengendalikan hampir seluruh proses makhluk hidup melalui protein atau gabungan protein. Segala item di tubuh organisme hidup dibuat oleh atau terbuat dari protein. Protein merupakan hasil instruksi di genom melalui proses penerjemahan dan penggandaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo