Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT gelar perkara di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, itu berlangsung panas pada Kamis pagi, 23 November lalu. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango merasa keberatan atas kehadiran Firli Bahuri dalam rapat tersebut. Nawawi beranggapan Firli seharusnya langsung nonaktif karena sudah diumumkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Rabu malam, 22 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Firli bergeming. Ia merasa berwenang memimpin rapat karena masih menjabat Ketua KPK. Merasa aspirasinya tak didengar, Nawawi angkat kaki dari ruangan. Ia balik ke ruang kerjanya. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Johanis Tanak menemani Firli melanjutkan rapat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabar mengenai peristiwa itu sampai ke telinga Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Saat rapat berlangsung, Ghufron sedang berkunjung ke daerah. Ia mendapat laporan dari banyak anak buahnya ihwal rapat tersebut. “Pak Nawawi memilih tidak ikut ekspose,” katanya kepada Tempo.
Pertemuan itu pun digelar mendadak. Pimpinan mengundang para petinggi KPK lewat surat elektronik beberapa saat setelah polisi mengumumkan status tersangka Firli. Undangan menyebutkan rapat ekspose akan membahas penyidikan lanjutan korupsi pembangunan rel Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan 12 tersangka pada April lalu. Sepuluh di antaranya ditahan seusai operasi tangkap tangan di Semarang. Sebagian tersangka sudah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang. Mereka dihukum dua setengah hingga lima tahun penjara. Mereka terbukti terlibat dalam pengaturan pemenang tender di DJKA.
Agenda utama rapat ekspose tersebut membahas status Muhammad Suryo, pengusaha asal Yogyakarta. Ia dituduh menerima sleeping fee Rp 9,5 miliar dari pemenang tender rel di DJKA. Selain dalam proses pemeriksaan para tersangka, nama Suryo juga muncul dalam persidangan para terdakwa.
Pimpinan KPK meyakini pengakuan sejumlah saksi dalam persidangan Pengadilan Tipikor sudah cukup menjerat Suryo sebagai tersangka. Apalagi KPK juga sudah mengantongi bukti transfer sebesar Rp 9,5 miliar yang diterima Suryo lewat rekening istrinya.
Namun peserta rapat tak satu suara menyetujui penetapan Suryo sebagai tersangka. Deputi Penindakan KPK Rudi Setiawan, Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu, dan Direktur Penuntutan Bima Suprayoga yang hadir menganggap bukti untuk menjerat Suryo masih kurang. Namun, setelah diskusi panjang, rapat akhirnya menetapkan Suryo sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengklaim Nawawi akhirnya menyetujui isi rapat. Ia juga mengatakan Firli meneken hasil pertemuan itu. “Semua setuju MS menjadi tersangka,” ucapnya. Dihubungi lewat WhatsApp, Nawawi tak menjawab pertanyaan tentang sikapnya dalam rapat gelar perkara itu.
Johanis menganggap tanda tangan dan kehadiran Firli tetap sah. Ia beralasan Presiden Joko Widodo belum menerbitkan surat pemberhentian sementara Firli. “Kami juga tidak bisa melarang beliau ikut rapat karena surat keputusan presiden belum terbit,” ujarnya.
Jokowi baru meneken surat keputusan presiden tentang pemberhentian sementara Firli setelah mendarat di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada Jumat malam, 24 November lalu. Selain berisi pemberhentian Firli, keputusan presiden itu menunjuk Nawawi sebagai Ketua KPK sementara.
Seorang penyidik mengakui kalangan internal KPK memandang penetapan Suryo sebagai tersangka korupsi merupakan bentuk perlawanan Firli terhadap kasusnya di kepolisian. Selama ini, Suryo, 39 tahun, dikenal sebagai orang dekat Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto.
Nama Suryo sudah muncul saat Karyoto menjabat Deputi Penindakan KPK pada 2020-2023. Perihal kedekatan Suryo dengan Karyoto pernah ditulis majalah Tempo dalam artikel berjudul “Pasir Merapi di Kuningan” pada 18 April 2020.
Firli dan Karyoto adalah teman satu angkatan di Akademi Kepolisian. Keduanya lulus pada 1990. Karyoto menjadi Deputi Penindakan saat Firli menjabat Ketua KPK. Firli pensiun lebih dulu dari kepolisian dengan pangkat terakhir komisaris jenderal pada 2021. Awalnya dua sekondan ini kerap seiring sejalan. Belakangan, keduanya kerap berseberangan dalam menangani perkara di KPK.
Ketegangan itu memuncak saat Firli memutuskan mengembalikan Karyoto bersama Direktur Penyelidikan Brigadir Jenderal Endar Priantoro ke Markas Besar Kepolisian RI pada pertengahan Februari lalu. Sebulan kemudian, Karyoto dilantik menjadi Kepala Polda Metro Jaya. Namun “perang bintang” antara Firli dan Karyoto tak mereda.
Enam bulan bertugas di Komdak (sebutan lama Polda Metro Jaya), Karyoto menerima laporan ihwal dugaan pemerasan yang dilakukan Firli kepada mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Pada saat itu KPK tengah menyelidiki perkara pemerasan Syahrul terhadap anak buahnya di Kementerian Pertanian. Firli dituduh meminta upeti agar penanganan kasus di Kementerian Pertanian tak naik ke tahap penyidikan dan Syahrul tak menjadi tersangka.
KPK menyelidiki Syahrul sejak Januari lalu. Penanganan kasusnya naik ke tahap penyidikan pada Juni lalu. Namun penanganan kasusnya berjalan lambat. KPK tak kunjung menetapkan satu pun tersangka.
Sementara itu, polisi tancap gas menangani kasus yang melibatkan Firli. Ia ditengarai menerima uang Rp 3 miliar dari Syahrul. Polisi memeriksa Syahrul pada Kamis, 5 Oktober lalu. Esok harinya, polisi menetapkan penanganan kasus itu naik ke tahap penyidikan.
Seseorang yang mengetahui perkara ini mengatakan Karyoto sejak awal yakin Firli bakal menjadi tersangka. Untuk menjerat Firli, polisi memeriksa 91 saksi. Empat di antaranya adalah pimpinan KPK. “Kami menemukan fakta beberapa kali terjadi pertemuan dan penyerahan uang,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak.
Syahrul membenarkan kabar bahwa ia berkali-kali menemui Firli. Namun ia membantah dugaan menyuap Firli. Saat menggeledah rumah dinas Syahrul, tim KPK menemukan uang tunai Rp 30 miliar. Uang ini disebut hendak diserahkan kepada Firli.
Pengacara Syahrul, Jamaluddin Koedoeboen, membantah tuduhan itu. Ia mengatakan uang itu rencananya bakal digunakan untuk membiayai pengobatan istri Syahrul, Ayusri Harahap. “Istri beliau sering sakit dan berobat ke luar negeri,” tuturnya.
Firli ogah-ogahan diperiksa polisi. Ia tiga kali mangkir dari pemeriksaan penyidik. Ia diperiksa untuk kedua kalinya di gedung Badan Reserse Kriminal Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, pada Kamis, 16 November lalu. Selepas diinterogasi selama empat jam, Firli langsung pulang menggunakan mobil Hyundai. Ia menghindari kejaran wartawan dengan meringkuk di dalam mobil. Wajahnya ditutupi tas dan map.
Firli berkali-kali membantah tudingan memeras dan menerima gratifikasi dari Syahrul. Ia mengaku pernah bertemu dengan Syahrul, tapi tak pernah menerima uang. “Saya tidak pernah memeras, menerima gratifikasi dan suap,” katanya.
Meski Firli sudah ditetapkan sebagai tersangka, polisi tak menahan Firli. Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan penahanan Firli bergantung pada kebutuhan dan kepentingan penyidikan. “Bila penyidik memandang perlu, kami akan menahan yang bersangkutan,” ucapnya.
•••
PERLAWANAN Firli Bahuri berlanjut lewat gugatan praperadilan. Pengacara Firli mendaftarkan gugatan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 24 November lalu. Dalam surat gugatannya, Firli menuding polisi terburu-buru menetapkannya sebagai tersangka. Salah satu alasannya adalah proses penyidikan tak didahului penyelidikan.
Surat dakwaan itu secara terang-terangan menuduh Inspektur Jenderal Karyoto sebagai otak penetapan Firli sebagai tersangka. Poin nomor 10 di bagian IV surat gugatan itu menuliskan laporan pemerasan yang dialami Syahrul Yasin Limpo kepada polisi muncul setelah pelapor mendapat masukan dan petunjuk dari Karyoto.
Kuasa hukum Firli, Ian Iskandar, membenarkan isi surat gugatan itu. Ian mengklaim proses hukum kasus kliennya janggal lantaran surat penyidikan dibuat secara kilat. Sumber laporan kasusnya pun dianggap tak jelas.
Pengacara baru belakangan mengetahui pemeriksaan kasus Firli didasari laporan tipe A yang berarti laporan itu berasal dari inisiatif polisi. Urusan administrasi kasusnya pun amburadul. “Kami heran kenapa polisi bisa sampai menerbitkan dua surat perintah penyidikan pada 9 Oktober dan 22 November 2023 berdasarkan laporan itu,” katanya.
Ian berjanji menunjukkan kedua surat perintah penyidikan itu kepada Tempo. Namun hingga Sabtu, 25 November lalu, surat itu tak kunjung diperlihatkan. Ian turut menyorot peran Inspektur Jenderal Karyoto dalam kasus Firli. Menurut dia, Karyoto memiliki kepentingan lantaran kasus Muhammad Suryo tengah bergulir di KPK. “Karena kalau kasus Suryo terbongkar, kasus orang di dekatnya ikut terungkap,” ucapnya.
Seorang penyidik mengatakan nama Suryo pernah muncul dalam berbagai kasus yang ditangani KPK. Kemunculan nama Suryo kerap membuat penyidik di KPK ekstra-hati-hati. Ketika menjabat Deputi Penindakan KPK pada 2020, misalnya, Karyoto pernah menanyakan peran Suryo dalam suatu perkara kepada seorang penyidik. Setelah dijawab “ada”, Karyoto langsung buang badan seolah-olah tak terkait dengan Suryo. Padahal kalangan internal KPK sudah tahu keduanya saling mengenal.
Tempo berupaya menghubungi Suryo melalui nomor telepon selulernya, tapi tak berbalas. Kerabat Suryo, Eko Sakti, berjanji menjelaskan duduk perkara masalah yang menyeret Suryo. “Nanti, kalau ke Jakarta, Mas Suryo bakal menjelaskan semuanya,” tuturnya. Tempo kembali menghubungi Eko, tapi belum ada tanggapan hingga Sabtu, 25 November lalu. Saat rumahnya di Jalan Seturan Nomor 119, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, didatangi, Suryo pun tak berada di sana.
Karyoto juga tak merespons saat dihubungi nomor telepon selulernya. Ia pun irit bicara saat ditanyai wartawan tentang penyidikan kasus Firli Bahuri di Polda Metro Jaya. “Tanya sama bagian humas saja,” ujarnya.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata alias Alex membantah kabar bahwa penyidikan kasus korupsi kereta api yang melibatkan Muhammad Suryo merupakan respons KPK terhadap proses hukum Firli. Menurut dia, penyidikan kasus itu berpijak pada temuan alat bukti, bukan unsur politis. “Unsur politisasi itu hanya kemasan di media massa karena tim kami bekerja secara profesional,” katanya.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak turut menguatkan pernyataan Alex. Ia juga membantah tuduhan bahwa penanganan kasus Suryo digeber untuk mengincar Karyoto. Namun, dia menjelaskan, jika dalam pemeriksaan terhadap Suryo ditemukan fakta baru yang mengaitkan hubungannya dengan seseorang, meskipun orang tersebut pejabat, penyidik akan menindaklanjuti temuan itu. “Sesuai dengan ketentuan hukum,” ucapnya.
Sebelum kasus pemerasan yang dialami Syahrul Yasin Limpo muncul, Firli Bahuri juga pernah dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh sejumlah pegiat masyarakat sipil pada April lalu. Ia dituduh membocorkan surat perintah penyidikan korupsi tunjangan kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Meski polisi menyatakan penanganan kasus ini naik ke tahap penyidikan, penanganan kasus ini masih mandek hingga sekarang. Kasus ini juga turut dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK. Namun Dewan Pengawas menghentikan penelusuran karena tidak menemukan adanya pelanggaran kode etik yang dituduhkan kepada Firli Bahuri.
Pengacara Firli, Ian Iskandar, mengklaim Firli tak pernah melanggar kode etik. Ia meyakini Firli juga tak bersalah dalam kasus pemerasan Syahrul Yasin Limpo. Itu sebabnya Ian pernah meminta Polda Metro jaya membuat gelar perkara khusus yang dihadiri Biro Pengawasan Penyidikan Polri.
Permintaan itu tak pernah digubris. Proses pembuktian di Polda Metro Jaya dituding janggal karena ajudan Syahrul yang disebut memberikan uang kepada Kevin, ajudan Firli, ternyata tak saling mengenal. “Pada hari Kevin disebut menyerahkan uang, dia justru sedang menjalani karantina Covid-19,” ucap Ian.
Komisaris Ade Safri Simanjuntak mengatakan polisi siap meladeni gugatan praperadilan Firli Bahuri. Ia juga menjamin proses hukum terhadap Firli berjalan sesuai dengan prosedur. Itu sebabnya Ade membantah tudingan politisasi di balik kasus Firli. Ia pun merasa tak ada yang menekan penyidik. “Kami pastikan rangkaian kegiatan penyidikan berjalan secara profesional, transparan, dan akuntabel,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Pebrianto, Avit Hidayat, dan M. Faiz Zaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Perang Bintang Teman Satu Angkatan"