Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penurunan muka air dan kekeringan bisa meningkatkan risiko kebakaran di lahan gambut. Pemantauan tinggi muka air menjadi hal penting dalam mencegah bencana itu terjadi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut mengembangkan teknologi Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (Sipalaga)- yang bisa diakses langsung lewat Internet.
Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah BPPT Yudi Anantasena mengatakan sistem tersebut mampu mendeteksi tinggi muka air lewat pasokan data dari sensor-sensor yang dipasang di permukaan lahan gambut. “Data yang dikirimkan real-time, jadi tim di BRG (Badan Restorasi Gambut) bisa langsung tahu kawasan mana yang rawan,” kata Yudi, Rabu pekan lalu.
Yudi mengatakan sistem informasi tersebut dikembangkan BPPT sesuai dengan kebutuhan yang diminta BRG. “Sistem monitornya dipasang di BRG, tapi kami juga punya mirror server di BPPT Serpong,” ujarnya. Publik juga dapat melihat informasi dalam aplikasi Sipalaga yang diluncurkan pada akhir Januari lalu di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu melalui situs Sipalaga.brg.go.id.
Sebaran Sensor (Target pemasangan 2019: 20 unit di 6 provinsi )
Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead mengatakan Sipalaga disiapkan sebagai upaya mencegah potensi kebakaran di lahan gambut. Menurut dia, lahan gambut harus dijaga agar tetap basah. Ambang aman tinggi muka air adalah 40 sentimeter dari permukaan lahan gambut. “Cara terbaik untuk mengetahuinya adalah dengan membangun sensor yang bisa membaca kondisi lahan secara real-time,” katanya.
Nazir mengatakan kondisi lahan gambut menjadi rawan ketika tinggi muka air menurun terus dan perkiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan tidak ada hujan 20-30 hari mendatang. Dalam kondisi itu, BRG bakal mengirimkan informasi ke satuan petugas untuk meningkatkan patroli.
Hingga saat ini sudah ada 142 unit pemantau tinggi muka air lahan gambut yang dipasang di tujuh provinsi. BRG berencana menambah 30 unit alat pemantau, 10 di antaranya akan didanai oleh donor.
Sensor tinggi muka air di lapangan melakukan aktivitas perekaman setiap 10 menit. Setiap jam datanya dikirimkan ke peladen (server) sistem untuk diolah dan ditampilkan di laman Sipalaga. Menurut Rudi, sensor terbanyak dipasang oleh BRG. Adapun BPPT ikut memasang tujuh sensor. “Bisa saja nanti pengelola perkebunan dan universitas bergabung memasang sensor dan berbagi datanya,” ujarnya.
Yudi mengatakan alat pemantau yang dipasang di lapangan sebenarnya masih kurang. Para ahli memperhitungkan idealnya ada 400 sensor di lapangan untuk menunjang kinerja sistem pemantauan kondisi tinggi muka air lahan gambut. “Makin banyak sensornya kan lebih baik,” katanya. “Apalagi ada kawasan lahan gambut yang sulit diakses tim patroli. Keberadaan sensor bisa sangat membantu.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo