Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Kebenaran dalam Hukum: Belajar dari Sidang Menendez Bersaudara

Cara melihat sebuah kejahatan berubah dalam 28 tahun. Kisah kelam Lyle dan Erik Menendez.

17 November 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pembunuhan Jose dan Kitty Menendez oleh anak-anak mereka direka ulang melalui film serial dan dokumenter.

  • Jaksa berubah melihat sebuah kejahatan dengan melihat motif di baliknya.

  • Konsep kebenaran, kebajikan, dan ketidakbajikan juga berubah seiring waktu.

NETFLIX baru menambahkan cerita Menendez Bersaudara dalam dua jenis film sekaligus. Pertama serial Monster: The Lyle and Erik Menendez Story yang dibintangi Javier Bardem sebagai Jose Menendez, imigran Kuba yang sukses menjadi pengusaha film di Hollywood. Film kedua berupa dokumenter yang memaparkan wawancara 20 jam dengan dua kakak-adik yang membunuh orang tua mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam film serial, sutradara Ryan Murphy memasukkan beberapa bumbu ke dalam sejumlah adegan. Meski di sana-sini adegan-adegan filmnya presisi dalam reka ulang persidangan Lyle dan Erik, beberapa kritikus menilai serial itu “membosankan karena banyak repetisi”. Sementara itu, Lyle dan Erik, yang masih hidup dalam penjara San Diego, California, Amerika Serikat, di usia 56 dan 53 tahun, menyebutkan serial itu merupakan fitnah karena tidak akurat menggambarkan karakter mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ryan Murphy—pembuat serial Glee, The Watcher, dan American Horror Story—ingin menampilkan pembunuhan Jose dan Kitty Menendez oleh Lyle dan Erik dari pelbagai sudut pandang: pelaku, keluarga, bahkan riset untuk memahami psikologi Jose dan Kitty. Repetisi dan akurasi memang menjadi persoalan pembuatan film dengan cara seperti itu. “Menulis cerita dengan banyak sudut pandang memang akan menjadi kontroversi,” kata Ryan kepada Entertainment Tonight.

Film serial Monster: The Lyle and Erik Menendez Story (2024).

Jika tafsir Ryan atas peristiwa pembunuhan Jose dan Kitty Menendez menyisakan bias sutradaranya dalam memahami pembunuhan itu, mungkin kita perlu menonton dokumenter. Meskipun, dalam dokumenter sekalipun, bias tak mudah dihapus karena film ini berpusat pada wawancara Lyle dan Erik—bahan yang dihindari Ryan dengan membuat serial dari kejadian nyata ini.

Kontroversi sebuah peristiwa, selain akibat sudut pandang, disebabkan oleh adanya nuansa, psikologi tokoh, dan konteks cerita pada waktu peristiwa itu terjadi. Maka, menarik melihat peristiwa ini dari persidangan maraton yang mengadili Lyle dan Erik. Nuansa itu pulalah yang membuat para juri peradilan keduanya tak bisa membuat putusan menghukum atau membebaskan kakak-adik ini.

Pembunuhan terhadap Jose dan Kitty Menendez terjadi pada 20 Agustus 1989. Jose 45 tahun, sedangkan Kitty dua tahun lebih tua. Lyle dan Erik, anak-anak mereka yang berusia 21 dan 18 tahun, menembak pasangan suami-istri itu dari jarak dekat di ruang televisi dengan 15 peluru senapan gentel. Setelah menembak secara brutal, mereka menciptakan alibi menonton bioskop dan kembali ke rumah untuk menelepon polisi.

Hingga sepekan setelah pembunuhan itu, Lyle dan Erik tetap tinggal di rumah orang tua mereka. Kepada polisi, mereka mengatakan ada kemungkinan pembunuh Jose dan Kitty adalah mafia bisnis hiburan yang tak menyukai usaha ayah mereka yang sukses. 

Keduanya lalu berfoya-foya dengan berbelanja barang mahal di Hollywood. Dari jam tangan, baju, hingga mobil mewah. Berdasarkan perilaku itu, polisi mulai curiga pembunuh Jose dan Kitty adalah anak-anaknya sendiri. Polisi menetapkan motif pembunuhan adalah uang harta Jose senilai US$ 17 juta.

Film dokumenter The Menendez Brothers (2024).

Polisi pun menahan Lyle dan Erik, yang menunjuk Leslie Abramson sebagai pengacara mereka. Dari Leslie, cerita pembunuhan berubah menjadi tak hanya berpusat pada penghilangan nyawa, tapi juga motif yang membuat juri menjadi gamang ketika membuat putusan di akhir persidangan. Sejak awal, Leslie tak menyangkal Lyle dan Erik membunuh. Ia membawa persidangan ke dalam cerita yang lebih dalam tentang motif pembunuhan itu.

Sebab, menyangkal Lyle dan Erik bukan pembunuh Jose dan Kitty akan menjadi pembelaan konyol. Pembunuhan ini terungkap karena Erik menemui psikiater Jerome Oziel akibat gelisah setelah terlibat pembunuhan itu. Kepada Oziel, Erik mengakui bahwa ia dan kakaknya yang menghabisi ayah dan ibu mereka. Dengan begitu, meski tak ada saksi saat kejadian, jaksa telah menemukan saksi dengar pembunuhan itu yang sulit dibantah.

Maka fokus Leslie adalah meringankan vonis bagi Erik dan Lyle. Jaksa mendakwa mereka merencanakan pembunuhan sehingga tuntutannya adalah hukuman mati. Faktanya telak: senapan gentel dibeli sepekan sebelum pembunuhan dan mereka membuat alibi menonton bioskop setelah eksekusi. Leslie hendak menghindari dakwaan itu agar vonisnya bisa lebih ringan. Caranya, menyodorkan motif mengapa kakak-adik itu membunuh orang tua mereka. 

Persidangan pun menyajikan rahasia paling gelap Erik dan Lyle yang dilecehkan secara emosional dan seksual oleh Jose sejak usia 6 tahun. Leslie menghadirkan para saksi yang mengkonfirmasi cara Jose mendidik anak dan mereka yang tahu bahwa Kitty membiarkan suaminya melecehkan secara seksual anak-anaknya.

Jose, seperti klaim Lyle dan Erik, tak akan segan membunuh keduanya jika pelecehan seksual itu sampai didengar orang lain. Dengan klaim ini, Lyle dan Erik punya motif mengapa mereka tega menghabisi ayah dan ibunya, yakni keterancaman. Dengan begitu, membunuh ayah mereka lebih dulu adalah cara mereka mempertahankan diri. Adapun pembunuhan Kitty karena anak-anak ini tak ingin ibunya menderita akibat kehilangan suami yang dicintainya.

Dengan isak tangis dan haru-biru cerita menjadi korban pelecehan seksual oleh ayah mereka sendiri, Lyle dan Erik berhasil membuat juri bersimpati. Opini persidangan mulai bergeser dari menempatkan keduanya sebagai pelaku pembunuhan menjadi korban kekerasan seksual. Jaksa sampai harus mengingatkan bahwa yang ia bawa ke sidang ini adalah pembunuhan Jose dan Kitty, bukan pelecehan seksual yang dialami anaknya.

Toh, juri menjadi gamang. Publik yang menonton sidang di televisi juga terbelah. Oprah Winfrey mengumpulkan ratusan laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual semasa kecil. Unjuk-bincang Oprah membuat opini publik makin bersimpati kepada keduanya bahwa trauma kekerasan seksual bagi anak laki-laki itu nyata. Di era ketika hukum hanya mengakui trauma pelecehan kepada perempuan, show Oprah bisa membalikkan persepsi publik itu.

Juri menyatakan tak punya putusan terhadap peradilan Lyle dan Erik. Hakim akhirnya memutuskan tak ada vonis untuk keduanya sampai ada sidang berikutnya. Nuansa sebuah perkara bisa menentukan vonis hukum bagi pelaku kejahatan.

Potret Lyle Menendez (kiri) dan Erik Menendez di California, Amerika Serikat, 10 Oktober 2024. Dok.California Department of Corrections and Rehabilitation

Dunia jurnalistik juga mengenal nuansa dalam peristiwa. Para wartawan tak hanya harus menulis apa yang ada di permukaan, tapi juga menyelami lebih dalam apa yang ada di balik sebuah peristiwa. Story behind the news atau cerita di balik berita acap menjadi pertaruhan bagi para wartawan dalam menyajikan fakta yang mereka temukan. Sebuah peristiwa kerap kali tak sesederhana kronologinya. Namun, dengan menyajikan nuansa dan mengungkap apa yang tak terlihat dalam sebuah kejadian, publik mendapatkan duduk persoalan secara lengkap.

Tapi di situlah problemnya. Berkaca pada kasus Lyle dan Erik, nuansa dan motif pembunuhan telah mengubah sudut pandang juri dalam melihat kejahatan mereka. Hukum, dalam kasus ini, menjadi tidak hitam-putih lagi. Hukuman bagi keduanya baru terjadi dalam peradilan yang diulang. Para juri memvonis keduanya hukuman seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat. Meski melepaskan motif pelecehan seksual, juri tak menjatuhkan vonis untuk tuduhan pembunuhan berencana.

Setelah tayangan Netflix itu, pada Oktober 2024, jaksa wilayah Los Angeles berencana mengajukan sidang ulang untuk memberikan tuntutan pembebasan. Tak seperti jaksa pada pertengahan 1990-an yang berfokus pada peristiwa pembunuhan, jaksa sekarang memasukkan korban pelecehan seksual sebagai motif pembunuhan. Waktu, sudut pandang, serta yurisprudensi telah mengubah hukum dengan memposisikan hakim dan juri bukan semata “aantreanenimes”. Mereka bukan makhluk yang pasif, yang tak punya pikiran, pertimbangan moral, dan hati nurani.

Perkembangan baru menempatkan hakim dan juri yang dipercaya sebagai “wakil Tuhan” membuat hukum tak lagi berada di ruang statis. Cerita Lyle dan Erik Menendez telah menunjukkan bahwa konsep kebenaran, kebajikan-ketidakbajikan, serta keadilan-ketimpangan terikat oleh waktu. Ia berubah karena pikiran manusia dan wacana (discourse) yang menyertainya juga berubah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus