Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat menjalin kerja sama dengan Universitas Pertahanan (Unhan) mengembangkan penelitian tanaman gandum untuk mendukung program ketahanan pangan nasional. Disebutkan kalau jenis tanaman pangan itu memiliki potensi luar biasa untuk dikembangkan di daerah tropis, terutama dataran menengah dan dataran tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat dimintai tanggapannya, pakar pertanian di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Heny Herawati mengatakan sebaliknya: potensi gandum Indonesia tidak besar. Alasannya, Indonesia bukan negara tropis yang sesuai untuk budidaya tanaman gandum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Heny, butuh riset lebih lanjut untuk pemuliaan tanaman dan pencarian bibit gandum yang sesuai untuk ditanam di Indonesia hingga produktivitasnya bisa menyamai potensi produksi gandum yang ada di negara subtropis. Secara umum, disebutkannya, gandum tumbuh dengan baik di wilayah dengan temperatur berkisar 10-25 derajat Celsius dan curah hujan 350-1.250 mm per tahun.
"Gandum dapat tumbuh di wilayah tropis seperti Indonesia, namun hanya jenis gandum spring yang dapat memberikan hasil panen cukup baik," kata Heny saat dihubungi, Jumat 2 Agustus 2024.
Heny menjelaskan, gandum dapat berkembang sangat baik di daerah dengan suhu yang rendah untuk merangsang pembungaan. Biasanya, kriteria wilayah seperti itu berada di dataran tinggi dengan elevasi di atas 1.000 meter di atas permukaan laut.
Itu sebabnya, Heny menjelaskan, gandum tak langsung menjadi tanaman penting dalam sistem usaha tani saat diperkenalkan di Indonesia pada awal abad ke-18. Kemudian pada 1981, kata Heny, Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melakukan uji adaptasi plasma nutfah gandum dari berbagai negara.
Hasilnya, beberapa di antaranya menunjukkan daya adaptasi pada lahan dataran tinggi--sekalipun di dataran tinggi gandum harus bersaing dengan tanaman hortikultura yang nilai ekonominya lebih tinggi.
Balitbangtan juga meneliti varietas unggul gandum. Hasilnya adalah varietas Nias dan Timor yang telah dilepas pada 1993, varietas Selayar pada 2003, dan varietas Dewata pada 2004. "Keempatnya merupakan varietas gandum dataran tinggi dengan rata-rata hasil masing-masing 2,0 ton/ha, 2,0 ton/ha, 2,95 ton/ha, dan 2,04-2,96 ton/ha," tutur Heny.
Balitbangtan juga pernah merintis konsorsium penelitian gandum bersama beberapa perguruan tinggi dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Dari konsorsium itu dilepas varietas unggul gandum Guri-1 dan Guri-2 pada 2013, lalu pada tahun 2014 dilepas varietas Guri-3 Agritan, Guri-4 Agritan, Guri-5 Agritan, dan Guri-6 UNAND.
Potensi hasil dari keenam varietas tersebut lebih tinggi yaitu masing-masing 7,4 ton/ha, 7,2 ton/ha, 7,5 ton/ha, 8,6 ton/ha, 5,1 ton/ha, dan 5,3 ton/ha. "Tidak hanya itu, varietas Guri-5 Agritan dan Guri-6 UNAND juga adaptif di dataran sedang," ucap dia.
Namun, Heny juga mengungkap beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Balai Besar Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia. "Berdasarkan hasil informasi di lapangan, produktivitas gandum masih cukup rendah apabila dibandingkan ditanam di negara yang beriklim tropis."