Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

wawancara

Saya Enjoy Saja

Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir turun tangan dan bergerak cepat mengatasi persoalan ketersediaan oksigen medis dan obat terapi pasien Covid-19. Erick mengerahkan sejumlah BUMN untuk membantu memenuhi pasokan di rumah-rumah sakit rujukan khususnya di Pulau Jawa. Ia juga memerintahkan PT Indofarma dan PT Kimia Farma menggenjot produksi ivermectin dan membanjiri pasar dengan obat itu. Meski belum lulus uji klinis BPOM, Erick mendorong penggunaan ivermectin sebagai obat terapi pasien Covid-19 karena dianggap terbukti berkhasiat di sejumlah negara dengan efek samping minim. Di tengah melonjaknya angka kasus Covid-19, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ini sering terjun ke lapangan untuk menginspeksi pasokan obat terapi dan oksigen medis. Ia juga terus menjalankan tranformasi BUMN, termasuk terlibat dalam pemulihan Garuda Indonesia hingga pemilihan komisaris BUMN.

10 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Erick Thohir memerintahkan PT Indofarma dan PT Kimia Farma menggenjot produksi ivermectin dan mengedarkannya sebagai obat terapi Covid-19.

  • Kementerian BUMN mengalihkan beberapa perusahaan pelat merah memproduksi oksigen medis bagi pasien Covid-19.

  • Garuda Indonesia akan berfokus ke penerbangan domestik sampai 4-5 tahun ke depan.

MENTERI Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir mengerahkan beberapa perusahaan negara untuk mengatasi kelangkaan tabung oksigen medis bagi pasien Covid-19. Ia menugaskan Pertamina, Perusahaan Gas Negara, Krakatau Steel, hingga Perusahaan Listrik Negara membantu pemenuhan pasokan oksigen medis di beberapa rumah sakit rujukan. “Mau tidak mau kami mengalihkan beberapa BUMN untuk produksi oksigen,” kata Erick, 50 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo di rumah dinasnya, Selasa malam, 6 Juli lalu.

Tingginya lonjakan angka kasus infeksi Covid-19 di Jawa dalam beberapa hari terakhir membuat kebutuhan oksigen naik tajam. Di tempat-tempat pengisian ulang oksigen, masyarakat antre membawa tabung oksigen. Bahkan ada pasien Covid-19 di Mojokerto, Jawa Timur, yang ikut mengantre membeli oksigen setelah beberapa rumah sakit menolaknya karena tak ada kamar kosong. Kelangkaan pasokan membuat harga oksigen medis melambung.

Erick juga turun tangan menjaga ketersediaan obat-obatan untuk terapi Covid-19. Salah satunya ivermectin, pembasmi infeksi cacing parasit pada tubuh manusia dan hewan yang akhir-akhir ini makin sulit dicari. Ivermectin banyak diburu karena mujarab menyembuhkan pasien corona. Erick memerintahkan dua badan usaha milik negara sektor farmssi, PT Indofarma dan PT Kimia Farma, menggenjot produksi obat cacing itu dan mengedarkannya sebagai obat terapi Covid-19.

Kepada Budi Setyarso dari Tempo, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ini juga bercerita ikut berburu vaksin hingga mengatasi persoalan oksigen dan obat. Erick juga menjelaskan krisis maskapai Garuda Indonesia, polemik komisaris BUMN dari kalangan relawan Jokowi, hubungannya dengan Presiden, hingga peluangnya menjadi calon presiden pada 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keadaan makin gawat, apa kebijakan dan tindakan pemerintah?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Formula mengatasi Covid-19 di semua negara berubah. Kita enggak boleh menyerah. Saya melihat pasti ada jalan tapi formulanya, peta jalannya, sama-sama harus kita bedah ulang. Sekarang rapat yang dipimpin Pak Menko Luhut (Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan), terutama untuk Jawa-Bali, kembali seperti masa awal Covid-19. Sehari bisa tiga kali rapat.

Apa saja yang dibicarakan?

Macam-macam. Dua-tiga hari lalu, misalnya, kami rapat mengenai ketersediaan oksigen. Kami memetakan bersama Pak Menkes (Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin) dan Pak Menperin (Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita). Menko Airlangga (Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto) sepertinya juga ada. Dipetakan berapa banyak produksi oksigen. Ternyata produksi oksigen kita 70 persen buat industri, 30 persen buat kesehatan. Dengan sekarang banyak yang memerlukan oksigen, ini sepertinya perlu diubah. Komposisi untuk kesehatan lebih besar. Tapi kan industrinya enggak boleh berhenti juga.

Bagaimana solusinya?

Kami coba cari ekuilibrium. Kami antisipasi seperti apa kebutuhan oksigen dua minggu ke depan. Kemarin di rapat terbatas juga sempat dibahas bagaimana kalau kapasitas oksigennya sudah tidak mencukupi. Mau tidak mau kami mengalihkan beberapa BUMN untuk produksi oksigen. Tapi skalanya kecil dibanding swasta karena kami bukan ahlinya. Kalau nanti (krisis oksigen) melebar ke Sumatera, mau tidak mau kami harus impor karena tabung oksigen enggak mungkin dibikin cepat. Lalu truk-truk tangki CNG (gas alam terkompresi) diubah untuk mengangkut oksigen.

Bagaimana mengatasi kelangkaan obat untuk terapi pasien Covid-19?

Kami bahas ivermectin, oseltamivir, favipiravir. Apakah ada ketersediaannya, bagaimana standarnya.

Anda membanjiri pasar dengan ivermectin, padahal obat itu belum selesai uji klinis...

Dari pernyataan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) jelas harus sesuai dengan resep dokter. Jadi selama itu ada resep dokter, ya kita harus berikan akses. Tapi jumlahnya dibatasi. Yang saya mau pastikan juga adalah harganya. Kemarin saya cek harga ivermectin di toko online ada yang sampai Rp 800 ribu. Satu botol isinya 20 tablet. Sedangkan harga ecerannya Rp 7.500 atau Rp 7.800. Maka, sesuai dengan teori pasar, ya harus kita banjiri. 

Tapi uji klinisnya belum selesai...

Tadi kan harus ada resep dokter. Tapi tidak cukup juga hanya dengan resep dokter. Saya batasi lagi jumlahnya. Satu orang, misalnya, hanya bisa beli 20 tablet. Jadi jangan gara-gara resep dokter satu orang beli 10 botol. Sedangkan kalau dilihat terapinya, kan satu orang tidak perlu lebih dari satu botol.

Pembatasan ivermectin dengan resep dan kuota?

Kuota dari kami. Kalau resep dari dokter. Menteri Kesehatan kan hanya mengatur soal harga. Ini kita saling jaga.

Sejak kapan Anda mengenal ivermectin?

Bulan April lalu. Saat itu angka kasus Covid-19 di banyak negara naik. Singapura saja naik. Di situlah saya mulai agak gundah, dalam arti di sini bakal naik juga. Walaupun waktu itu belum Lebaran, belum ada lonjakan angka kasus di Kudus. Waktu itu saya coba mempelajari lebih dalam. Ternyata rumah-rumah sakit sudah melakukan (terapi dengan ivermectin). Maka ketika rapat secara terbuka dengan banyak kementerian di Istana, kami melaporkan status persediaan obat, termasuk obat ini (ivermectin). Kami tidak ada maksud komersialisasi. Kami hanya melihat, kalau dalam keadaan seperti ini, vaksin kan sudah diberikan, tapi tetap perlu ada akses obat murah buat rakyat. Nah, setelah dipelajari semua, yang paling murah ivermectin.

Meskipun itu obat cacing parasit?

Ini bukan produk baru. Sama seperti favipiravir. Efek sampingnya kan sama. Seperti ketika kita berbicara kenapa waktu itu Indonesia memilih vaksin berbahan virus yang dimatikan. Karena efek sampingnya paling kecil dan itu penemuan tahun 1970. Ivermectin juga penemuan lama. Kami melihat obat ini sudah dipakai dan hasilnya baik. Harganya juga sangat murah. Rakyat bisa mendapatkan akses dan kesempatan yang sama.

Apakah BPOM menyebutkan berapa lama lagi ivermectin bisa menjadi obat untuk perawatan pasien Covid-19?

Dari hasil rapat tadi, uji klinis akan memakan waktu dua-tiga minggu. Normalnya lebih lama, tapi ini darurat. Sampai hasilnya keluar, tetap disepakati dengan resep dokter. Nanti kalau ternyata dalam uji klinis kelihatan, ya mungkin ada suatu terobosan dari BPOM supaya obat ini bisa diakses lebih cepat oleh masyarakat.

Kepada Presiden, Menteri Luhut mengatakan keadaan terkendali, padahal situasi genting. Apakah ini cara pemerintah agar masyarakat tidak terlalu panik?

Sebagai kepala negara, Bapak Presiden tentu tidak hanya memikirkan Covid-19. Beliau memikirkan keamanan, ekonomi, yang ada timnya juga. Nah, Pak Luhut kan tipikal tentara. Beliau ingin memastikan pekerjaannya selesai. Di situlah biasanya Pak Luhut, mohon maaf tidak ada maksud apa-apa, menekan kami di kementerian harus berjalan dengan target. Saya rasa buat kami, apalagi saya menteri yunior, kami belajar karena saya belum pernah mengalami hal seperti ini. Kalau saya enjoy saja karena ini risiko jabatan, risiko pemimpin.

Bagaimana Anda merespons kelangkaan obat untuk terapi pasien Covid-19 yang terjadi beberapa hari terakhir?

Ketika dilaporkan ada kelangkaan favipiravir dan ivermectin, saya coba mengeceknya. Tapi saya belum senang dengan hasil pengecekan kemarin. Saya akan melakukan inspeksi mendadak lagi minggu depan. Saya takutnya, bukannya menuduh ya, di dalam segala kesempitan begini suka ada grey area yang tidak hanya dimanfaatkan oknum dari luar, tapi juga di dalam BUMN-nya.

Seperti apa contohnya?

Saya sangat syok dan marah ketika terjadi kasus penggunaan alat tes antigen bekas di Medan yang melibatkan Kimia Farma. Itu menurut saya keterlaluan sekali. Tapi pertanyaannya apakah hanya di Medan? Makanya dengan berat hati, saya copot semua direkturnya. Soal ini juga sama. Saya sudah mengingatkan apotek-apotek bahwa saya akan melakukan sidak terus. Saya mau memastikan semua ada konsekuensinya. Laporan jangan hanya lip service.

Apakah Anda melakukan inspeksi mendadak untuk memastikan obat dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi?

Sesuai dengan keputusan Kementerian Kesehatan, ada harga eceran tertinggi. Tapi yang saya rapikan di tingkat bawah adalah setiap pembelian harus dijatah. Seperti dulu waktu saya sidak masker. Awalnya harga masker gila-gilaan. Saya membuat keputusan satu orang hanya boleh membeli lima masker. Sampai ekuilibriumnya aman baru kita bebaskan. Nah, ini juga sama. Makanya kemarin saya sampaikan bahwa saya akan banjiri terus favipiravir dan ivermectin supaya harganya turun dan orang-orang mendapat akses. Ini yang saya mau pastikan karena memang sekarang obat-obatan ini sangat diperlukan.

Sejak awal pandemi Anda selalu berada di garis depan, dari pencarian vaksin sampai soal obat. Sebenarnya apa peran utama Anda?

Role saya nomor satu, ya, berfokus di BUMN. BUMN sendiri dengan kondisi Covid-19 sekarang kan 90 persen terkena dampak. Target yang diberikan Bapak Presiden mengenai transformasi BUMN terus kami jalankan. Bagaimana, misalnya, jumlah BUMN dikurangi serta bagaimana tata kelola korporasi BUMN, transparansinya, dan pemilihan timnya baik.

Selain rumah sakit, obat, dan oksigen, apa yang bisa diharapkan dari BUMN dalam penanganan pandemi?

Soal vaksin, PT Bio Farma tetap memastikan distribusi atau kedatangannya. Sekalian juga memastikan vaksin Merah Putih atau vaksin BUMN bisa diselesaikan tahun depan. Kita enggak mungkin tergantung pada vaksin impor.

Apakah Anda optimistis vaksin Merah Putih bisa selesai tahun depan?

Jangan kelamaan impor vaksin. Kalau bisa April tahun depan udahanlah. Tapi, ya, memang tidak mudah.

Bagaimana Anda mengelola BUMN yang terkena dampak besar pandemi, seperti Garuda Indonesia?

Garuda dalam situasi Covid-19 amat berat karena, selain struktur keuangannya jelek, ada kasus korupsi di mana leasing pesawatnya termahal di dunia. Ini beban lama. Garuda juga tidak punya strategi, apakah mau menjadi (maskapai) internasional atau domestik. Tentu ini arguable. Tapi kita bisa melihat kalau negara-negara seperti Indonesia, Amerika Serikat, dan Cina yang domestiknya kuat, ya, berfokus domestiklah. Ngapain pasarnya diberikan ke orang lain, terus kita keluar negeri sekadar gaya-gayaan?

Apa jalan keluarnya?

Pertama, kita harus negosiasi lessor sekeras mungkin. Apalagi lessor yang dikorupsi, itu mah enggak usah bayarlah. Tapi ada juga lessor yang baik. Itu kita nego. Kalau dulu sewanya sekian kemahalan, ya, sekarang turunlah. Dan ini enggak ada kickback, ya. Kita harus turunkan. Kalau ini sudah dirapikan, kita baru bicara jenis pesawat yang cocok buat domestik. Bersamaan dengan itu, kami memastikan Garuda berfokus kepada penerbangan domestik saja empat-lima tahun ke depan. Garuda ini cashflow-nya minus. Hidupnya sudah harian. Saya ngomong begini bukan menakuti para penumpang atau tim di Garuda. Saya tidak mau dusta. Tapi saya yakinkan perawatan pesawat tidak ada yang dikurangi. Karena bisnis penerbangan adalah bisnis keselamatan. Tapi kalau hiburan filmnya tua-tua, ya nasib, he-he-he….

Salah satu isu yang selalu menyedot perhatian masyarakat adalah soal komisaris BUMN. Bagaimana mekanisme penunjukannya?

Komposisi komisaris 30 persen profesional, 30 persen perwakilan masyarakat, 30 persen perwakilan kementerian. Kami terus perbaiki. Semua rekomendasi komisaris ada hitam-putihnya. Masing-masing ada penilaian tertulisnya. Tidak etis saya buka. Tapi kami mencoba menyeimbangkan. Kami juga memberikan porsi profesional. Kita juga jangan langsung berpikir negatif terhadap komisaris tertentu. Kan, kami ada review.

Belasan relawan pendukung dan orang-orang dekat Presiden terpilih menjadi komisaris BUMN. Benarkah Basuki Tjahaja Purnama dan Abdi Negara Nurdin termasuk dalam jalur relawan ini?

Saya rasa pemilihan Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) bukan sesuatu yang negatif. Dengan rekam jejaknya, Pak Ahok kami perlukan. Pak Ahok bagus juga di korporasi. Kalau Abdi, saya rasa kita sudah tahu track record-nya. Saya tidak mau berpikir kemarin ini dan itu. Orang-orang seperti Abdi, Pak Ahok, ataupun figur-figur yang mungkin dianggap kontroversial saya rasa punya kontribusi.

Bagaimana dengan Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro yang merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama Bank Rakyat Indonesia?

Kalau kita lihat undang-undangnya, semua rektor memang boleh (menjabat komisaris BUMN). Cuma, di UI belum tuntas statutanya. Sejak awal saya sudah mengingatkan Pak Rektor. Makanya waktu itu saya pindahkan beliau dari BNI (Bank Nasional Indonesia) ke BRI karena kami lihat di BRI juga perlu ekonom.

Bukan karena Anda salah satu anggota Majelis Wali Amanah UI?

Enggak ada pemikiran itu sama sekali. Demi Allah, enggak ada.

Dengan sepak terjang yang menonjol selama beberapa tahun terakhir, banyak yang menyebut Anda salah satu kandidat presiden pada 2024. Tanggapan Anda?

Kalau orang berpikir seperti itu sah-sah saja. Itu kebebasan beropini. Tapi saya sudah berbicara di beberapa tempat, saya hari ini ditugaskan oleh Pak Presiden untuk mentransformasi BUMN. Itu yang harus saya fokuskan. Beliau sekarang juga meminta saya sering turun ke bawah.

Apakah Anda menganggap itu sebagai sinyal dukungan dari Jokowi?

Enggaklah. Sekarang banyak menteri juga diminta turun. Apalagi keadaan seperti ini.

Apakah Anda memperhatikan angka-angka survei calon presiden?

Kan sudah ada tiga. Pak Prabowo (Menteri Pertahanan Prabowo Subianto), Pak Ganjar (Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo), dan Pak Anies (Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan). Kira-kira tiga inilah kandidatnya.

Bagaimana dengan angka survei yang memuat nama Anda?

Jujur, saya pasti melihatnya. Tapi jauh di bawah, cuma satu persen. Satu persen mau jadi presiden, lawannya 35 persen dan 28 persen. Beratlah. Grafik yang seperti zaman Pak Jokowi saya yakin enggak akan terulang. Beliau spesial karena beliau itu sejak dulu rekam jejaknya memang spesial.

Apakah dukungan dari Jokowi tidak bisa mendongkrak popularitas Anda?

Saya yakin enggak. Saya bisa salah, tapi saya yakin enggak. Sepertinya angkanya sudah itu-itu saja. Apalagi dengan Covid-19 seperti ini, lebih susah lagi.

Bukankah pandemi menjadi momentum yang menguntungkan buat Anda?

Buat semua enggak ada keuntungannya karena semua publisitas tentang Covid-19. Semua berfokus di Covid-19.


ERICK THOHIR | Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 30 Mei 1970 | Pendidikan: S-1 Komunikasi Glendale Community College, California, Amerika Serikat (1990); S-2 Administrasi Bisnis National University, California (1993) | Karier: Pendiri dan Komisaris Utama Mahaka Group (1992-2019), Direktur PT Visi Media Asia (2011-2013), Direktur Utama ANTV (2014-2019), Presiden Direktur PT Lativi Media Karya (TVOne, 2007-2010), Presiden Direktur PT Intermedia Capital Tbk (2013-2019), Ketua Klub Basket Satria Muda (1999-2019), Presiden FC Internazionale (2013-2018), Direktur Oxford United FC (2018-2019), Menteri Badan Usaha Milik Negara (2019-sekarang), Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (sejak Juli 2020) | Organisasi: Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (2015-2019), Ketua Panitia Pelaksana Asian Games (2018), Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin (2018-2019), anggota Komite Olimpiade Internasional (2019-sekarang), anggota Dewan Federasi Basket Internasional (2014-sekarang)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus